Yo semua.
Semoga kalian suka dengan chapter kali ini.
Oh ya untuk menunggu chapter berikutnya mungkin agak sedikit lama karena ini draft terakhir yang author punya🥲.
Sedang di tahap kehabisan ide sih, jadi mohon di tunggu saja ya.
Baiklah segitu saja dulu.
Happy reading all!!!
-----------------------------------------------------------
-------------------------
----------------------------------------------------------Satu bulan terlewati sejak hari itu.
Solar dan Sopan masih sering bertemu, terkadang saat Solar ada waktu senggang dia menemui Sopan dan bermain bersamanya.
Walau tak bisa Solar pungkiri tubuhnya terasa makin memburuk setiap harinya, namun Solar sendiri hanya bisa menahannya.
Solar tersenyum mendengar untaian cerita yang Sopan keluarkan, dirinya suka ketika mendengar cerita keseharian Sopan.
Terkadang Solar pun membantu Sopan untuk mengerjakan tugasnya, beruntung Sopan sendiri merupakan anak yang pintar jadi Solar senang dapat bertemu dengan seseorang yang bisa dia ajak bertukar pikiran. Walau sejatinya Sopan lebih muda dua tahun di bawahnya namun bukan berarti keduanya tidak bisa membagi pikiran mereka satu sama lain.
Keduanya juga sudah saling menceritakan kisah satu sama lain, karena lambat lain mereka mulai menerka-nerka saat melihat interaksi satu sama lain. Ternyata Sopan juga sama seperti Solar, apalagi seingatnya Sopan saking tidak di anggapnya, jika ingin berkenalan tidak pernah membawa nama marganya. Pantas saja Solar pernah bertanya-tanya kenapa nama Sopan hanya sebatas Sopan Bintang, padahal Solar yakin pasti ada nama marga di belakang nama Sopan, namun sepertinya dia sengaja tidak memperkenalkan dirinya menggunakan nama marga keluarga nya.
Tapi ternyata memang karena hubungan Sopan dan keluarganya sama seperti hubungan Solar dengan keluarganya.
Apalagi baru Solar ketahui fakta bahwa Sopan juga merupakan anak bungsu, sama sepertinya.
Apa nasib mereka semirip itu.
Jika begitu maka Tuhan telah mempertemukan keduanya.
Walau Solar sendiri tidak yakin apa dia bisa hidup lama atau tidak, dengan sakit yang Solar alami saja membuat dia bisa menerka-nerka apa yang mungkin terjadi pada tubuhnya.
Namun Solar memilih untuk tidak terlalu memikirkan hal tersebut.
Kini Solar sedang berada di sekolah, usai membayar habis uang ganti rugi buku perpustakaan. Membuat Solar langsung menghela nafas lega merasa satu beban terangkat dari pundaknya.
Dia berjalan santai ke arah kelas, namun langkahnya seketika terhenti kala sakitnya mulai kembali.
Di mulai dengan badannya yang melemas dengan kepala yang terasa sakit sekali, apalagi Solar merasakan perutnya kembali bergejolak.
Maka dengan langkah tertatih, Solar berjalan menuju kamar mandi sambil bersandaran di tembok karena sungguh, Solar tidak kuat menopang tubuhnya jika tidak melakukan hal itu.
Solar langsung mengunci salah satu bilik kamar mandi, dia kembali muntah.
Dan sama seperti sebelumnya darah lah yang keluar.
Solar mengatur nafasnya yang terasa habis.
Dia menyandarkan punggungnya pada pintu kamar mandi, matanya terasa buram ketika menatap ke sekitar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Do I Have The Right To Be Happy? [ End ]
FanfictionKisah tentang kehidupan Solar yang selalu di acuhkan dan tidak di anggap oleh keluarganya. "Kalianlah yang sudah membunuh jiwaku secara perlahan, selamat kalian telah berhasil membuatku menyerah. Karena aku sudah terlalu lelah akan segalanya." Boboi...