15 : Heart

1.3K 39 0
                                        

Heart © Rina Khafizah

Sinopsis Singkat :
Hati tak bisa disalahkan. Ia tidak bisa memilih pada siapa akan jatuh, walaupun otak kita bersikeras menentang siapa orangnya.

.
.

“Ha, sebentar! Katakan sekali lagi!”

Emily menghela napas dan mengatakan hal yang tadi ia katakan pada sang sahabat, “aku rasa aku menyukai Adam, senior kita.”

Netra sang sahabat—Maya—pun melebar, “kau tidak bercanda? Maksudku, kamu tahu dia seperti apa, dia itu ... kau pasti paham maksudku!”

Emily mengangguk, “playboy. Aku paham.”

“Mungkin kau hanya sebatas suka saja, maksudku seperti rasa sukamu pada teman-teman yang lain. Cuma sebatas suka seperti rasa sukamu pada makanan kesukaanmu. Bukan suka yang seperti—”

“Aku paham. Lagipula aku ’kan cuma mengatakan ini padamu. Aku tidak berniat mengatakan hal ini padanya juga.” Emily memotong ucapan Maya.

“—heh, dengarkan aku! Jika kamu memang tau dia itu seperti apa, kurasa kamu harus melupakan perasaanmu itu padanya. Lagipula, dia punya puluhan pacar yang mungkin akan menyerangmu jika berani mendekatinya,” ucap Maya.

“Lalu aku harus bagaimana?”

“Cari pacar, setidaknya jika kau punya pacar kau akan melupakan rasa sukamu itu padanya.”

“Mempunyai pacar tidak semudah itu. Kau tidak bisa hanya berjalan di Koridor dan tiba-tiba ada seorang pemuda lalu kau bilang ‘Hei, ayo pacaran!’ yang ada mereka akan menatapku seperti orang sinting.”

“Itu bukan ide yang buruk.”

Emily mengacak-acak rambutnya kesal, “kau sungguh tidak membantu!”

Maya menghela napas dalam-dalam, “dengarkan aku ... aku paham jika kita tidak bisa memilih pada siapa kita mau jatuh cinta karena akan ada selalu otak yang berpikir secara logis. Hatimu mungkin jatuh pada pesona si playboy Kampus, tapi otakmu bersikeras mengatakan hal-hal buruk yang mungkin terjadi—ah, tidak! Pasti terjadi jika kau berpacaran dengannya karena apa? Otakmu paham bahwa jika kau sakit hati nanti, kau akan benar-benar berakhir seperti orang menyedihkan.”

“Aku tidak tahu jika kau bisa sebijak ini,” ucap Emily.

“Berhenti menggodaku! Kau pikir Ibumu akan menyetujui hal ini juga? Kau dan Ibumu juga baru berbaikan, bukan? Kenapa kau tidak menggunakan waktumu lebih pada Ibumu ketimbang pada pria menyebalkan seperti Adam?”

Emily mengangguk paham, “aku mengerti. Terima kasih,” ucapnya.

“Kamu tahu aku akan menjadi orang yang pertama yang menentang hubunganmu dengan Adam jika kau benar-benar berakhir dengannya?”

Emily mengangguk.

“Bagus! Sekarang angkat pantat cantikmu itu dan kita kembali ke kelas.”

“Hahaha, sialan kau!”

.
.
.

FIN.

[END] SHORT STORIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang