Chapter 52

1.3K 121 70
                                    

Hai semuanya.

Harusnya nih ya di saat mendekati ending author jadi banyak ide buat nulis, tapi kok susah amat nentuin kata-katanya. Berasa buyar semua ide author, padahal mau cepat-cepat di selesaikan 😭😭😭😭

Jadi kalau chapter ini rada gak jelas, mohon maaf ya author sendiri udah pusing nentuin kata-katanya juga wkwkwkwk 😭😭😭

Tapi di satu sisi author tetap berharap kalian menyukai chapter kali ini.

Jangan lupa buat vote dan komennya ya biar author makin semangat.

DIKIT LAGI TAMAT! YOK BISA YOK DI KENCANGIN VOTE NYA!!

Sekian dari author.

Happy reading all!!!!
----------------------------------------------------------
-------------------------
----------------------------------------------------------

Setelah Amato, Mara dan Tok Aba sampai ke rumah sakit tempat Solar di rawat, mereka langsung masuk dan sebelum itu Amato sempat menelpon Halilintar kembali. Untuk menanyakan ruang rawat bagian mana Solar di rawat, setelah Halilintar menyebutkan lokasi ruang rawat Solar ketiganya langsung bergegas kesana.

Mereka langsung saja membuka pintu ruang rawat itu tanpa permisi, yang mengundang rasa terkejut dari semua yang ada di dalam.

"Astaga..." Gempa memegang di bagian dadanya, jantungnya berdetak sangat cepat. Dia sangat terkejut saat tiba-tiba Amato tadi menggebrak pintu ruang rawat tersebut hingga menimbulkan suara yang cukup besar, bahkan Ice saja sampai terlonjak dari tidurnya.

Dan berakhir kepala Ice dan Blaze saling membentur satu sama lain.

"Dimana Solar..." kata Amato sambil mengatur nafasnya yang terasa habis, mereka tadi segera berlari ke sini setelah Halilintar memberitahu kan lokasi ruang rawat Solar.

"Ayah kalau buka pintu santai dong, terkejut kami semua di sini. Apalagi ini kepalaku sampai terbentur dengan Ice." gerutu Blaze sambil mengusap keningnya yang terasa sakit, begitu juga dengan Ice.

"Ya maaf gak sengaja." ujar Amato yang kini berjalan masuk dengan santai.

"Solar!" pekik Mara sambil berlari menuju ranjang yang Solar tempati, Gempa langsung saja berdiri dan membiarkan sang Ibu yang kini berada di sisi adiknya.

"Solar....anakku...." Dengan suara serak Mara berujar, dia mengelus dengan lembut pipi Solar yang terlihat sangat kurus.

Mara rasanya ingin menangis melihat betapa kurusnya tubuh Solar, selama ini dia kemana saja hingga tak memperhatikan gizi anaknya sendiri.

"Solar...bangun ya nak...Mama sudah di sini...Mama akan memelukmu Solar jika kau bangun, Mama akan memelukmu seerat yang kau mau. Tapi Mama mohon jangan tinggalkan Mama ya nak, jangan tinggalkan Mama...." ujar Mara dengan lirih yang kini di sertai air mata yang mengalir begitu deras membanjiri pipinya.

Dia menggenggam tangan Solar membawanya untuk dia kecup, membiarkan air matanya jatuh mengenai tangan milik Solar.

Sedangkan yang lain hanya bisa menatap dalam diam, mereka juga ikut menangis mendengar perkataan Mara. Apalagi Tok Aba dia benar-benar sangat menyesali perbuatannya selama ini pada Solar.

Thorn sendiri yang sudah terlihat banjir air mata dari tadi, posisi ranjangnya yang bersebalahan dengan ranjang Solar membuatnya bisa melihat jelas bagaimana derasnya air mata yang Mara keluarkan. Membuat Thorn jadi tak bisa menahan tangisannya, melihat sang Ibu menangis seperti itu turut membuat Thorn ikut menangis.

Do I Have The Right To Be Happy? [ End ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang