Air laut bercampur minyak menyambut KRI Arjuna ketika ia mulai berlayar. Lapisan minyak terlihat berkilau di tengah gelapnya malam, mengambang di permukaan air dan memantulkan sinar rembulan. Air dermaga yang kotor bercampur dengan air laut, diiringi serpihan-serpihan kayu mengambang di permukaan, tersisihkan ketika Arjuna berlayar melewatinya. Sementara itu, lampu-lampu kota di sisi kiri dan kanan kapal seolah mengiringi perjalanan kapal selam itu. Semakin lama, lampu-lampu terlihat mengecil di cakrawala. Air yang dilewati pun semakin bersih dari minyak ataupun potongan kayu.
Di puncak layar, Mayor Aldi Chaniago menarik nafas dalam-dalam. Udara beraroma garam mengisi paru-parunya. Rasanya begitu menyegarkan dan menenangkan. Angin laut tampaknya mampu mengisi energi sang kapten. Dia sudah lelah mengurusi berbagai macam hal yang memusingkan, mulai dari urusan administrasi hingga suplai. Nyaris saja ia terlambat untuk berangkat patroli. Untungnya berkat kecakapan para awak Arjuna, akhirnya ia bisa berangkat tepat waktu. Kini kapal selam itu berlayar dengan anggun menjauhi kota Surabaya, menuju laut lepas.
Aldi kembali menghirup udara laut dalam-dalam, menikmati setiap tarikan nafasnya, membiarkan aroma garam memasuki hidungnya. Saat ini Arjuna sedang berlayar di permukaan yang gelap, tepat di bawah bintang yang bertaburan. Aldi merasa seperti melayang di dalam kegelapan, merasakan aura kebebasan, terbebas dari kungkungan norma masyarakat yang kolot. Ada sensasi romantisme ketika akhirnya Aldi berdiri di puncak layar. Terlebih lagi sebagai kapten, memandangi cakrawala yang membentang.
Aldi memang sudah bermimpi untuk menjadi awak kapal selam sejak duduk di bangku SD. Selama liburan sekolah, si Aldi kecil kerap kali mengunjungi Monumen Kapal Selam (Monkasel) Surabaya. Pertama kali ke sana, kedua matanya langsung melotot, takjub dengan ukurannya. Dengan panjang 60 meter dan lebar nyaris 11 meter, kapal selam itu tampak seperti cerutu hitam raksasa di mata si Aldi kecil. Begitu ia masuk ke dalam, empat buah tabung torpedo menyambut kedatangannya. Orang pun bisa muat di dalamnya, mungkin bisa jadi tempat tidur itu. Akan tetapi, ruang komando adalah lokasi favoritnya. Aldi seringkali menghabiskan waktu di sana, memindai Plaza Tunjungan dengan periskop, mengintai setiap pengunjung yang datang dan pergi. Untungnya ada ibunya yang selalu mendampingi, kalau tidak mungkin Aldi sudah berkelahi dengan Ali yang juga ingin mengintip periskop.
Pada akhirnya, setelah perjuangan keras dari sekolah hingga lulus kuliah, Aldi mendaftar dan diterima Akademi TNI AL. Di sana latihan dan gemblengan keras dari instruktur diterimanya. Masih ingat ketika ia harus berdingin-dingin ria ketika sedang latihan basah, alias simulasi tenggelam. Aldi dimasukkan ke dalam ruang kelas berisi pipa-pipa mesin. Tugasnya adalah menyumbat kebocoran sebelum bel berbunyi atau ruangan penuh air. Satu demi satu pipa bocor, menyemburkan air laut ke dalam ruangan. Tidak main-main, semburannya terasa amat dingin membekukan, mensimulasikan suhu dan tekanan air di kedalaman memasuki kapal. Tak hanya itu, untuk menambah semarak jalannya latihan, lampu pun dipadamkan, mensimulasikan mesin kapal yang mati. Aldi dan timnya harus bergerak cepat kalau ingin selamat. Dibantu dengan senter, ia menemukan kebocoran dan menyumbatnya. Lampu pun menyala dan simulasi pun selesai. Aldi dan timnya mendapat tepukan dari para instruktur yang sejak tadi mengamati.
Akhirnya Aldi diterima menjadi anggota Korps Hiu Kencana. Ia tidak akan pernah melupakan saat brevet emas Hiu Kencana disematkan pada seragamnya. Perasaan bangga dan haru dirasakannya saat itu. Dia harus menahan tangisnya sekuat tenaga agar tidak ditertawai kawan-kawan sejawatnya. Itu dulu, sekarang dia ada di sini, puncak anjungan KRI Arjuna. Tak terasa sudah nyaris lima belas tahun dia bertugas. Namun, tak ada yang mampu mengalahkan pemandangan laut dari atas anjungan.
KRI Arjuna, pikir sang letkol. Boleh jadi kapal ini masih memakai sistem pendorong konvensional alias diesel elektrik. Namun, di sanalah kelebihannya jika dibandingkan dengan kapal selam nuklir. Wahana bawah air yang satu ini berukuran lebih kecil daripada kapal selam nuklir, sehingga sulit untuk dilacak sonar. Di samping itu ada satu senjata rahasia lagi di kapal ini yang harus diisi ulang di Banyuwangi nanti. Tidak hanya itu, kapal selam ini merupakan murni karya anak bangsa. Semua komponen disusun mandiri, mulai dari lambung hingga mesin. Hanya sedikit yang impor. Akhirnya TNI AL dan PT PAL bisa bekerjasama dalam membangun kapal selam. Inilah industri pertahanan yang sesungguhnya, mandiri dan efisien.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka di Bawah Ombak
Mystery / ThrillerKisah ini terinspirasi dari The Hunt For Red October karya Tom Clancy. Ceritanya sederhana, mengisahkan tentang Aldi dan Hanying, dua kapten kapal selam yang hendak membalaskan dendamnya satu sama lain. Di sisi lain, kondisi geopolitik yang genting...