Chapter 19. Menghitung Hari

9K 593 17
                                    

Di dalam apartemen yang begitu mewah, seorang perempuan sedang berdiri di depan wastafel untuk mencuci piring. Meskipun mesin pencuci piring otomatis sudah tersedia di dapur ini, namun setelah dua minggu tinggal di apartemen ini, Karina lebih memilih mencuci menggunakan tangan.

Selain karena jumlah cucian piringnya yang hanya sedikit, Karina juga merasa mencuci piring adalah hal yang therapeutic alias bagian dari terapi yang bisa sedikit menenangkan pikirannya.

Tentu saja, cucian piring Karina malam ini jumlahnya dua kali lipat lebih banyak dari biasanya. Hal tersebut terjadi sebab ia tidak makan malam sendirian di rumahnya.

"Hah!!"

Karina begitu kaget, ketika ia merasakan pelukan seseorang dari belakangnya.

Karina menunduk melihat tangan Julian yang melingkar di perutnya yang buncit. Laki-laki itu memeluknya begitu erat dari belakang.

Julian berada disini. Ia sudah menawarkan diri untuk mencuci piring bekas mereka makan, namun Karina tentu saja menolak.

Tangan kanan Julian masih diperban, dan menurut pengakuan laki-laki itu padanya, luka bakarnya belum pulih sepenuhnya.

"S-stop, Jul," ucap Karina, begitu panik karena Julian yang menenggelamkan wajah di lehernya.

Julian tersenyum. Ia menatap wajah Karina dari samping.

"Tadi waktu Gede dateng sendiri kesini, lo sedih ya karena gak ada gua?" tanya Julian.

Karina membelalak mendengarnya. "Hah?? enggak lah! ngapain sedih??" ucapnya, tak mau mengakui hal tersebut.

Julian tersenyum dan masih menatap Karina dari samping. Ia bisa menyadari kedua pipi Karina yang begitu merah.

"Masa? bukannya lo kangen sama gua karena udah dua minggu gak dateng? lo juga nitip permintaan maaf ke Gede supaya gua nyamperin lo kesini kan?"

Bugh!!

"Aww!"

Julian terdorong ke belakang setelah merasakan hantaman sikut Karina di perutnya.

"Gua hajar lo ngomong sekali lagi," ucap Karina, tanpa menengok pada Julian dan masih menghadap ke arah wastafel.

Karina berdecak kesal. Laki-laki ini memang sudah menyelamatkan hidupnya, namun bukan berarti Karina akan diam saja ketika ia bersikap menyebalkan.

Sambil melanjutkan kegiatannya, Karina menelan ludah. Yah, walaupun semua yang Julian katakan memang benar, batinnya.

Sementara Julian yang habis kena hantaman kini tersenyum geli. Julian berdiri dan bersandar pada counter dapur di samping Karina, memperhatikan perempuan itu dengan seksama.

"Lo udah nyakitin perasaan gua, Karina."

Julian berucap, membuat Karina akhirnya menengok padanya.

"Lo bilang kalo perjodohan gua sama Neyra itu bukan urusan lo, gua sakit banget dengernya," ucap Julian, mengungkit soal pertengkaran mereka, dua minggu yang lalu.

Karina seketika menelan ludahnya. Ia bahkan hampir lupa akan hal tersebut.

Kini Karina berpikir. Julian juga sudah meyakitinya, dengan kencan bersama Neyra dan tak mau jujur padanya akan hal tersebut. Bukankah itu artinya mereka impas?? batinnya.

"Ah, gua tau, lo itu tipe cewek yang susah buat ngakuin kesalahan, ngucapin maaf ataupun terima kasih ke pasangannya, ya kan?"

Kedua mata Karina semakin membelalak. Ia menatap Julian tak percaya.

"Gila lo!" ucap Karina, membentaknya.

Namun Julian malah tersenyum. Ia mendekatkan wajahnya, menikmati ekspresi Karina yang panik dan salah tingkah.

myloverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang