Arkan semakin mempererat belitan tangannya di perut gadis di depannya. Angin berhembus membuat tubuhnya menggigil, ia bergeser ke depan mendesak gadis karena menginginkan kehangatan.
Arkan membuka mata perlahan, hal pertama yang ia lihat adalah bahu telanjang Zanna yang bergerak seirama dengan nafas teratur gadis itu. Ia mengedarkan pandangan ke sekitar ruangan tamu yang gelap, dari jendela kaca Arkan dapat mengetahui bahwa hari sudah malam. Ia mengintip dari balik bahu kecil itu, mata Zanna masih terpejam, bibirnya sedikit terbuka, begitu manis. Penampilan kontras antara tubuh seksi yang menggoda berpadu dengan wajah tertidur gadis itu yang polos membuat percikan gairah merambat ke seluruh tubuhnya.
Setelah Arkan menuntaskan hasratnya untuk menyentuh gadis itu usai, begitu ia melepaskannya, Zanna langsung terkulai lemas berbaring di atas sofa. Melihat mata Zanna yang berat hendak meredup, Arkan awalnya menyarankan gadis itu untuk tidur di kamar saja akan tetapi dia bersungut-sungut membalik tubuhnya membelakangi Arkan sebagai bentuk penolakan. Bagaimanapun Arkan membujuk gadis itu tetap menolak hingga Arkan menyerah, ia membawa selimut yang sebelumnya dia ambil dari lemari kamar tamu kemudian menyelimuti tubuh mungil itu membiarkan adik manisnya terlelap.
Melihat tubuh mungil yang berbaring meringkuk, Arkan tak bisa menahan godaan untuk memeluk Zanna, ia mangambil tempat di belakang gadis itu, menyelimuti tubuh mereka berdua. Ia memeluk Zanna menghirup dalam-dalam leher belakang gadis itu. Sofa yang sempit membuat mereka terpaksa berdesakan, bila Arkan merubah posisi telentang otomatis ia akan terjatuh ke lantai.
Hati-hati Arkan turun dari sofa. Akibat pergerakannya, Zanna menggeliat merasa terusik, gadis itu merubah posisinya menjadi telentang dan menggeliat serta bergumam tidak jelas, seketika Arkan langsung membungkuk mengusap kepala Zanna menina bobokkannya. Ketika Zanna kembali nyenyak, ia menghadiahkan kecupan kecil di pelipis gadis itu sebelum kemudian menegakkan tubuhnya kembali.
Selimut merosot memperlihatkan payudara gadis itu karena ia masih telanjang bulat. Arkan menarik selimut yang telah sampai ke pinggang hingga sebatas leher gadis itu. Kemudian Arkan bergerak mengenakan celananya kembali tanpa suara. Setelahnya, Arkan meninggalkan ruang tamu yang senyap dan damai tersebut.
Ketika Arkan kembali ke ruang tamu sambil membawa nampan penuh makanan di tangannya. Zanna masih tertidur di posisi yang sama, matanya terpejam rapat dan dadanya naik turun tampak teratur pertanda bahwa ia begitu kelelahan hingga tidurnya sangatlah nyenyak.
Arkan sendiri sudah makan malam di meja makan sendirian. Memakan masakan yang sebelumnya dia buat. Beruntung mereka tadi siang sempat berbelanja bahan masakan. Sering hanya berdua di rumah dengan Zanna tanpa pembantu dan juga karena Arabella dan Revan jarang di rumah membuatnya terbiasa membuat sarapan dan memasak sendiri menu makan malam mereka.
Arkan meletakkan nampan di meja dekat sofa dan kembali menatap Zanna. Gadis itu kelelahan dan perutnya harus di isi guna memulihkan tenaganya.
Arkan mengguncang pundak Zanna. "Bangun sayang, kamu harus makan" ia membungkuk membisikkan kalimat itu untuk membangunkan gadis itu.
Usahanya berhasil dan mata Zanna yang indah itu terbuka langsung menatap wajah Arkan yang dekat dengannya.
"Kakak bawain makanan" Arkan mengedikkan dagunya ke arah nampan penuh makanan di meja sebelah sofa. "Makan dulu"
Zanna berusaha bangkit untuk duduk dan langsung mencengkram selimutnya yang hampir melorot. Mata Zanna melirik ke arah makanan yang tersaji. Menu buatan kakaknya nampak sangat menarik, semangkuk ayam mentega, dan sepiring nasi hangat, dan juga capcay yang terlihat begitu segar dan menggugah selera, tak hanya itu Arkan juga menyiapkan lemon tea yang mengepul dan harum karena uapnya membelai indra penciumannya.
"Sayang, makan" ujar Arkan tenang. Zanna menurut dengan mengangkat nampan itu ke atas pahanya, Arkan tersenyum senang.
Arkan duduk di sofa seberang Zanna, memperhatikan gadis itu yang melahap makanannya dengan cepat, memasukkan satu-persatu makanan yang tersaji ke dalam mulut mungilnya yang dengan ajaib mampu melahap semuanya tanpa kesulitan.
"Besok pagi kakak harus berangkat ke Bandung" ucap Arkan.
Zanna menghentikan kunyahannya lalu mendongak menatap Arkan yang juga menatapnya balik, raut kakaknya nampak serius. Mulutnya berbentuk huruf 'o' karena tak tau harus menjawab apa.
"Ada masalah di kantor cabang, mau gak mau kakak harus ke sana" Arkan menautkan alis tak suka karena Zanna kembali memakan makanannya seolah tak peduli. "Gak papa kan kakak tinggal. Lumayan lama mungkin tiga hari" sambungnya.
"Gak papa kak" balas Zanna. Toh ia sudah terbiasa tinggal di rumah sendirian ketika orang tua dan kakaknya pergi untuk waktu yang cukup lama. Awalnya ia merasa kesepian tapi lama-kelamaan ia sudah merasa biasa saja.
Ekspresi Arkan kaku, dulu Zanna akan merengek tak mau ditinggal sendiri tetapi sekarang gadis itu sudah tak masalah sendiri di rumah. Arkan paham bahwa tindakannya yang menjaga jarak dengan pergi ke Bandung sebagai alasannya yang terdengar dibuat-buat padahal tentu saja ia bisa mengurus kantor cabang tanpa harus turun langsung kesana rupanya membuat Zanna terbiasa.
"Apa besok gak masuk sekolah dulu?" tanya Arkan.
"Buat apa?" bingung Zanna.
"Kamu berangkat ke Bandung bareng kakak" jawabnya.
Zanna meneguk lemon tea yang terasa hangat di tenggorokan hingga tandas kemudian kembali meletakkan gelas itu di atas nampan. "Kayaknya...aku di sini aja...aku juga masih cape abis pulang tour" ucapnya hati-hati takut menyinggung niat baik kakaknya.
Arkan mengangguk tak mau memaksa gadis itu.
To be continue
KAMU SEDANG MEMBACA
INSANE MAN
RomansaPria yang sudah Zanna anggap sebagai pelindungnya, kakaknya, memiliki sisi tegas tapi juga lembut, perlahan mulai gila sejak ciuman pertama mereka. Seharusnya ciuman itu tidak pernah ada karena mengakibatkan hubungan keduanya menjadi rumit. Arkan t...