"Hari sudah larut, Tootles," ujar Wendy. "Tidakkah kau ingin kembali ke markas?"
Tootles menekurkan kepala sesaat. "Kurasa aku takkan bisa tidur lagi. Bagaimana denganmu, Ibu? Kau ingin kuantar menuju markas?"
Wendy menggeleng. "Aku takkan kembali selama Peter belum meminta maaf."
Tootles tertawa.
Wendy ikut tertawa.
"Oh, aku punya ide!" ujar Tootles sembar menaikkan jari telunjuknya. "Ini akan menjadi kegiatan yang asyik!" Tootles tertawa sendiri.
"Beri tahu aku, Tootles. Apa idemu?"
Tootles memandang kapal The Jolly Roger yang ramai, lalu mulai berbisik kepada Wendy, "Kita akan menyelinap ke kapal Hook dan menonton keseruan mereka lewat celah lantai dek dari lantai bawah."
Wendy mengerutkan kening, "Rasanya itu bukan ide baik."
"Itu ide asyik!"
"Kalau tidak ketahuan."
"Kalau begitu, jangan ketahuan."
Wendy masih memandang Tootles tidak percaya.
Tootles yang tak ingin mendengar perdebatan lagi, segera menarik tangan Wendy dengan semangat, "Ayo, Ibu."
Wendy tidak dapat menolak. Ia menoleh ke belakang untuk mencari sesuatu yang lain yang mungkin membuat Tootles tertarik, tetapi tidak ada. Masalahnya, Wendy tidak mungkin membiarkan Tootles ke Jolly Roger sendirian.
Tidak ada pilihan lain. Wendy mau tidak mau harus turut serta. Tootles berlari mendahului Wendy tanpa suara dan gesit. Wendy sedikit kesulitan menyusulnya.Suara para awak kapal The Jolly Roger makin terdengar. Wendy menoleh ke atas, ke geladak. Tak satu pun menyadari Wendy dan Tootles yang sedang menyelinap.
Tootles tiba di lambung kapal dan menemukan satu jendela yang terbuka. Meski tubuhnya gempal, Tootles dapat dengan mudah memasuki jendela. Tiada suara tubrukan. Tahu-tahu, Tootles sudah menyembulkan kepalanya dari sisi dalam jendela dan mengajak Wendy untuk ikut dengan gerakan tangannya.
Wendy sedikit berlari dan meniru apa yang dilakukan Tootles. Wendy pun masuk ke gudang makanan The Jolly Roger dan menemukan keadaan yang aman, tiada satu pun awak kapal berjaga. Semua sedang berpesta.
Tootles kembali mengambil kendali penyelinapan. Ia berjalan mengendap dan merapat dinding kayu untuk keluar dari gudang, melalui lorong yang bergoyang diayun ombak, lalu menemukan satu ruangan dengan atap kayu bercelah lebar.
Wendy mengikuti ke manapun Tootles bergerak. Ketika ia menemukan titik pilihan Tootles. Ia juga melihat celah di langit-langit ruangan itu. Rupanya itu bukan langit,-langit, melainkan sepasang pintu persegi yang menjadi akses antara geladak dan lantai di bawahnya, sebab Wendy melihat tangga yang menjulur dari pintu tersebut.
Tootles mulai memperhatikan celah di antara dua daun pintu persegi dan mendapati kaki-kaki para awak kapal di geladak tengah berjalan sempoyongan. Wendy turut mengikuti di sisinya. Suara para bajak laut itu makin jelas terdengar, serak dan kasar. Beberapa dari mereka terjatuh karena tertawa, yang lain ada yang tertidur sembarang. Tersungkur di lantai kayu, telungkup di tong-tong kayu. Lalu suara paling menggelegar terdengar.
"Peter Pan menukik tinggi! Aku menyusul dengan kaki-kaki tuaku!" suara Hook.
Para awak tertawa. Tootles turut tertawa mendengarnya.
Wendy melihat melalui celah, tampaklah Kapten Hook tengah duduk bersila di panggung haluan, ia bisa dilihat semua awak karena berada di titik yang lebih tinggi dari yang lain.
"Aku dan Peter bertarung hebat di tiang pantau!" ujar Hook, tanpa bergerak. Hanya menggiring tangannya ke sana kemari seperti bocah bermain pesawat-pesawatan. "Oh, lihat! Twins muncul dari sisi tak terduga dan mengincarmu, Pimples!"
Seorang bajak laut dengan jerawat-jerawat di wajahnya, segera terkejut dan waspada ke kanan-kiri dengan bodohnya.
Tootles tertawa lebih keras. Wendy turut terhibur melihat tingkah bodoh mereka.
"Smee! Tootles mengejarmu!" pekik Hook lagi.
Tootles terkejut, lebih seperti tersipu. "Dia tahu namaku?" bisiknya kepada diri sendiri.
Tuan Smee berlari mengelilingi geladak, mengundang tawa dari semua awak. Kakek tua itu lama kelamaan terlihat lelah. "Kapten, aku lelah berlari!"
"Terus berlari! Kau mau kalah dengan bocah gempal yang lebih kecil darimu?!" teriak Hook jenaka.
Tootles tergelak mendengarnya. Ia kegelian melihat Tuan Smee yang sudah tua itu berkeringat dan megap-megap. Tootles memegangi perutnya masih tertawa, lalu berjalan termundur dan hilang keseimbangan. Bocah itu terjatuh dan bobot tubuhnya menggeser sebuah tuas di belakangnya.
Serta-merta pintu yang menjadi tempat Wendy dan Tootles mengintip menjeblak terbuka.
Wendy terkejut bukan alang kepalang.
Tootles terkesiap, tawanya lenyap.
Seluruh kepala awak kapal menoleh ke arah mereka, bahkan Tuan Smee berhenti berlari. Dan yang paling buruk, Kapten Hook melihat keberadaan mereka. Wajah jenakanya berubah dalam sekejap menjadi keterkejutan yang tidak bisa dijelaskan. Ia berdiri dari duduknya, cepat sekali.
"T-Tootles?" Kepalanya kemudian menoleh ke arah Wendy. "Wendy ...?"
Hanya butuh satu hitungan untuk keheningan merebak menjadi sorak-sorai para bajak laut. Dengan ganasnya mereka menyerbu Wendy dan Tootles.
Wendy menjerit, Tootles berteriak.
Namun, sayang. Tiada satu pun kawan mereka mendengarnya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Wonderland: Tales of The Eight Pawns
FantastikTidak semua kisah berjalan sederhana di Dunia Dongeng. Demi akhir bahagia selama-lamanya, aral dan bukit terjal perlu ditempuh. Terlebih ketika Sang Ratu dari negeri bawah tanah Wonderland memanggil delapan nama untuk dijadikan patung pion di halama...