15 Bukan Alex

24 3 0
                                    


15 Bukan Alezx

Benar saja apa yang di rasakan oleh Evans mengenai kegelisahannya, segela macam kemungkinan-kemungkinan kini terbukti

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Benar saja apa yang di rasakan oleh Evans mengenai kegelisahannya, segela macam kemungkinan-kemungkinan kini terbukti. Sebanrnya bukan hanya Evans saja yang merasa was-was namun keluarganya juga sebagai penikmat serta pembaca cerita yang kini menjadi dunia mereka tahu jalan cerita dan berakhir seperti apa.

Sebisa mungkin menghindar namun apa daya semua telah berubah. Alur menjadi kacau balau, tidak terarah seperti ini.

Plakkk

Bugh

Bugh

"Kurang ajar, tidak tahu diri, saya kurang apa sama kamu selama ini," Alex dengam membabi buta menghajar Evans sampai keluar dasar dari mulut serta hidungnya.

Bugh

Bugh

"Brengsek. Bajingan tengik, penghianat."

Grepp

"Hiks.. hiks ayah sudah hiks sudah kasihan hikas evan hiks ayah sudah," Ibnu datang memeluk Evan melindunginya dari serangan sang ayah sambil menangis dan memohon pada ayahnya agar tidak menyakitinya lagi.

"Apa kamu bilang, minggir biar kan ayah bajingan ini," berusaha untuk menarik putrinya namun karena pelukan erat itu tidak terlepas. "Karena dia kamu harus menanggung semuanya ibnu, minggir," bentaknya pada Ibnu.

"Hiks jangan hiks jangan, hiks aku hiks mencintainya hiks jangan ayah," dengan saura parau mengatakan hal itu tentu saja membuat keluarga kaget.

"APA."

"Apa kamu bilang? Jangan becanda dia tidak pantas untukmu, dia tidak sebanding keluarga kita. Dia hanya manusia rendahan tidak tahu diri, perlu ayah ingatkan dia hanya babu disini," ucapnya dengan marah tidak terima dengan apa yang telah putrinya ucapkan itu.

"Jaga bicara anda tuan, tanpa ada kami anda tidak akan jadi apa-apa. Ini bukan salah putra ku, Putrimu itu yang memfitnah putraku," Eddy baru tiba bersama dengan kedua putra melihat putra tengahnya terbaring tak berdaya.

Erwin merebut paksa sang adik dari pelukan Ibnu yang menagis. "Minggir non sebelum saya menggunakan kekerasan," Erwin mengendong tubuh adiknya yang sudah pingsan menuju rumah sakit.

"Perlu tuan alex tahu putri mu sangat licik menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang dia mau," ucap Eddy jengah dengan apa yang telah terjadi dia pikir dirinya tidak tahu yang sudah direncakan perempuan itu. "Jangan sampai menyesel, kau membuang berlian demi seongong batu," melirik sinis ke Arkana yang menangis ketakutan dan segera pergi dari sana.

"Putrimu itu sangat licik dengan obsesinya dan putra kesayangan mu itu tidak selugu yang anda lihat," ucap Ehsan menyusul ayahnya yang sudah keluar menuju rumah sakit.

***

Di rumah sakit Evans sudah ditangai dokter dan memerlukan perawatan intensif untuk hidungnya serta ada giginya yang copot akibat bogeman yang diberikan Alex beberapa jam lalu.

Keluarga sudah berkumpul di dalam ruang rawat Evans, warung tutup untuk beberapa hari kedepan.

"Dari awal kita disini ayah sudah curiga pada Ibnu dilihat dari tatapanya ketika menatap Evans terlihat apalagi tatapan obsesinya itu," Eddy berkata pada istri serta anaknya mengenai pengamatanya selama ini.

Tadi sewaktu mereka belanja untuk kebutuhan warung anak buah alex menyeret dan membawa paksa Evans dan di bawa ke kedimanan Alex.

"Ehsan yakin setelah ini hal-hal tak terduga akan datang, ehsan juga yakin pasti mereka akan menuntut Evans bertanggung jawab," ucap Ehsan.

Ada benarnya juga hal itu. bukan ada benarnya itu pasti dan mereka tidak akan melapaskan begitu saja.

Evans akhirnya sadar dari pingsanya dan merasakan seluruh tubuhnya sakit semua telebih wajahnya, untuk berbicara saja rasanya sulit.

***

Penerimaan rapot bagi siswa hari ini dilaksanakan Eddy datang ke sekolah untuk mengambil rapot kedua putranya. Sedangkan sang istri serta anaknya di rumah sakit, kondisi Evans sendiri sudah membaik meski belum bisa pulang.

Memasuki gedung pertemuan untuk wali kelas dua belas ada beberapa hal yang meski di sampaikan pada para wali sebelum pembagian rapot semester satu.

Kurang lebih satu setengah jam pertemuan wali kelas dua belas di lanjutkan pembagian rapot perkelas. Eddy bangga dengan anak-anaknya nilai memuaskan yang diperoleh, meski bukan juara kelas tidak apa selama masih di atas kkm di atas delapan.

Eddy sendiri maupaun selama menjadi sabari tidak menuntut anak-anaknya untuk mendapatkan nilai sempurna. Karena setiap anak itu punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing

Pertemuan wali kelas dua belas ya tidak jauh-jauh dari ujian, uang pelepasan, tinggalan serta pengumaman lain-lain mengenai perguruan tinggi.

"Kita perlu bicara," Ucap Alex mengentikan langkah Eddy di parkiran rumah sakit.

"Hal apa ya tuan?" tanya Eddy, heran saja tidak seperti Alex yang dirinya kenal. Alex itu angkuh, dingin, tidak peduli apapun respon sang lawan bicara, dan memulai pembicaraan itu perlu dipertanyakan.

"Anakmu dan anakku. Ikut denganku, kita bicara tidak disini," berjalan menjauhi rumah sakit menuju sebrang ada kafe, diikuti Eddy dengan was-was juga sebuah pertanyaan besar bersarang.

Sejak kapan Alex bisa berbicara lembut? Bisanya yang terdengar hanyalah nada datar, dan dingin serta aura yang tidak mengenakkan. Dan aura itu kemana?

Apa jangan-jangan?

Jangan-jangan ini bukan Alex yang sebenarnya, dengan artian ada jiwa lain yang besarang dalam tubuh Alex. Jika iya apa penyebabnya?

Tapi itu tidak mungkin.

Tapi.

"Sekalian makan siang, kau pesan apa?" tanya Alex

Tidak sadar bahwa kini sudah sampai kafe dan duduk di salah satu kursi sudut kafe. Suara itu membuatnya tersentak. "Ah bagaimana tuan?"

"Kau ingin pesan apa sebagai makan siang?"

Mengangguk. "ooohhh, nasi goreng sama jeruk hangat."

"Sebelumnya saya minta maaf dengan apa yang terjadi dua hari lalu," ucap Alex.

"Hah, khekhe anda tidak salah minta maaf pada saya tuan? Seorang Alextian Prayuda Sasmiyantoro meminta maaf dan memulai pembicaraan seperti bukan anda? Jika anda berniat miminta maaf bukan pada saya melainkan putra saya yang sudah sakiti sampai masuk rumah sakit," Eddy masih tidak percaya bahwa di hadapannya ini adalah sosok Alex mantan bos nya, dan melihat bagaiman reaksinya membuat Eddy tersenyum miring.

"Aku tahu nanti aku akan temui anakmu dan keluargamu. Aku minta maaf atas apa yang sudah terjadi selama ini, sering menyakitimu beserta keluargamu maaf, dan maaf atas perbuatan putrid an putraku kalian jadi seperti ini," tutur Alex dengan tulus dapat eddy lihat dari matanya bahwa orang didepannya ini berbicara dengan tulus.

Membuat Eddy tertawa benar-benar tidak habis thingking sama Alex. Ini Bukan Alex yang dikenal dan juga bukan Alex yang dicecritakan dalam novel.

Dalam novel hingga akhir cerita Alex sifat serta sikapnya seperti itu bahkan makin parah apalagi jika anak kesayangnya terluka.

Behhh.

Macam kuda lumping.

"Kau siapa sebenarnya?"

Deg

Ekspresi Alex berubah. "A-alex siapa lagi," jawabnya gugup serta arah pandanganya kemana-mana.

"Tidak. bukan, kau bukan Alex. Jawab jujur siapa kau sebenarnya? Tuan Alex tidak akan meminta maaf, tidak akan memulai pembicaraan kecuali pada putra kesayangnya, apalagi sampai bicara panjang dengan nada lembut."

"Ak-aku Alex."

"Hahaha bohong. Saya tahu anda bukan jiwa tuan Alex, It's ok jika anda ada itikat minta maaf saya terima."

NEOPHYTE (SELESAI Belum Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang