20 : I'm Good Without You (Part 02)

134 11 0
                                    

Inspired by Tate McRae - I'm so gone, and several incidents in relationships from my friends' stories.

oOo

Malam harinya, Margaret kembali berkutat dengan buku-bukunya. Ia kembali meninjau puisi-puisi yang sudah ia, Sofie dan Harry kumpulkan. Margaret mencoba mengulas beberapa puisi dari semua puisi yang mereka kumpulkan dan menentukan tiga puisi pilihannya. Lusa, akan mereka bahas tiga puisi pilihan masing-masing itu dalam pertemuan kelompok dan baru akan mereka tentukan puisi mana yang akan mereka ulas sebagai tugas kelompok mereka.

Seperti tadi, saat ia tengah sibuk mengerjakan tugasnya, notifikasi dari Instagram kembali menggangunya. Ia melirik sekilas akun siapa yang kembali mengirimkan DM padanya dan ya-itu mantannya lagi.

Margaret heran, apakah memang sekarang Jay menyesal memutuskannya atau memang seperti kata Sofie tadi, pemuda itu sedang menjadikannya pelampiasan saja.

Margaret heran, apakah memang sekarang Jay menyesal memutuskannya atau memang seperti kata Sofie tadi, pemuda itu sedang menjadikannya pelampiasan saja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Margaret hanya membaca pesan tersebut dan menyeringai kecil, "sudah tahu mengganggu tapi masih terus mengirim pesan. Apa dia benar-benar bodoh?"

Margaret menatap layar ponselnya dengan tatapan lelah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Margaret menatap layar ponselnya dengan tatapan lelah. Apa Jay tidak merasakan kalau Margaret malas meladeninya? Kenapa pemuda itu terus-menerus mengirimkan pesan?

Margaret akui, gambar yang dikirimkan oleh Jay cukup bagus. Hanya saja ya, mungkin akan sedikit lebih bagus kalau angle pengambilan gambarnya lebih profesional. Margaret sendiri juga bukan juru foto yang baik, hanya saja Harry adalah salah satu juru foto terbaik di Jurusan mereka. Pemuda itu selalu tahu cara mengambil foto yang baik dan Margaret mengakuinya dari hasil foto-foto yang telah diambil pemuda itu.

 Pemuda itu selalu tahu cara mengambil foto yang baik dan Margaret mengakuinya dari hasil foto-foto yang telah diambil pemuda itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Oke! Cukup! Margaret mulai kesal. Kali ini tanpa pikir panjang lebar, Margaret langsung memblokir akun tersebut dan kemudian menarik napas panjang. Ia berulang kali mengatakan pada dirinya sendiri bahwa apa yang ia lakukan sudah benar. Lagipula untuk apa meladeni mantan yang hanya datang ketika bosan.

"Dia kira aku akan luluh dengan dia panggil sayang? Maaf saja. Aku sudah move on!" ucap Margaret.

Gadis itu menatap akun Instagramnya dan mulai mengubah setelan akun dari publik menjadi privasi. Setidaknya dengan begini, jika Jay tidak bisa lagi menjadi stalker akun sosialnya.

"Aku benar-benar berdoa semoga dia benar-benar berhenti mengganggu. Demi Tuhan, mantanmu banyak selain aku. Ganggu mereka saja! Aku sudah begitu tenang dengan hidupku. Jangan ganggu lagi."

Dua hari kemudian, Margaret sedang berkumpul bersama Harry dan Sofie untuk membahas tugas kelompok mereka. Kali ini mereka membahasnya di sebuah kafe jadi meja mereka tak hanya penuh dengan buku, tapi juga minuman dan makanan.

"Ya, aku setuju. Kurasa puisi yang ini lebih baik." Sofie mengangguk mendengar penjelasan Harry.

Margaret mengangguk singkat tanda ia juga setuju. Menurutnya, puisi pilihan Harry cukup bagus dan tidak terlalu sulit untuk mereka olah dalam esai. Penjelasan Harry juga cukup bagus walau sedikit perlu dikoreksi oleh Sofie dan Margaret.

"Serius? Puisi ini? Pilihanku? Kalian jangan bercanda. Nilai kita dipertaruhkan di sini. Ayo, sanggah aku. Bantah pendapatku!" Harry menatap dua gadis itu dengan tatapan memelas.

"Kenapa? Kau harus percaya diri, kawan. Pilihanmu bagus. Alasannya juga jelas. Aku yakin, kita bisa menjadikan puisi ini sebagai bahan esai yang bagus. Lagipula, kau takkan mungkin memilih sembarang puisi tanpa pikir panjang, 'kan?" ucap Margaret.

Harry menatap Sofie seolah mengharapkan gadis itu mendebatnya. "Jangan tatap aku. Aku setuju dengan Margie. Sudah, puisi itu saja. Jangan banyak tingkah. Harusnya kau senang hari ini aku tidak mencari masalah denganmu. Aku mendukungmu," ucap Sofie tak sesuai dengan harapan Harry.

"Ayolah, aku terbiasa berdebat denganmu. Jangan buat aku jantungan karena kau tiba-tiba mengatakan iya pada pendapatku." Harry menolak.

Sofie menatapnya aneh, "kau gila, ya? Kemarin marah-marah karena pendapatnya kubantah, sekarang saat aku setuju kau juga tidak senang. Sebenarnya kau ada masalah apa sih?"

Harry mengusap wajahnya frustasi, "astaga! Aku tidak percaya ini. Ayolah, aku tidak terbiasa dengan peran ini. Aku terbiasa dibantah sampai akhirnya aku hanya akan mengiyakan semua keputusan. Aku tidak terbiasa menjadi sumber keputusan atau bahkan sumber ide. Ayolah! Rasanya menggelikan. Aku tidak menyukainya!"

Margaret tertawa kecil, "nah, sekarang kau merasakan apa yang kurasakan. Nikmati itu."

"Margaret!" Harry merengek mendengar perkataan Margaret sementara Sofie tertawa puas.

"Margie?"

Ketiganya menoleh dan mendapati seorang pemuda jangkung tengah berdiri di depan mereka. Dia, Sebastian.

"Oh, Sebastian! Ada apa?" tanya Margaret.

Sebastian menatap gadis itu agak ragu, "aku ada perlu denganmu. Kau ada waktu?"

Margaret menatap Harry dan Sofie sejenak, "pergi saja. Kita sudah punya bahan untuk esai kita. Aku juga ingin pergi ke Mall." Sofie berucap sembari mengemasi barang-barangnya. Melihat itu, Margaret pun mengangguk dan mengikuti Sebastian.

"Seingatku Sebastian temannya Jay." Harry tiba-tiba berucap membuat Sofie menatapnya aneh. "Lalu? Memangnya temannya Sebastian hanya Jay? Temannya banyak kok. Margaret salah satunya," ucap Sofie.

"Margaret berteman dengan Sebastian karena dulu Jay berpacaran dengan Margaret. Mau tidak mau mereka berteman."

"Menurutku Sebastian tidak seperti Jay. Ya, walau dia terlihat lebih pemalas daripada Jay. Aku bahkan ragu dia lulus banyak mata kuliah, tapi ya dia baik." Sofie berucap.

Harry menatapnya ragu tapi tetap mengangguk mengiyakan. "Ya, mungkin saja. Kita tidak tahu." Pemuda itu bergumam kecil.

Di sisi lain, Sebastian menggiring Margaret ke sebuah tempat di mana netra Margaret menemukan seorang pemuda tengah berdiri menunggunya. Begitu melihat pemuda itu, Margaret menatap Sebastian dengan tatapan tajam.

"Maaf, aku ... dia menawarkan kupon makan. Aku tidak bisa menolak. Kalau begitu aku tinggal, ya?" Sebastian pun pergi meninggalkan Margaret dan pemuda itu.

"Lama tidak berjumpa," ucap pemuda itu.

Margaret menarik napas panjang dan menatap pemuda itu dengan tatapan malas, "ya."

Pemuda itu tersenyum, "dua tahun dan kau makin cantik."

Margaret berdecak kecil, "tentu saja. Kenapa? Baru menyesal memutuskanku?" ejeknya.

"Iya."

Margaret menatapnya kaget. Ia tak mengharapkan jawaban itu.

oOo

[END] SHORT STORIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang