Seharian ini Vanessa tidak bertemu dengan Cedric, apalagi melihat banyak sekali siswa Huflepuff yang mengerumuninya, sepertinya mereka berharap agar Cedric bisa menjadi juara Triwizard.
Berbeda dengan Vanessa yang berharap agar Cedric tidak terpilih sama sekali, kalau bisa dia saja yang terpilih. Jangan Cedric.
Sempat ke perpustakaan sebentar, Vanessa kembali menuju Aula sendirian. Selama perjalanan ada rombongan Slytherin yang menghampiri nya.
"Lihat disini, si cantik Lloyd sudah mulai sombong." Ujar Montague bersama pucey dan Warrington anak-anak Slytherin yang sering menganggu Vanessa dulu.
Tapi sayang nya perkataan mereka dihiraukan oleh Vanessa, dia memilih langsung berteleport ke depan Aula.
Sedangkan ketiga anak Slytherin yang tidak di hiraukan oleh Vanessa tadi, hanya menatap kepergian Vanessa dengan raut wajah yang kesal.
Sebelum masuk ke dalam aula, tangan Vanessa langsung ditarik seseorang. Dan tubuh Vanessa sudah menabrak ke dinding.
"Dari mana saja kau?" Tanya Cedric kepada Vanessa yang sedang di kukung nya.
"Perpustakaan, kau sendiri?" Tanya Vanessa, sambil menunjuk buku yang berada di tangannya.
Cedric menghela nafas berat, lalu dia memeluk tubuh Vanessa erat. "Kau tau aku sangat merindukanmu, Nessa. Dan aku mencari-cari mu di Kereta, dan kau tidak ada. Lalu aku menanyakan mu ke teman-teman mu katanya kau masih sakit, ini semua salahku seharusnya aku tak mengajak mu menonton piala dunia saat itu." Jelas Cedric masih sambil memeluk Vanessa erat.
Begitu juga dengan Vanessa yang ikut memeluk Cedric erat, "ini bukan salahmu Ced, kau tidak tahu. Dan aku sakit itu karena aku sendiri yang terlalu memaksakan diri mau menyelamatkan banyak orang. Maafkan aku."
Cedric menguraikan pelukan mereka, lalu ditatap nya lekat wajah Vanessa. Di ciumnya pipi Vanessa lembut, "Aku khawatir, Nessa. Aku harap aku tidak melihat mu sakit lagi, itu membuat ku takut."
"Ngomong-ngomong, kudengar kamu mendaftar Turnamen Triwizard. Apa benar?" Tanya Vanessa mencoba mengalihkan pembicaraan mereka.
Cedric tersenyum lebar, "Ya, aku harap aku bisa terpilih. Dan kapan lagi namamu bisa masuk sejarah." Jawab Cedric.
"Aku juga mendaftar bersama Angelina, dia mengajak ku daftar. Jadi aku daftar deh." Ujar Vanessa tiba-tiba, yang membuat raut wajah Cedric yang tadinya tersenyum lebar langsung berubah mengkerut kan dahinya.
"Bagaimana jika kamu terpilih? Kamu baru saja sembuh Nessa, aku tidak ingin kamu terluka lagi. Cukup kemarin saja kamu terluka, tidak untuk kedua kalinya. Itu bisa sangat membahayakan nyawamu sendiri Nessa, bi-" perkataan Cedric terpotong dengan
"Cup " Vanessa mengecup bibir Cedric cepat, sehingga membuat Cedric terdiam ditempatnya.
"Tenang saja, Aku tidak akan terluka... Dan jika aku terpilih, yang aku inginkan adalah dukungan darimu Ced. Begitu juga jika kamu yang terpilih, aku akan mendukung mu sekuat mungkin." Jelas Vanessa dengan wajah yang malu-malu.
Sedangkan Cedric yang menatap wajah Vanessa yang terlihat malu-malu, malah merasa gemas sendiri.
Karena mereka sudah cukup lama berbincang nya, mereka berdua masuk ke Aula sambil bergandengan tangan sangat mesra sekali.
Bahkan ada beberapa murid yang iri dengan kedekatan Cedric dan Vanessa, ada juga yang mendukung kedekatan mereka berdua.
Aula sudah penuh. Piala api sudah dipindahkan, dan sekarang berdiri di depan kursi kosong Dumbledore di meja guru. Fred dan George- dagu mereka sudah mulus lagi-tampaknya sudah menerima nasib.
"Mudah-mudahan Angelina atau Vanessa," kata Fred ketika Vanessa duduk disamping nya sedangkan disebelah Vanessa ada Hermione, Harry dan Ron yang ikut duduk.
"Aku juga berharap begitu!" kata Hermione sambil menahan napas.
