20 - Semua Benar-Benar Salah di Neverland

18 6 0
                                    

Wendy si gadis kota terisak sesunggukan, menahan tangisnya agar tak terdengar keras. Ia berlari keluar menjauh dari markas bawah tanah, mengarungi hutan tropis yang meninggalkan aroma lembap musim dingin, melewati tiap pohon hingga ia dapat menyaksikan sebulat penuh bulan yang selalulah purnama bersama taburan bintangnya yang redup akibat awan bersalju.

Wendy keluar hutan.

Meski tubuhnya menggigil, ia tetap meneruskan langkahnya menuju pesisir.

Wendy ingin memandang laut, membiarkan dirinya diselimuti keheningan. Menempatkan dirinya dalam kesendirian.

Saat ini, kekosongan lebih baik ketimbang kehadiran yang mengganggu.

Wendy tiba di pesisir. Pasir pantai yang meninggalkan gradasi rumput hijau mulai menggelitik kakinya, angin laut berdebur menyapa helaian rambut cokelat gadis yang masih bersedih itu.

Mendekap tubuh, Wendy berdiri mengadang laut lepas.

Ia kemudian menenangkan diri. Ternyata debur ombak tak membantunya menemukan akar masalah di Neverland.

Lalu tawa lepas para perompak terdengar samar-samar, mengisi telinganya. Lalu ketukan berirama dari kayu-kayu tampak menemani cahaya pada kapal di sisi lain pesisir. Nyanyian khas bajak laut terdengar. Para penghuni The Jolly Roger tampak sedang berpesta. Wendy mencari-cari keberadaan Kapten Hook, ia takut pria jelek itu masih berkeliaran di tanah Neverland dan menemukan dirinya lagi.

Tetapi kemudian Wendy melihat Tuan Smee menyodorkan bir ke udara. "The Jolly Roger!" pekiknya, lalu diikuti sorak yang sama oleh para awak. Mereka tertawa-tawa selepasnya. Wendy tidak menemukan Hook. Lalu timbul segenap dorongan yang menggerakkan kakinya mendekati kapal yang pernah dikuasai Peter pada suatu waktu.

Wendy mengendap tentu saja. Berharap ia menemukan petunjuk mengenai Neverland yang kini tersesat.

Cahaya kian jelas, lalu dilihatnya Hook duduk bersila dengan tangan bersedekap, memandang para awaknya yang menari-nari sempoyongan karena mabuk. Hook tidak minum, sebab ia hanya tertawa-tawa kecil menyaksikan segerombol pria di depannya saling bertingkah bodoh.

"Awas! Peter Pan di sebelah kanan kalian!" teriak Hook.

Para awak buyar dan mengeluarkan senjata mereka, banyak yang terbalik.

"Peter menyerang!!! AAAAA!!! Tidak, Blindeye! Perutmu tertusuk!!"

Lalu beberapa awak berteriak bagai wanita, sementara sang perompak buta mengerang dan memegangi perutnya lalu tumbang seperti orang mati. Hook tertawa puas, diikuti Smee yang baru setengah mabuk. Wendy ikut tertawa dari atas batu.

"Ibu."

Wendy terkejut dan segera membalikkan tubuhnya. "T-Tootles?!"

"Maaf mengejutkanmu. Aku sengaja menyelinap dari markas pohon. Aku ingin menemuimu."

Wendy tertegun sejenak.

"Aku minta maaf Peter memperlakukanmu seperti tadi. Kau tak apa?"

"Oh, jangan meminta maaf, itu bukan salahmu, Tootles. Lagi pula ... yah, aku tak apa." Wendy memaksakan diri tersenyum.

Tootles menghela napas. "Aku tak bisa tidur karena dengkuran Peter. Peter tak pernah mendengkur sekeras itu sebelumnya," ungkap Tootles setengah berbisik pada Wendy. "Ia juga tak pernah menyuruh-nyuruh kami. Peter selalu memimpin dan bekerja sama dengan kami, bukan memperbudak kami. Setiap malam ia selalu menggantikanmu mendongeng, Ibu. Meski dongengnya itu-itu saja, tetapi kami semua termasuk dirinya dapat tertidur nyenyak hingga pagi tiba. Jika esok akan bertempur dengan Hook, malam ini pasti kami diajaknya ke hutan dan beradu senjata di sana, masalah menang atau kalah, bukan jadi soal bagi Peter. Ia bilang, lakukanlah karena kalian ingin bersenang-senang. Dan biasanya, pertempuran akan dimenangkan oleh kami. Meski sesekali, Hook yang menang." Tootles tersenyum seolah-olah Peter Pan jauh darinya. "Aku merindukannya. Hampir-hampir aku percaya bahwa Peter yang kami hadapi sekarang adalah orang lain." Ia lalu tertawa pahit.

Wendy terdiam dan memandang Tootles lama. Ia juga merasakan hal yang sama. "Apa yang sebenarnya sedang terjadi, Tootles? Ada apa dengan Peter dan Neverland?"

Tootles memandang Wendy kecewa. "Kuharap aku tahu."

"Sejak kapan hal ini terjadi?"

"Beberapa hari sebelum kau kemari." Tootles terdiam sejenak. "Sejak ia pulang ke markas tanpa Tinkerbell. Lalu setelah saat itu, Neverland dilanda musim dingin dan kami bahkan belum pernah bertarung lagi dengan para bajak laut."

Wendy menyimak sebaik mungkin. "Dan ... sungguhkah Tinkerbell dibunuh oleh Hook?"

Tootles tampak berpikir. "Sejak pernyataanmu soal Hook mencari Tinkerbell ... aku jadi tidak yakin." Ia berjeda. "Peter pasti menyembunyikan sesuatu."

***

Jauh di kedalaman pohon istana peri, sang raja disibukkan oleh berita kematian Tinkerbell.

Tinkerbell ... telah tiada, Paduka.

Ucapan Wendy terngiang dalam kepalanya. Sang raja terdiam kebingungan. Hingga ia masuk ke pohon kerajaan bersama para petinggi hutan pun, ia masih terdiam.

"Rootseve, apakah kau sudah mengetahui berita yang disampaikan oleh Ibunda Wendy terkait kematian salah satu keluarga kita, Tinkerbell?"

"Maafkan saya, Paduka. Saya belum mengetahuinya."

"Jika kita saja belum mengetahuinya, mustahil orang lain mengetahuinya lebih dulu. Satu-satunya cara untuk memmastikan adalah menuju Akar Cahaya," ujar sang raja.

Mereka lalu terbang menuju sebuah jurang besar di mana akar pohon kerajaan saling membelit dan menyimpan cahaya setiap peri yang hidup, cahaya-cahaya kecil yang terbawa sejak mereka lahir, dan akan meredup dengan sendirinya ketika peri pemiliknya sudah tak lagi bernyawa.

Seorang peri penjaga membungkuk kala raja dan segenap jajarannya melintas.

"Bawa aku menuju cahaya Tinkerbell," titahnya.

Mereka pun segera dipersilakan untuk menaiki sebuah papan kayu dengan kayu pegangan pada tiap sisinya. Segenap jajaran pimpinan kerajaan melayang dan meletakkan jemari mungil mereka pada gagang, kemudian sang penjaga menggerakkan tuas dan papan itu pun berjalan di bawah kemudinya.

Melalui binaran cahaya dengan warna yang beragam yang mencerminkan tiap-tiap pribadi para peri, sang raja memperhatikan satu per satu. Kemudian ia melihat satu cahaya redup, lalu gelap. Bersamaan dengan hilangnya sinar, kristal seukuran ruas jari peri tampak. Benda itulah yang memancarkan cahaya kehidupan peri. Lalu kristal kosong itu terjatuh ke dasar membersamai kristal-kristal lain yang sudah tak bercahaya. Seorang peri telah mati.

Seisi kereta kayu menyentuh jantung mereka dan menunduk. "Damailah engkau bersama cahaya."

Sang raja memperhatikan ukiran di atas lubang kristal yang jatuh tadi, ukiran beraksara peri yang kini tanpa kristal cahaya. Itu bukan nama Tinkerbell.

Sang penjaga terus menggerakkan kereta menuju deret aksara yang dimulai dengan huruf T. Lalu mereka menemukannya. "Kristal kehidupan Tinkerbell," ujar sang pelayan mempersilakan.

Semua memperhatikan, dan kristal itu menyala-nyala terang. Memancarkan bias warna hijau, emas, dan keunguan.

Semua jajaran pimpinan dalam kereta itu saling toleh. Tinkerbell masih hidup.

Sang raja mengelus janggutnya berpikir dalam-dalam, kedua alis putih miliknya bertaut penuh curiga. "Ada yang benar-benar salah di Neverland."

***

Wonderland: Tales of The Eight PawnsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang