19 - Makan Malam yang Alot

17 5 1
                                    

Wendy masih terus berlari hingga kegelapan semakin menyergapnya, melewati danau putri duyung, nyanyi-nyanyian merdu mulai mendengung ke telinganya. Itu nyanyian para siren.

"Indah seka—"

"Tutup telingamu, kita harus segera pergi dari sini."

Wendy segera menutup telinga. Sambil berlari, suara Peter dan dirinya yang tengah bercakap-cakap di masa lalu terus menggaung dalam pikirannya.

"Mengapa? Mengapa harus? Suara seindah itu—"

"Adalah senjata mereka."

"Apa?"

"Lihat ke belakang."

Wendy yang masih berlari, menoleh ke danau. Kepala-kepala para siren memunculkan diri, menatap Wendy penuh sendu seraya bergumam dalam nyanyian, mengatupkan bibir mereka rapat-rapat hanya untuk menyembunyikan taring yang siap mengoyak daging segala makhluk yang menjadi santapan mereka.

Masih menutup telinga, Wendy berlari lebih cepat untuk kembali ke markas bawah tanah para bocah liar. Kedua tungkainya mulai gemetar lunglai. Nyanyian para siren masih terdengar dan terus menyihir tubuhnya makin lemas. Wendy tak ingin tubuhnya terjatuh di pesisir danau dan menjadi santapan para siren, oleh karenanya ia masih harus terus berlari.

Segenggam tangan menyergap lengannya.

Wendy menjerit.

"Wendy!"

Wendy menatap kedua mata sebiru lautan.

"Ini aku," ujar si pemilik mata.

Peter Pan menemukan Wendy di waktu yang tepat. Gadis itu menatap Peter, hampir menangis.

"Siren. Nyanyian para siren hampir melumpuhkanku ...."

Peter Pan menatap Wendy. "Ayo kita kembali. Kau pasti lapar, para bocah liar telah menyiapkan hidangan yang sedap." Peter terkekeh pada akhirnya.

Wendy membenamkan kembali air matanya, ia mengangguk. Semestinya ia merasa aman, seharusnya ia merasa tenang. Benar Wendy baru saja diselamatkan. tetapi entah apa yang membuat Peter Pan terasa asing baginya, bahkan mata biru laut itu tampak bukan seperti mata bersinar-sinar yang Wendy kenali.

Alih-alih bicara, Wendy memilih untuk bungkam selama Peter melayangkannya pulang.

"AHOY!"

"AHOY!!"

Ketibaan sang Ibu dan ayah disambut sorak keras oleh keenam bocah lelaki dekil yang jarang mandi. Salah seorang dari mereka bersin.

"Kau, Curly. Apa ketika masak ingus jorokmu itu muncrat, hah?"

"B-bukan aku yang memasak."

"BOHONG! Lantas, siapa?!" salak Peter menegakkan seluruh bahu yang ada di ruangan.

Wendy ingat bahwa tugas memasak dan menjamu makanan dilakukan oleh si kembar, tetapi kedua bocah paling kecil itu tak menjawab, gemetar lutut mereka.

"Peter, tenanglah. Tidak masalah, aku yakin masakan mereka bersih. Lagi pula, aku yang mengajari mereka memasak waktu itu. Jadi, pelankan suaramu, oke? Jangan terlalu keras pada mereka," Wendy menyela keheningan penuh kelembutan.

Meski tak tampak pada wajah keenam bocah liar, tetapi meregangnya bahu mereka menandakan betapa kelegaan hati merambat pelan-pelan kala Wendy mengucapkan patahan kata yang menenangkan.

"Ayo, kita makan!" Wendy bertepuk tangan girang.

Keenam bocah liar saling lirik dan tersenyum takut-takut.

Wonderland: Tales of The Eight PawnsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang