Mayor Kasim Dewanto menggerutu ketika radio di kokpit menyala. Mengganggu saja. "Delta 8-2 pada Surge, ada apa? over," tanyanya sambil membuka kotak nasi makan siangnya. Uap nasi ayam cah jamur yang mengepul membuat air liurnya terbit.
"Surge pada Delta 8-2. Sinyal radar aktif terdeteksi, radius 5 km dari waypoint Alpha. Segera ke sana, how copy? over," kata suara di ujung radio dalam bahasa Inggris.
"Copy that, radius 5 km dari Alpha. Menuju ke sana sekarang juga, out," kata Kasim sambil menutup komunikasi. Tak lupa ia menutup kembali kotak makan siangnya.
"Wow, tak disangka," kata kopilot.
Kasim lalu menyalakan interkom. "Bersiaplah, waktunya berburu," lanjutnya.
Pesawat intai itu berputar dan terbang tepat di bawah awan yang bergumul. Namun, pergumulan itu tak menyebabkan awan bertumpuk satu sama lain. Bagus, Kasim tersenyum. Artinya, cuaca akan cerah.
Sementara itu, di belakang para awak juga sudah bersiap-siap dengan mainannya. Leo sedang asyik mengutak-atik MAD-9, dibantu Mentos yang mengusir rasa masam di mulutnya. Di sebelahnya, ada awak pesawat yang sibuk meneropong keluar jendela. Tugas mereka, berburu kapal selam secara visual. Mereka harus menemukan siluet hitam di bawah air ataupun periskop di permukaan. Tugas yang sulit, mereka hanya bersenjatakan teropong untuk memindai luasnya lautan, mencari kapal selam yang didesain untuk sulit ditemukan. Tapi tugas sudah menjadi tugas. Waktunya berburu, Leo, ujarnya pada diri sendiri.
Sementara itu, mendengar laporan radar aktif, Letkol Prajoto segera memutar balik KRI Jayapura ke arah barat daya. Di kanan dan kirinya, terlihat kedua fregat lain yang juga melaju seperti dirinya. Ketiga kapal fregat itu berlari kencang di atas lautan. Ombak di depan pecah berhamburan dihantam lambung kapal. Geladak serasa diombang-ambing. Kini Jayapura melaju secepat angin menuju tenggara.
Dari balik periskop, Letkol Aldi bisa menyaksikan Surge yang tiba-tiba berontak. Bagaikan monster laut raksasa, ia memecahkan ombak di hadapannya. Kepulan asapnya membubung tinggi ke angkasa. Kini kapal perang itu berlari di atas laut menuju dirinya. Sebuah pemandangan yang spektakuler dan tak terlupakan, sekaligus berita bagus. Artinya Surge sudah menerima sinyal darinya.
Alia memberinya selamat, "Selamat, Dan. Taktik tiang radar itu berhasil. Sejujurnya sempat khawatir dengan radionya."
"Lalu radionya bagaimana?" tanya Aldi sambil mengusap tengkuknya.
"Masih di dalam perbaikan, masih perlu waktu lagi," kata Alia.
"Shuimu sendiri bagaimana?"
"Masih di bawah sana, melaju macam bekicot. Entah apa yang sedang dipikirkannya," jawab Alia. Kenapa dia tenang begitu? Lakukanlah sesuatu, kabur atau entah apapun itu.
Seorang kelasi melapor, "Dan, kontak radar! Baringan 3-2-4, jarak 15 kilometer dan terus mendekat!"
Aldi kembali pada periskopnya. Ia melihat sebuah titik, melayang-layang di atas lautan. Penasaran, ia memutar kenop di gagang, menukar lensa dengan kekuatan yang lebih besar. Ketika ditukar, titik itupun terlihat sangat jelas. Sebuah pesawat turboprop sedang terbang ke arahnya. Di atas punggung pesawat, sebuah piringan hitam berputar pelan. Wujudnya semakin jelas ketika ia terbang mendekat. Sebuah pesawat intai CN 268 melintas dengan anggun di tengah hujan.
Di waktu yang bersamaan, Mayor Kasim menyaksikan periskop yang bergerak perlahan di permukaan. Ketika periskop membelah lautan, riak-riak air timbul di sekelilingnya. Tampak seperti "bulu" burung di matanya. Bukan hanya periskop, tapi juga tiang radar pun juga terlihat, memancarkan sinyal radar ke mana-mana. Sudah pasti sinyalnya terdeteksi oleh detektor di pesawatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka di Bawah Ombak
Mystery / ThrillerKisah ini terinspirasi dari The Hunt For Red October karya Tom Clancy. Ceritanya sederhana, mengisahkan tentang Aldi dan Hanying, dua kapten kapal selam yang hendak membalaskan dendamnya satu sama lain. Di sisi lain, kondisi geopolitik yang genting...