Bab 25

3 1 0
                                    

Joni berjongkok di depan rak-rak berisi torpedo. Pemuda itu bergerak perlahan, mengamati setiap jengkal dari rak. Akhirnya ia menemukannya. Sebuah pipa di balik rak-rak tersebut. Kedua matanya terbuka lebar menelusuri sebuah pipa. Pipa itu tersambung ke dalam tabung-tabung torpedo. Kemudian, berlanjut ke langit-langit kapal, menyatu menjadi sebuah pipa besar. Pipa yang besar itu lalu terhubung pada sebuah mesin dengan katup dan saklar. Joni benar-benar mengenal peralatan apa itu.

"Ini adalah pipa dari pompa udara sekunder," kata Joni.

"Fungsinya apa?" tanya Letnan Deni tak sabar.

Joni mengatur nafas, berusaha menenangkan diri sementara Deni menunggu jawaban darinya. "Begini, pompa udara sekunder ialah alat untuk meluncurkan torpedo ketika pompa udara primer mengalami gangguan. Bisa juga ketika torpedo macet di dalam tabung."

"Apa maksudnya torpedo macet?"

"Torpedo macet terjadi ketika torpedo tak mau meluncur. Solusinya adalah dengan menaikkan tekanan udara di dalam tabung melalui pompa sekunder, sehingga torpedo bisa ditiup keluar. Indikator tekanan udara bisa dilihat di sebelah tabung torpedo" jawab Joni sambil menunjuk pada alat ukur di sebelah tabung torpedo. Pemuda itu sedikit gemetaran. Tak henti-hentinya ia melihat Letnan Deni yang sibuk dengan tabletnya.

"Bagaimana Letnan?" tanya seorang awak.

Letnan Deni Sanjaya tak menjawab. Ia terus disibukkan dengan tabletnya. Tak lama kemudian, sang letnan mengulurkan tangan. "Selamat, Joni. Kamu lulus dengan gemilang," katanya tersenyum bangga.

Seketika itu pula bahu Joni melorot dan ia mengelap keringatnya. Tak lupa ia membalas jabatan tangan dari Deni. "Terima kasih banyak, Pak. Jujur, saya benar-benar tegang tadi," katanya lega.

"Macam apa rasanya?" tanya Deni tertawa kecil.

"Nyaris jantungan aku," balas Joni.

Terdengar suara Aldi, bersandar di daun pintu. "Bagaimana dengan evaluasinya?" tanya Aldi penasaran.

Sang Juru Torpedo mengacungkan jempol. "Bagus banget. Orang sekaliber Joni ini jarang kutemui. Dia bisa ditempatkan di mana saja, di ruang mesin bisa di sini pun juga bisa. Sangat memuaskan," kata Deni terkagum-kagum.

Ucapan Deni itu turut membuat Joni bangga dengan dirinya. "Terima kasih, Pak. Namun, saya masih harus belajar lebih giat lagi," katanya jujur.

"Bagus kalau begitu," kata Aldi. "Untuk sementara, kamu di sini dulu karena kita dalam kondisi ultra senyap. Temani dulu Deni. Kalau misalnya bosan ada kartu remi atau papan catur," katanya sambil menunjuk sebuah papan catur.

"Siap, Dan!" ujar Joni dengan sikap sempurna.

Semangkuk es krim lalu dibagikan pada seluruh awak. Letkol Aldi kembali duduk di kursinya sambil menikmati es krim rasa vanilla. Dinginnya begitu menyegarkan. Sesekali ia mencuri-curi pandang pada peta kontak holografisnya. Shuimu masih berada di depan, berenang merayapi dasar laut di depan Arjuna. Keduanya bergerak perlahan mendaki lereng Lubuk Natuna Timur. Dangkalnya lubuk ini menjadi senjata makan tuan bagi kapal selam Tiongkok itu. Mereka tak bisa menggunakan sonar tarik, karena bisa putus tersangkut batu karang di dasar laut. Namun tidak bagi Arjuna yang mengekor di belakang, sebuah keuntungan besar baginya. Suara kocokan baling-baling Shuimu terdeteksi lewat sonar onde-onde di moncong kapal sehingga mudah dibuntuti Arjuna. Tempel terus kayak perangko, kata Aldi di dalam hati. Ia pun tersenyum dibuatnya. Untuk kali ini, tim sonar bisa sedikit bersantai.

Sementara itu di stasiun sonar, Sersan Yuni Hartanto juga sedang menikmati es krim vanilla itu. Suap demi suap masuk ke dalam mulutnya. Tidak salah AL memilih toko es krim Bu Syamsul. Masih segar di ingatannya ketika Yuni mendengarkan beberapa perwira berdebat soal es krim. Perdebatan itu alot, masing-masing mempertahankan pendapatnya, sementara Yuni melongo dengan penuh tanda tanya. Baru kali ini es krim menjadi primadona di AL. Kalau tidak salah, ada tiga kandidat, tapi yang dipilih Es Krim Bu Syamsul. Toko kecil itulah yang menjadi andalan hingga saat ini. Biasanya, kalau sedang makan, Yuni lebih memilih untuk melepaskan headset miliknya. Namun, entah mengapa ada firasat yang membuatnya harus mengenakannya sekarang juga.

Luka di Bawah OmbakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang