Bab 28

3 1 0
                                    

"Mesin siap!"

"Dapur siap!"

"Semua siap, Dan," lapor Alia.

Mulai dari ruang torpedo sampai ruang mesin, semua melaporkan siap menjalankan operasi. Meskipun begitu, Aldi merasa bimbang. Di mana Surge? Aldi membolak balik peta holografisnya, mencari kapal perusak itu. Seharusnya dia sudah di sini. Kurang sejengkal lagi Shuimu tiba di Natuna. Ke mana bala bantuan? Sempat tadi terdengar suara siulan sonar celup helikopter. Bisa jadi helikopter itu terbang dari Surge yang sedang bersiaga. Kesimpulan Aldi didukung oleh keberadaan sinyal sonar yang berpindah-pindah tempat. Sesekali suara siulan muncul di utara, lalu muncul di timur, begitu seterusnya mengelilingi wilayah berbentuk lingkaran. Ada di mana mereka? Bisa jadi ...

"Dan, mungkin sudah saatnya," sahut Alia membuyarkan Aldi dari lamunannya.

"Sabar dulu," jawabnya.

"Tunggu apa lagi?" tanya Alia tak sabar. "Sebentar lagi Shuimu sampai di Natuna."

Perkataan Alia tadi sedikit menggelitik Aldi. Shuimu dan Arjuna sedang merayap di dasar laut. Di peta, keduanya tampak seperti tonjolan di yang berbaris tengah-tengah cekungan, beringsut ke barat mendekati Natuna. Benar kata Alia, andai ditunda-tunda, Shuimu bisa tiba di laut dangkal dan dia bisa bersembunyi di antara kapal niaga. Suaranya sudah pasti tersamar oleh riuh rendah aktivitas di laut dangkal. Di samping itu, cuaca hujan juga mendukung. Jika itu terjadi, Shuimu sudah menghilang dan sulit dicari. Salah-salah mereka bisa menyelesaikan misi dan kabur tanpa diketahui Aldi.

Ini tak bisa dibiarkan terjadi. Shuimu tak boleh melangkah lebih jauh lagi. Inilah saatnya KRI Arjuna beraksi dan tunjukkan pada Tiongkok siapa Korps Hiu Kencana sebenarnya. Aldi pun merapikan seragamnya. Shuimu sudah di depan mata dan tak sadar sudah dijebak. Tugas kali ini akan sangat mudah, bagai menembaki ikan di dalam akuarium. Lawan sudah ada dalam genggaman tangannya. Aldi hanya harus mengatupkan jari-jarinya saja, mengunci Shuimu selamanya.

"Tono, kemudi cikar kanan, baringan 2-9-5, kedalaman periskop!" perintah Aldi perintah dengan tegas dan mantap.

"Siap laksanakan," kata Letnan Tono.

"Sonar, Pit. Beritahu kalau sudah keluar dari baffle zone," lanjut Aldi.

"Copy that, Pit," kata Yoga. Ia dan Yuni langsung mengawasi sonar dengan teliti.

KRI Arjuna berbelok tajam ke kanan dan naik perlahan menuju permukaan. Sementara Arjuna naik, Shuimu masih berenang dengan tololnya di dasar lautan. Ia tak sadar sudah masuk dalam perangkap bergigi tajam.

"Pit, Sonar. Kita keluar dari baffle zone," kali ini Sersan Yuni yang bicara melalui interkom.

Ini dia yang ditunggu-tunggu. "Torp, Pit. Buka tabung 1 sekarang, manual," kata Aldi melalui interkom.

"Copy, buka tabung 1 manual," sambung Letnan Deni Sanjaya. Ia kemnudian menutup interkom.

Selaku Juru Torpedo, Deni bertanggung jawab atas operasional ruang torpedo, mulai dari perawatan hingga peluncuran torpedo. Namun, baru kali ini ia menerima perintah buka tabung secara manual. Artinya, bukan dengan tombol, melainkan dibuka dengan kunci. Seorang kelasi mengambil sebuah kunci pas, sedangkan yang lain memeriksa tabung torpedo, memastikan tidak ada kerusakan ataupun fitur yang malfungsi. Beres, ia memberikan isyarat jempol teracung ke atas. Kelasi yang membawa kunci pas lalu memasukkannya ke dalam lubang di sisi tabung. Kemudian, kunci pas itu pun diputar.

Gile bener, dah, nafas Deni serasa dihisap oleh kunci pas. Putaran itu amat berat. Satu engsel terhubung dengan yang lain, membentuk untaian roda gigi di dalam kapal. Letnan Deni dan krunya memutarnya dengan sekuat tenaga. Keringat mengucur deras hingga menetes di lantai. Satu putaran memakan waktu sepuluh detik. Putaran kedua terasa mudah, engsel yang diputar mulai melonggar. Putaran ketiga dan keempat sudah tidak terasa lagi. Perlahan tapi pasti, pintu depan tabung torpedo berderak keras hingga akhirnya terbuka lebar, memamerkan hulu ledak Black Shark yang masih terkunci di dalam.

Luka di Bawah OmbakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang