18.0 Keputusan

1.8K 216 5
                                    


Karina dan Jeno baru saja keluar dari kantor management Karina, mereka memutuskan untuk membantah rumor yang menimpah mereka, itu artinya mereka tidak mengakui keberadaan sang anak.

Besok, berita itu akan direlease berdasarkan kesepakatan mereka. Karena tak ingin kembali menyakiti hati sang anak, keduanya mengunjungi Haerin di Busan. Sudah 3 hari sejak anak itu pindah dan mereka belum melihat sang anak.

Keduanya sudah sampai di rumah orang  tua Jeno yang ada di Busan, keduanya menatap sekeliling namun tak menemukan eksistensi anak mereka.

"Bagaimana keputusan kalian terkait rumor itu?" Tanya ayah Jeno

Saat ini mereka tengah duduk di ruang tengah bersama tanpa Haerin.

"Kami memutuskan untuk membantah rumor itu ayah" ujar Jeno

Sang ayah menggelengkan kepalanya sementara sang ibu menutup matanya merasa sangat kecewa pada anaknya sendiri.

"Jadi kalian benar-benar tidak peduli pada anak kalian?" Tanya sang ibu dengan suara bergetar

"Bukan begitu bu"

"Lalu bagaimana nak? Sampai kapan kalian akan terus begini? Sampai kapan kalian akan terus menyakiti hati anak kalian? Apa kalian tidak takut?"

"Ibu..."sela Jeno namun sang ibu tak memperdulikannya

"Kalian sedang bermain dengan tuhan, Apa kalian tidak takut kalau tuhan akan  benar-benar mengambil anak kalian? Menghilangkan keberadaannya di dunia?!"

"Ibu!!" Bentak Jeno

"Kenapa ibu mengatakan hal seperti itu? Kami akan menyelesaikan semuanya bu..kami sedang mencari cara agar nanti bisa mengenalkan Haerin di hadapan semua orang"

"Kapan?!! Kalian menunggu anak kalian mati hah?!!!" Pekik sang ibu emosi dengan air mata yang menetes.

"Yeobo, tenanglah" ayah Jeno mencoba menenangkan istrinya.

Sementara Karina dan Jeno terdiam, mereka salah dan mereka tidak bisa menampik segalanya.

"Bagaimana aku bisa tenang? Cucu kita baru saja keluar dari rumah sakit lalu dia kembali sakit" ujar sang ibu yang membuat Karina dan Jeno menatap ke arah Ibu Jeno.

Sang ibu menatap kedua anaknya dengan wajah sedih bercampur kecewa, "Haerin sakit sudah 3 hari ini, keadaannya terus menurun sejak kemarin, bahkan untuk membuka matanya saja dia tidak sanggup. Apa kalian benar-benar tidak menginginkan anak kalian? Kalian sedang berhadapan dengan tuhan, apa kalian tidak takut?"

Karina dan Jeno kaget bukan main, mereka tidak tau kalau Haerin kembali sakit.

"Dimana Haerin sekarang ibu?"

Jeno dan Karina bergegas menuju ke kamar anak itu setelah diberiitau ibu Jeno. Keduanya kaget saat membuka kamar sang anak, Haerin tengah tertidur disana dengan wajah pucat, infus tertancap di tangannya, dengan selang yang ada di hidung sang anak menandakan kalau anak itu tengah diberikan bantuan oksigen.

Karina mendekati anaknya, menyentuh wajah Haerin yang mulai tampak tirus, tangan anaknya juga mulai mengecil, tubuhnya terlihat kurus dan ringki.

"Haerin-ah, ini eomma, sayang..." panggil Karina pelan dengan mata berlinang.

"Maafkan eomma, Haerin kenapa hmm? Ini eomma sayang, eomma datang.."

Jeno ikut duduk di samping tempat tidur sang anak, mengelus pipi anaknya pelan, mengecup pipi dan kening sang anak.

"Hei, sayang, Haerin, ini Appa, ayo bangun sayang"

Haerin yang mulai terganggu mencoba membuka matanya pelan, anak itu menatap ayah dan ibunya sayu.

Private LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang