"kamu bisa tidur di sini, nak. Bersiap-siap lah nanti kita akan akan menonton pertandingan Quidditch." Ujar Amos kepada Vanessa.
"Terimakasih Mr Diggory." Ucap Vanessa sambil memberikan senyuman manisnya.
"Panggil saja aku Amos nak." Ujar Amos lalu menuju tempatnya.
Vanessa bersiap-siap untuk menonton pertandingan Quidditch, dia memakai pakaian yang hangat.
Lalu tak lama kemudian Vanessa keluar, dna menghampiri Cedric yang sedang duduk sambil memakan sandwich buatan Vanessa sebelum nya.
"Bagaimana rasanya?" Tanya Vanessa lembut.
Cedric menoleh ke arah Vanessa sambil tersenyum senang, "Rasanya enak, aku suka. Terimakasih Nessa."
Vanessa ikut duduk disamping Cedric, dan ikut memakan Sandwich nya sambil mengobrol ringan bersama kekasihnya.
•••
Rombongan Diggory bertemu lagi dengan rombongan Weasley, mereka menonton bersama-sama.
Selama berjalan, Cedric terus-menerus menggenggam tangan Vanessa seakan-akan jika dia lepas Vanessa bisa saja hilang.
Berbeda dengan Vanessa, dia menatap kagum tempat stadion tersebut. Sungguh luas sekali, bahkan Vanessa berpikir berapa banyak orang yang ada di sana pasti ribuan orang lebih.
Suasana nya sangat menyenangkan, bahkan beberapa kali Vanessa bercanda dengan Hermione dan Ginny. Bahkan Harry dan Ron pun mengajak ngobrol Cedric dengan ramah.
Namun Suasana mendadak tegang. Mr Weasley dan Mr Malfoy saling pandang dan Vanessa masih ingat jelas kalau adegan ini akan terjadi, karena sebentar lagi Malfoy akan menghina Weasley.
Mata dingin Mr Malfoy yang abu-abu menyapu Mr Weasley dan kemudian sepanjang deret pertama.
"Astaga, Arthur," katanya pelan. "Jual apa kau sampai bisa beli tiket Boks Utama? Jelas rumahmu pun tak akan laku semahal ini?"
Fudge, yang tidak mendengarkan, berkata, "Lucius baru saja memberi sumbangan sangat besar untuk St Mungo, Rumah Sakit untuk Penyakit dan Luka-luka Sihir, Arthur. Dia di sini sebagai tamuku."
"Ah... bagus sekali," kata Mr Weasley dengan senyum sangat terpaksa.
Mata Mr Malfoy sudah kembali memandang Hermione, yang wajahnya merona, tetapi membalas memandang dengan berani.
Vanessa tahu persis apa yang membuat bibir Mr Malfoy melengkung seperti itu. Keluarga Malfoy membanggakan diri sebagai penyihir berdarah murni.
Mr Malfoy tidak mengatakan apa-apa. Dia mengangguk mencemooh kepada Mr Weasley dan meneruskan berjalan ke tempat duduknya. Draco melempar pandang menghina kepada Harry, Ron, dan Hermione, kemudian duduk di antara ayah dan ibunya.
"Keluarga sok," Ron bergumam ketika dia, dan yang lainnya kembali menghadap ke lapangan.
Beberapa Saat berikutnya, Ludo Bagman muncul. "Semua siap?" tanyanya, wajahnya yang bundar berkilauan seperti keju Edam. "Pak Menteri... siap menonton?"
"Siap kalau kau sudah siap, Ludo," kata Fudge santai.
Ludo mencabut tongkat sihirnya, mengarahkannya ke lehernya sendiri dan berkata, "Sonorus!" dan kemudian bicara mengatasi dengung suara yang kini memenuhi stadion yang penuh sesak. Suaranya membahana di atas mereka, mencapai semua sudut.
"Ibu-ibu dan Bapak-bapak... selamat datang! Selamat datang di final Piala Dunia Quidditch yang keempat ratus dua puluh dua!
Para penonton menjerit dan bertepuk. Ribuan bendera melambai-lambai, kumandang kedua lagu nasional yang berbeda menambah bisingnya suasana.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐅𝐀𝐍𝐀𝐓𝐈𝐊 // 𝐂.𝐃
Fanfiction"Kenapa harus Cedric Diggory sih yang harus dibunuh?" kesal Vanessa terhadap buku yang dia baca. walaupun dia sudah beberapa kali menamatkan ketujuh buku Harry Potter berkali-kali, dia masih tidak puas dengan ending dimana Cedric diggory harus dibun...