Sarapan pagi kali ini sama sekali tak enak. Walaupun sudah tersedia rendang yang empuk, rusuk yang patah membuat Aldi sulit menelan makanan. Ia harus memaksa dirinya untuk menelan daging, sementara asam lambung di perutnya bergejolak akibat efek dari rusuknya yang patah. Beruntung baginya masih ada obat-obatan untuk mengurangi pusing dan mual. Lebih sial lagi, Alia sempat muntah di WC dekat ruang makan. Wajah wanita itu tampak pucat bagai bulan kesiangan, persis seperti orang hamil penderita morning sickness. Namun, seperti Aldi, Alia juga harus makan kalau ingin bertugas. Obat mual pun segera ditenggaknya dan wanita itupun kembali pada piringnya.
Setelah sarapan pagi yang tak menyenangkan, keduanya kembali menjalankan tugas pagi. Aldi menaikkan periskop ke permukaan, meneropong cakrawala. Tiga fregat kelas Soedirman sedang berpatroli di kejauhan. Mungkin mereka sibuk mengusir nelayan yang sedang menebar jala. Jala yang ditebar bisa menjerat kapal. Karena itu fregat-fregat itu ada di sana, mengisolasi titik karamnya Shuimu.
Di mana Swift Rescue? Katanya hari ini datang. Aldi berputar sekali lagi. Tiba-tiba matanya menangkap sesuatu di horizon. Kepulan asap membubung tinggi. Ada kapal mendekat. Lalu, Aldi menukar lensa periskop. Terlihat siluet oranye di cakrawala. Tidak salah lagi, kapal itu adalah MV Swift Rescue. Mereka tiba lebih cepat dari jadual. Kapal itu cantik sekali, seperti malaikat penyelamat di atas laut.
Aldi menaikkan antena radio. "Arjuna pada Surge. Swift Rescue sudah tiba. Mohon berikan instruksi, over," katanya antusias dan bahagia. Akhirnya, Shuimu bisa diselamatkan.
"Surge pada Arjuna, perintahkan awak kapal selam asing untuk persiapan evakuasi dengan DSAR 8. Out," jawab si petugas radio. Untuk menjaga kerahasiaan, dia tak menyebutkan nama Shuimu di radio.
Aldi segera menuju telepon Gertrude dan mengontak Shuimu. "Arjuna pada Shuimu, over," katanya.
Terdengar suara seorang wanita dari sana, "Shuimu pada Arjuna, over."
"Kabar bagus, Swift Rescue sudah tiba. Bersiap untuk evakuasi dengan DSAR 8, over."
"Terima kasih banyak, Shuimu out," kata si wanita dengan penuh rasa syukur dan kelegaan.
Ranbing beralih pada para awak di ruang komando. Mereka semua seperti sedang bermimpi. Suasana yang dipenuhi ketidakpastian dan keputusasaan sirna sudah, digantikan dengan harapan. Sontak para awak bernafas lega, berpelukan satu sama lain. Air mata bercucuran di ruang komando, menyebar bagai virus ke seluruh kompartemen kapal. Tidak terkecuali Ranbing, ia terduduk lemas, air mata meleleh membasahi pipinya. Tak percaya rasanya dia bisa melihat matahari sekali lagi. Namun, itu harus menunggu, pikirnya sambil menyeka air matanya. Masih ada satu prioritas baginya, persiapan evakuasi.
Ranbing akhirnya menemui Hanying yang tiba-tiba muncul di ruang komando. "Kolonel, kita sudah siap untuk evakuasi," kata wanita itu dengan bahagia.
"Tapi sebelum itu ada yang harus diumumkan," ujar Hanying. Ia kemudian mengambil mikrofon. "Para awak Shuimu yang saya banggakan, hari ini adalah hari besar untuk kita semua. Hari ini kita akan diselamatkan, keluar dari sini dan menuju hangatnya sinar matahari. Namun ada satu hal yang ingin saya sampaikan," kata Hanying. Ia menarik nafas dalam-dalam.
Ranbing membuka mulutnya, berusaha mencegah Hanying. Akan tetapi, jari telunjuk Hanying memberinya isyarat untuk diam. "Kecelakaan ini terjadi karena satu hal, torpedo yang berlari di dalam tabungnya. Awak torpedo sudah berusaha untuk mengeluarkannya, tapi terlambat. Ledakan terjadi dan merambat pada torpedo lain. Semua ini bisa dicegah, kalau saya tidak memberikan perintah peluncuran torpedo. Oleh karena itu, saya, Kolonel Luo Hanying, meminta maaf dan berjanji akan berkolaborasi untuk proses penyelidikan. Untuk itu, proses evakuasi harus berjalan. Seperti saat latihan, yang terluka berat didahulukan. Kemudian, para awak yang terluka ringan didampingi oleh yang tidak terluka. Terakhir, para perwira. Sekian dan terima kasih." Semua awak terdiam membisu mendengarkan Hanying. Semua mata tertuju pada Hanying. Mereka terkejut dan lega karena sang komandan telah mengakui kesalahannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka di Bawah Ombak
Mystery / ThrillerKisah ini terinspirasi dari The Hunt For Red October karya Tom Clancy. Ceritanya sederhana, mengisahkan tentang Aldi dan Hanying, dua kapten kapal selam yang hendak membalaskan dendamnya satu sama lain. Di sisi lain, kondisi geopolitik yang genting...