"Yah, kita akan segera tahu!"
"Nah, Piala Api sudah hampir siap mengambil keputusan," kata Dumbledore. "Kuperkirakan masih perlu satu menit lagi. Setelah nama-nama para juara dibacakan, ku minta mereka maju, berjalan di depan meja guru, dan masuk ke ruang berikut"-dia menunjuk ke pintu di belakang meja guru
"di situ para juara akan menerima instruksi pertama mereka."
Dumbledore mengeluarkan tongkat sihirnya dan membuat gerakan menyapu dengannya. Serentak lilin- lilin, kecuali yang ada dalam labu kuning terukir, langsung padam. Ruangan menjadi setengah gelap. Piala Api sekarang bersinar lebih terang daripada apa pun di seluruh Aula Besar.
Lidah apinya yang biru- keputihan cemerlang menyilaukan, membuat mata sakit. Semua memandangnya, menunggu... Beberapa anak berkali-kali melihat arloji mereka.... "Bisa setiap saat sekarang," bisik Lee Jordan, dua tempat duduk dari Harry.
Nyala api di dalam piala mendadak menjadi merah lagi. Lidah api mulai menyembur. Detik berikutnya ada lidah api meluncur ke atas, melontarkan sepotong perkamen gosong. Seluruh ruangan terpekik kaget.
Dumbledore menangkap perkamen itu dan men- julurkan lengannya agar bisa membacanya dengan penerangan nyala api, yang sudah kembali berwarna biru-keputihan.
"Juara untuk Durmstrang," dia membaca dengan suara keras dan jelas, "adalah Viktor Krum."
"Tidak mengejutkan!" teriak Ron, sementara tepuk riuh dan sorakan ramai memenuhi aula. Vanessa melihat Viktor Krum bangkit dari meja Slytherin dan berjalan agak bungkuk ke arah Dumbledore. Dia berbelok ke kanan, berjalan melewati meja guru, dan menghilang melalui pintu ke dalam ruang yang telah ditunjuk.
"Bravo, Viktor!" suara Karkaroff membahana, sehingga semua orang bisa mendengarnya, mengalahkan suara tepuk tangan.
"Aku tahu kau jago." Tepuk tangan dan serak mereda. Sekarang perhatiansemua orang tertuju ke Piala Api lagi, yang sedetik kemudian sekali lagi berubah merah.
Perkamen kedua dilontarkan oleh: lidah apinya. "Juara untuk beauxbatons," kata Dumbledore, "ada- lah Fleur Delacour!"
gadis yang mirip Veela bangkit dengan anggun, mengibaskan rambut pirangnya yang keperakan, dan berjalan di antara meja Ravenclaw dan Hufflepuff.
Setelah Fleur Delacour juga menghilang ke dalam ruangan yang disediakan, aula sunyi lagi, tetapi kali ini kesunyiannya amat tegang. Berikutnya juara Hogwarts...
Dan Piala Api berubah merah sekali lagi, bunga api menyembur, lidah api melesat tinggi ke atas, dan dari puncaknya Dumbledore menarik perkamen ketiga.
"Juara Hogwarts," katanya, "adalah VANESSA LLOYD!!"
Kemudian meja Gryffindor langsung berisik, diikuti suka cita semua murid Gryffindor, "YES!!" Teriak si kembar Weasley.
"JUARA HOGWARTS DARI GRYFFINDOR!!" Teriak si kembar Weasley lagi tidak kalah heboh.
"Vanessa!" Teriak Ron.
"Vanessa!" Teriak Lee Jordan.
"Vanessa!" Diikuti semua murid Gryffindor.
Mereka menyebut nama Vanessa seakan-akan mereka memenangkan, piala Quidditch yang sudah lama mereka nanti kan itu.
Bahkan semua anak Gryffindor telah berdiri, berteriak-teriak dan menghentak-entakkan kaki, ketika Vanessa berjalan melewati mereka, sambil tersenyum lebar, menuju ruangan di belakang meja guru.
Vanessa sempat melihat ke arah Cedric, dan berbeda dengan apa yang dipikirkan nya ternyata Cedric bertepuk tangan dan memberikan senyuman manisnya kepada Vanessa.
Dia pikir Cedric akan marah atau membenci nya karena Vanessa yang terpilih menjadi juara Hogwarts.
BERSAMBUNG
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐅𝐀𝐍𝐀𝐓𝐈𝐊 // 𝐂.𝐃
Fanfiction"Kenapa harus Cedric Diggory sih yang harus dibunuh?" kesal Vanessa terhadap buku yang dia baca. walaupun dia sudah beberapa kali menamatkan ketujuh buku Harry Potter berkali-kali, dia masih tidak puas dengan ending dimana Cedric diggory harus dibun...