Author update lagi.
Kali ini pendek saja karena author sedang kehabisan ide🥲.
Jika author lama update mohon di maklumi ya soalnya di real life juga author sibuk banget, jadi belum sempat nulis kelanjutannya.
Apalagi ini draft terakhir yang author punya hehe jadi mungkin bakalan nunggu lebih lama😁.
Tapi author berharap kalian masih mau menunggu dan selalu vote dan komen di cerita ini.
Segini dulu bacotan author.
Sampai jumpa di chapter berikutnya.
Happy reading yeorobun!!!
----------------------------------------------------------
-------------------------
----------------------------------------------------------"Kak...Kak Solar....apa Kakak baik-baik saja." Solar sedikit tersentak kaget mendengar suara itu, lantas dia langsung menoleh ke arah Sopan yang sedari tadi menatapnya khawatir.
Ah tanpa sengaja Solar melamun di depan Sopan.
"Kakak baik-baik saja?" tanya Sopan memandang Solar khawatir, dia menggenggam tangan Solar membuat Solar lantas tersenyum.
"Aku tidak masalah, maaf akhir-akhir ini aku sedang banyak pikiran." kata Solar menyesal, Sopan menggeleng.
"Tidak apa Kak, asalkan kau baik-baik saja itu sudah lebih dari cukup." ujar Sopan dan Solar hanya dapat tersenyum menanggapinya.
Karena sejujurnya dia sendiri tidak yakin apakah kondisi tubuhnya yang akhir-akhir ini sering sekali mimisan dan muntah darah bisa di katakan baik-baik saja.
Sudah dua minggu berlalu sejak kejadian itu, dan sudah selama itu lah pandangan Solar selalu kosong jika berada di manapun. Dulu juga kosong tapi sekarang seperti tidak terlihat tanda-tanda kehidupan di mata Solar. Sepertinya hanya di depan Sopan saja baru lah tatapan Solar terlihat lebih hidup.
Solar tersenyum tipis, setidaknya dia tidak sendirian di dunia ini. Tuhan sudah berbaik hati mengirimkan Sopan untuknya, dan Solar bersyukur karena setidaknya saat bersama Sopan beban Solar terasa terangkat. Andaikan saja mereka bisa hidup bersama pasti jauh lebih bagus.
Solar memandang langit dengan sendu, dan Sopan ikut memandang langit. Keheningan melanda keduanya karena tidak ada satupun yang berbicara.
Hingga akhirnya Solar memecah keheningan, "Sopan..." panggil Solar yang lantas membuat Sopan menatap ke arah Solar, menunggu kalimat selanjutnya yang akan Solar lontarkan.
"Andaikan saja kita bisa tinggal bersama, pasti itu akan sangat bagus bukan." ujar Solar sambil tersenyum lebar menatap Sopan yang sedikit terkejut. Namun Sopan juga ikut tersenyum dan mengangguk, dia setuju dengan ucapan Solar.
Andaikan saja Sopan bisa hidup bersama dengan Solar pasti dia tidak perlu terus berusaha memenuhi ekspektasi orang tuanya, yang entah kenapa hanya Sopan sendiri yang tak bisa meraihnya. Sedangkan kelima kakaknya bisa, mengingat hal itu Sopan hanya sedikit terkekeh miris.
Sama seperti Solar yang di benci oleh keluarganya maka Sopan juga, dan dia juga harus ikut memenuhi ekspektasi orang tuanya yang terlalu tinggi padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Do I Have The Right To Be Happy? [ End ]
FanfictionKisah tentang kehidupan Solar yang selalu di acuhkan dan tidak di anggap oleh keluarganya. "Kalianlah yang sudah membunuh jiwaku secara perlahan, selamat kalian telah berhasil membuatku menyerah. Karena aku sudah terlalu lelah akan segalanya." Boboi...