07 : Rumors

1.1K 73 1
                                        

Rumors
Rina Khafizah

Deskripsi cerita :
“Aku menyukaimu. Apa kamu mau jadi pacarku?” — Rey.
“Kamu tau? Banyak orang bilang aku adalah perempuan nakal. Apa kamu masih mau jadi pacarku?” — Sofia.

***

Reynold Walt, pemuda tampan berparas Eropa itu adalah salah satu pemuda yang paling digemari oleh mahasiswa di Universitas Boston. Memiliki paras tampan, tubuh tinggi dan juga tegap membuatnya menjadi incaran para gadis tak terkecuali dari yang berada di bawah angkatannya dan di atas angkatannya.

Rey, begitulah ia disapa oleh semua orang. Bahkan para dosen juga memanggilnya begitu. Dengan segudang hal yang mengagumkan, Rey tidaklah seperti pemuda pada umumnya yang akan mengencani banyak gadis lalu memutuskan mereka seolah para gadis itu adalah mainan belaka, tidak. Rey tidak seperti itu. Ia menjaga hati dan juga perasaan para gadis bahkan jika mereka menyatakan perasaan mereka padanya, Rey akan mengucapkan kata-kata lembut dan mengatakan jika jodoh mereka bukanlah dirinya.

“Maaf, tapi aku bukanlah orang yang tepat untukmu. Masih ada ribuan pria yang mungkin berebut untuk menjadi pacarmu dan aku bukanlah salah satu dari pria beruntung itu. Satu-satunya orang yang bisa membuatmu bahagia, bukanlah aku. Maaf,"

Itulah kata-kata yang sering ia ucapkan pada para perempuan yang menyatakan cinta padanya.

Lalu, apakah Rey tidak punya orang yang ia sukai? Well, tentu saja ada.

Sofia Marcell, gadis bermasalah dari Fakultas Hukum. Gadis dengan paras manis itu kerap kali membuat onar dengan sesama mahasiswa atau bahkan dosen, ia terkenal dengan lidahnya yang tajam dan juga kata-katanya yang menyakitkan.

Pertama kali Rey bertemu dengan Sofia, saat itu Rey tidak sengaja menabrak Sofia yang sedang membawa segelas kopi. Karena Rey, kopi gadis itu tumpah dan membasahi baju Sofia hingga Rey harus mendengarkan bagaimana Sofia mengabsen segala jenis binatang yang ada di Kebun Binatang dan juga menunjuk ke arah Rey dengan sangat tidak sopan.

“Rey, apa yang kau lakukan? Gelasmu sudah penuh.”

Rey menoleh dan menatap gelasnya dengan kaget. Sontak saja ia menjauhkan teko kopi yang ia pegang dari gelasnya. Malangnya, gelas itu sudah berantakan oleh genangan kopi yang memenuhinya.

Temannya, Aditya hanya menggeleng maklum, “astaga, apa sih yang kau pikirkan? Gelasnya sampai penuh begitu.” ucapnya.

Rey menghela napas panjang, “aku melamun tadi.”

Aditya menatap Rey sinis, “yang bilang kau ketiduran siapa? Dasar aneh.”

Rey tertawa kecil, “bajingan kau....”

Canda mereka terhenti saat mendengar suara bentakan dari arah luar ruangan.

“astaga, siapa sih yang bertengkar?” gumam Aditya.

Rey berdiri dan mendatangi sumber keributan itu.

“Hei, kau mau kemana?” tanya Aditya namun diabaikan oleh Rey, “dasar menyebalkan.” lanjut Aditya saat melihat Rey sudah keluar.

***

“Menjauh dari jalanku! Kau tuli, ha?!”

Rey bersembunyi di balik dinding dan menatap ke arah keributan sedang berlangsung. Di sana, ia melihat Sofia sedang bersama dua orang gadis lain yang sepertinya adalah adik tingkat mereka.

“Harusnya kau sadar. Orang sepertimu tidak pantas ada di sini! Kenapa kau tidak mati saja, ha?!”

Rey tercekat kecil saat adik tingkat itu mengucapkan kata-kata seperti itu kepada Sofia.

Sofia menatap mereka sinis, “aku tidak punya urusan dengan kalian! Minggir!”

Salah satu adik tingkat itu mendorong bahu Sofia hingga gadis itu terhuyung ke belakang.

“Jangan sok berkuasa!”

Sofia berdecih kecil, “dasar bajingan kecil! Minggir sebelum aku robek mulut kalian.”

“Cih, kau kira kami takut?! Maaf saja, ya.”

Sofia bersiap menampar mereka jika saja seseorang tidak menahan tangannya.

“Kak Rey?”

Sofia menatap dua adik tingkat itu menatap orang yang menahan tangannya dengan takut.

“Lepaskan!” Sofia berdesis kesal pada Rey.

Rey menyuruh dua adik tingkat itu untuk pergi lalu ia menyeret Sofia pergi.

“Hei, lepaskan aku, dasar gila!”

***

Rey melepaskan tangan Sofia saat mereka ada di salah satu kelas kosong.

“Apa-apaan, ha?!” bentak Sofia.

Rey menghela napas, “apakah harus kau menampar mereka? Mereka adik kelasmu, harusnya kau memberikan contoh yang baik bagi mereka.” tegurnya.

“Aku tidak peduli. Mereka mencari gara-gara denganku.” jawab Sofia.

“Tapi tidak harus menampar, kan?”

“Apa pedulimu, sih?! Mereka pacarmu?! Aku tidak peduli.”

Rey menghela napas panjang, “mereka bukan pacarku. Aku menyukaimu.”

Sofia menatap Rey seolah meremehkan, “maaf, aku kenal terhadap kalimat busuk seperti itu.”

“Aku serius...”

Sofia menatap Rey sinis, “aku menyukaimu. Apa kamu mau jadi pacarku?” lanjut Rey.

Sofia tertawa kecil, “dasar bodoh. Aku saja tidak kenal padamu, bagaimana bisa aku mau jadi pacarmu? Berhentilah bermimpi.” jawab Sofia.

“Aku bisa membuatmu jatuh cinta padaku. Itu hanya masalah waktu.” ucap Rey.

“Aku tidak mau. Cinta itu hal konyol.”

“Tidak konyol jika kau tau bagaimana rasanya mencintai dan dicintai.”

Sofia berdecih, “Kamu tau? Banyak orang bilang aku adalah perempuan nakal. Apa kamu masih mau jadi pacarku?” ucapnya.

Rey mengangguk, “akan kubuktikan. Aku menyukaimu dan kubuat kau menyukaiku.” ucap Rey mantap.

Sofia menatap Rey sejenak, “aku mengingatmu. Kau yang menabrakku waktu itu, kan? Kau membuat bajuku kotor!” ucapnya ketus.

Rey tersenyum, “iya, kejadiannya romantis, kan?”

Sofia bergidik ngeri, “astaga. Dasar gila.” Gadis itu berjalan menjauhi Rey yang masih tersenyum.

“AKAN KUBUAT KAU JATUH CINTA PADAKU!”

Sofia berhenti saat Rey berteriak padanya, gadis itu menoleh dan menatapnya sinis, “buktikan saja omong kosong itu, bodoh.” Gadis itu pun pergi.

Rey tersenyum bahagia, “akan kubuktikan!” ucapnya mantap.

Lihat saja, batinnya semangat.

***

The End!

[END] SHORT STORIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang