Levitra tertawa cekikikan saat abangnya baru saja keluar dari kamar dengan langkah tergopoh-gopoh.
"Ma, papa udah berangkat?" tanya Arsya dengan nada yang setengah berteriak.
Anjani yang tengah membasuh tangannya mengganggukkan kepalanya pelan. "Udah!" balasnya tidak kalah berteriak tanpa menolehkan kepalanya ke arah sang putra.
Arsya memukul dahinya pelan. "Mampus potong gaji," ucapnya panik. "Ma, Arsya berangkat dulu," pamitnya lalu berlari ke arah luar dengan cepat. Bagaimanapun caranya ia tidak boleh telat dataang ke kantor atau gajinya akan terpotong dalam jumlah besar.
Setelah kepergian Arsya, sang adik masih juga tidak berhenti tertawa dari sudut dapur sana. Melihat itu membuat Anjani mengernyitkan dahinya heran.
"Setan mana?" tanya Anjani dengan tatapan menyelidik.
Levitra seketika menghentikan tawanya, kemudian menatap Anjani dengan jari telunjuknya yang menggosok bagian bawah hidung seraya memasang ekspresi wajah binggung.
"Setan? Apa itu setan?" tanya Levitra dengan sangat polosnya. Saking polosnya ingin sekali rasanya sang mama memutar kepalanya dan hanya menatap rambutnya saja. Tetapi, tidak bisa. Karena gadis itu anaknya, coba saja kalau anak orang lain. Sudah dipastikan ia tidak akan melihat wajah mengesalkan itu di matanya lagi.
"Kamu setan," jelas Anjani dengan lembutnya.
Levitra seketika membulatkan kedua matanya. "Mama! Lev bilangin papa, ya, mama bilang Lev setan. Orang bentuk Lev sudah semanusia-manusianya," dengusnya kesal.
"Tadi kamu ketawa enggak jelas, udah pasti kuntilanak pohon mangga yang masuk tadi," omel Anjani.
Tarikan nafas Levitra lakukan secara berulang kali. "Ma, jelas-jelas mama yang sering kerasukan kuntilanak depan. Kenapa sekarang nyalahin Lev."
"Heh! Kamu, ya!" Sembur Anjani dengan mata yang melotot.
"Nah, masuk, kan?" sahut Levitra.
"Lev!" pekik Anjani kencang saat melihat anaknya sudah berlari menjauh meninggalkannya.
"Oh, setan. Kenapa engkau merasukinya di saat papa dan abang tidak ada di rumah," gumam Levitra seraya berusaha berlari menjauh dari sang mama yang tengah mengejarnya dari arah belakang.
"Lev, awas kamu, ya!" geram Anjani.
"Iya, iya, ini udah awas kok," sahut Levitra tanpa menoleh ke arah belakang, ia terus saja berlari secara berliku-liku tergantung arah yang ia lalui.
"Anaknya si kenzie memang suka membuat darah tinggi," gerutu Anjani kesal dan segera duduk di atas sofa, sungguh di usianya yang masih muda ini tubuhnya jadi lebih cepat letih.
Hemh, biarkan anaknya si Kenzie itu berlari sejauh mungkin sampai ia capek sendiri. Lebih baik ia duduk bersantai sembari menonton TV bukan?
Ya, ya, dirinya cukup bijak memang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Levitra
Teen FictionIni adalah cerita tentang keluarga birawa dengan versi yang berbeda dan juga alur cerita yang berbeda. tapi tokohnya tetap sama. *** Memiliki sosok Levitra di dalam sebuah keluarga memang sangat memusingkan. Ada saja tingkah yang dilakukan oleh gadi...