Part 05 : Good Listener
oOo
Sepertinya biasanya, hari ini Rachel, Anna dan Ashley makan bersama sambil membahas kelanjutan hubungan Ashley dan Justin. Ashley sudah menceritakan hasil dari rencana kemarin dan seperti dugaannya, Anna bereaksi heboh seperti mengumpati Justin dan Rachel yang menatapnya bingung.
"Justin itu benar-benar bodoh. Bagaimana bisa dia tidak menangkap umpan kita? Ashley sangat cantik, dia harusnya bersyukur menjadi pacarnya Ashley dan sekarang apa yang dia lakukan? Mengabaikan Ashley begitu saja setelah sebelumnya mencium Ashley lebih dulu? Dia benar-benar sialan, membuat perempuan merasa senang lalu kemudian kembali membuat Ashley sedih. Aku bersumpah, semoga Justin mendapat sial," gerutu Anna.
Ashley menundukkan kepalanya murung, "jangan mengumpatinya begitu. Nanti dia benar-benar kena sial," ucapnya dengan tatapan sedih.
"Ashley, kau masih peduli pada pria itu? Dia benar-benar mencintaimu atau tidak itu tergambar dari caranya memperlakukanmu," ucap Anna.
Rachel menepuk pundak Ashley seolah memberikan dukungan. Anna masih terus-menerus mengumpat kesal dan menyumpahi Justin agar terkena sial.
"Menurut kalian apa Justin benar-benar mencintaiku?" tanya Ashley.
Anna mendelik, "putuskan saja dia!"
"Anna, kita jangan menyimpulkan begitu saja. Mungkin kemarin memang Justin sibuk. Kita bisa menjalankan rencana lain di lain waktu. Dia pasti mencintai Ashley. Aku yakin, hanya saja seperti pembicaraan kita sebelumnya. Mungkin cara dia mengungkapkan perasaannya memang berbeda." Rachel mencoba memberikan respon positif.
"Tapi tidak begitu juga. Coba kau bayangkan pasanganmu mendapatkan tekanan buruk dari lingkungan kerja dan kau harusnya sebagai pasangan yang baik memberikan dukungan atau mendampingi bukannya malah sibuk dengan pekerjaan sendiri," balas Anna.
"Tapi bisa saja Justin punya alasan. Dia cukup introvert, jadi wajar kalau dia kesulitan mengimbangi Ashley yang extrovert." Rachel kembali mencoba bersikap positif.
"Mau dia introvert, extrovert, ambivert, bahkan amphibi sekalipun aku tidak peduli. Dia membuat temanku murung, aku tidak akan memaafkannya." Anna tetap kekeuh dengan penilaian buruknya.
Rachel menarik napas panjang dan menatap Ashley yang masih murung. Gadis itu benar-benar terlihat sedih. Ia juga merasa kesal dengan sikap Justin, tapi dia juga sedikit banyak paham bagaimana orang-orang seperti Justin juga punya love language yang berbeda. Tidak bisa disamakan bagaimana cara semua orang mengungkapkan perasaan mereka.
"Sekarang bagaimana?" tanya Ashley.
"Apalagi? Putuskan saja dia!" jawab Anna.
"Anna!" tegur Rachel.
"Rachel, ayolah. Selama mereka berpacaran memang yang paling bersikap aktif adalah Ashley. Justin bahkan bisa dihitung jari berapa kali dia yang mengambil langkah pertama. Semua kencan mereka bahkan Ashley yang memulai. Apa dia tidak malu menjadi laki-laki yang begitu pasif?" ucap Anna.
"Tapi aku mencintainya," balas Ashley.
Anna menatap Ashley tajam, "ya kalau kau mau terus-menerus menjadi agresif dan minim menerima balasan, ya teruskan saja hubungan kalian."
"Anna, sudahlah, aku pusing. Jangan membahas Justin lagi. Aku jadi merindukannya! Aku jadi kangen hanya menatapnya sibuk mengerjakan esai dan bagaimana dia hanya diam ketika aku bercerita terus-menerus bahkan tentang hal-hal aneh sekalipun." Ashley mengeluarkan keluhannya.
Rachel menatap Ashley iba. "Justin yang pendiam, Justin yang hanya menerima semua kencan yang kurancang. Justin yang hanya diam ketika aku bercerita. Justin yang ketika aku merengek hanya akan menarik napas panjang dan tak mengomel. Aku jadi merindukannya," ucap Ashley.
Anna menatap Ashley seolah hendak mengomeli gadis itu, tapi lebih dulu disela oleh Rachel. "Apa yang membuatmu menyukai Justin?"
Ashley tersenyum tipis, "seperti yang kubilang tadi. Setiap aku bercerita bahkan hal-hal aneh sekalipun dia hanya diam mendengarkan. Setiap aku merengek dia takkan mengomel. Setiap aku merencanakan kencan atau anniversary kami, dia hanya akan mengiyakan. Aku mungkin memang mengharapkan dia berupaya sedikit lebih banyak hanya saja itu lebih baik daripada dia sibuk dan melupakan hal-hal seperti itu. Bahkan walaupun kami kebanyakan berkencan hanya di rumah dengan menonton film, makan pizza, makan malam biasa tapi itu lebih baik. Lagipula aku tahu dia tidak terlalu nyaman dengan keramaian. Bayangkan saja, dia tidak suka keramaian tapi masih tahan denganku yang sangat berisik dan suka mengoceh tidak jelas."
"Sesuka itu kau dengannya?" tanya Anna. Ashley mengangguk yakin, "bagiku itu cukup. Dia cukup berada di sampingku sudah lebih dari cukup. Mungkin aku akan lebih bahagia kalau dia lebih aktif dalam hubungan kami hanya saja aku tahu rasanya ketika harus melakukan hal yang tidak membuat kita nyaman itu tidak gampang. Aku pernah mencoba bersikap tenang dan pendiam di depan Justin dan itu rasanya buruk. Aku tertekan tidak bisa berbicara banyak di depannya bahkan harus menjadi tenang saat aku sendiri harus banyak bergerak. Rasanya melelahkan. Aku lebih suka menjadi diriku sendiri dan Justin menjadi dirinya sendiri."
"Tapi kau tetap mengharapkan Justin memberikan perlakuan romantis juga padamu, kan?" tanya Anna.
Ashley kembali terlihat murung, "benar. Maksudku kalau tidak bisa sering, ya sesekali akan menyenangkan."
Rachel tersenyum tipis, "setidaknya kau tahu kenapa kau menyukainya dan itu sudah cukup. Mungkin kau dan Justin harus membicarakan ini. Kau suka berbicara banyak, kan? Ayo coba ajak dia bicara dan kemudian dengarkan alasannya. Seperti katamu tadi, kau merasa cukup dengan dia berada di sampingmu. Mungkin juga dia punya alasan kenapa tidak bisa bersikap begitu aktif tapi tidak memutuskan hubungan kalian. Bisa saja semua ini hanya karena kalian kurang komunikasi." Gadis itu menerangkan.
Anna menatap Rachel takjub, "aku tidak tahu kenapa kau begitu bijak dalam menjadi penasehat percintaan. Kau pernah punya pengalaman, ya?"
Rachel menggeleng, "aku bahkan belum pernah berpacaran."
Anna dan Ashley menatap Rachel tak percaya. "Lalu semua nasehat itu kau dapatkan darimana? Tidak mungkin kau dapatkan dari novel, kan?" tanya Anna.
"Aku memang suka novel romantis, bahkan aku juga menonton beberapa film romantis. Itu tidak berarti aku bisa tiba-tiba bijak dalam hubungan percintaan. Ada beberapa hal yang membuatku paham hanya dengan memperhatikan orang-orang di sekitarku. Cukup menjadi pengamat yang peka, kau bisa memberikan nasehat yang bagus," ucap Rachel.
"Kau cukup keren, Anna. Harusnya pria manapun yang mendapatkanmu akan sangat beruntung," ucap Ashley.
Rachel menggeleng kecil, "aku justru malah khawatir. Kalau aku terlalu peka dalam hubungan, itu bisa menjadi hal yang buruk."
"Kenapa?" tanya Anna.
"Bukankah ada yang bilang menjadi dewasa itu tidak enak? Kalau kau terlalu dewasa dalam hubungan, pasanganmu mungkin akan bosan dan merasa kau tidak menyukainya sepenuh hati," balas Rachel.
"Benar juga. Ya, seperti kata orang, kenapa orang yang tidak punya pengalaman dalam percintaan adalah orang yang cukup baik dalam memberi nasehat untuk hubungan percintaan, ya karena orang-orang seperti itu biasanya mereka adalah good listener dan pemerhati yang detail," ucap Ashley.
Rachel tertawa kecil, "mungkin saja, tapi terimakasih. Aku anggap itu pujian," ucapnya.
oOo
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] SHORT STORIES
Short Story[ B E L U M R E V I S I ] Kumpulan cerita pendek karya saya. Jika ada beberapa pembaca yang menyukai salah satu cerpen dan minta dibuatkan sequel, maka akan saya pertimbangkan. Semoga suka, ya. [ baku • short story • original • flash fiction • cerpe...