17 - Yang Hilang di Neverland

23 7 0
                                    

"Wendy."

Sebuah suara berbisik.

"Pst, Wendy."

Wendy membuka matanya terbelalak, Sekejap ia terduduk dan menghadap jendela. Jantungnya berderu, ia kenal betul suara yang berbisik barusan.

Empasan angin tengah malam melayangkan sepasang tirai putih di kamarnya. Tak ada yang tampak, hanya langit malam berbintang dengan lampu-lampu kota yang menyala.

Napas Wendy melambat. Kekecewaan membenak di hatinya. Ia tersenyum kecut.

Benar, mana mungkin Peter kembali.

Segera saja gadis itu beranjak dari ranjang dan bergerak ke arah jendela. Ia kemudian menutupnya, sebelum tiba-tiba saja—

"Hei, jangan ditutup!"

Wendy berbalik penuh kesiap. Ia mematung kaku membelakangi jendela yang masih setengah terbuka. Lalu, dipandanginya sosok yang tengah melayang di kamarnya. Rambut pirang berantakan, iris biru penuh semangat, cengir cerah dan tubuh ramping berbalut busana sulur-daun yang tak berubah sejak dua tahun lalu.

Hey-ho, Peter Pan ada di sini.

"P-Peter?" Wendy menyipitkan mata, memastikan yang dilihatnya bukan khayalan belaka.

Peter menurunkan tubuhnya hingga menyentuh ubin, dan menampilkan senyumannya.

Ada yang sedikit aneh bagi Wendy. Bocah lelaki itu ... tak tampak pancaran gairah pada biru matanya, jiwa kekanakan yang melekat seakan sedang tertidur, dan Wendy tak menemukan semangat yang biasanya dari Peter yang menghampirinya sekarang. Terlebih lagi, di mana Tinkerbell?

"Selamat malam, Wendy Darling," sapa Peter seraya menunduk hormat, melayangkan tangannya seperti sedang melepas topi.

Wendy tersenyum cerah. Tanpa basa-basi, ia menerjang tubuh Peter dan memeluknya erat-erat. Peter Pan terperangah, sementara Wendy yang masih kesenangan meloncat-loncat dalam pelukannya.

Wendy melepas pelukannya dan memekik kegirangan. "Kau benar-benar datang!"

Meriak sekilas kebingungan di wajah Peter. "He-he. Aye!"

Kali ini Wendy yang berkerut kening, masih dengan tawa di bibirnya, ia terheran. "Aye? Dulu kau tak pernah menggunakan kata itu, Pete. Terdengar tua, katamu."

Lagi-lagi Peter hanya terkekeh.

"Bagaimana kau bisa kemari? Apa kau mendengar suaraku?"

"Mm," Peter mengelus dagunya. "—Kau sudah besar ya, Nona Muda—tentu aku ingin mengajakmu berpetualang untuk kedua kalinya."

Wendy tak begitu mendengar ucap kecil di awal kalimat Peter, tetapi kata-kata terakhirnya terdengar kaku. Bahkan, kali pertama Peter bertemu dengannya saja, tengil, bandel, dan semena-mena adalah tiga kata pertama yang ada di benak Wendy. Barangkali ia gugup menemui Wendy kembali.

Wendy tersipu dalam hati.

"Apa kabar Putri Tiger Lily dan para bocah liar (lost boys)? Dan para peri? Dan para putri duyung? Buaya Waktu?" tanya Wendy penuh semangat.

Peter tampak menggaruk kepala. "Yah, kau bisa lihat sendiri asal kau bersedia ke Neverland bersamaku." Ia kembali menampakkan cengirnya, yang sedikit dipaksakan.

"Baiklah, kalau begitu, biar aku bangunkan Michael dan John dulu, mereka pasti sangat senang melihatmu kembali! Oh, dan kau harus lihat ini." Wendy berderap ke rak-rak buku kecil dan menunjukkan Peter buku polos besar dengan nama Peter Pan terukir di sampul depannya. "Michael dan John menghadiahkanku ini. Sangat hebat, bukan?"

Wonderland: Tales of The Eight PawnsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang