30.0 Baby

1.3K 111 5
                                    








Sejak beberapa hari yang lalu Karina terus merasakan kontraksi palsu, beberapa kali Jeno dibuat panik oleh sang istri yang sudah merasakan sakit padahal belum mendekati hpl. Ternyata saat mereka mengecek bagian kepala si kecil sudah benar-benar sampai di bawah. Kalau sudah begini tinggal menghitung hari Karina akan melahirkan.

Kedua pasangan itu sudah menyiapkan segala perlengkapan dari jauh-jauh hari apabila Karina kembali kontraksi. Sementara Haerin sudah tidak sabar ingin melihat adiknya.

"Eomma, kapan adik bayi jadi lahir?"

Karina terkekeh mendengar pertanyaan Haerin, ia mengelus kepala anaknya lalu menarik hidung mancung putri cantik nya, "Sabar ya Kak Haerin, sebentar lagi adik bayi lahir"

"Eomma, adik bayi itu perempuan atau laki-laki?"

"Haerin maunya apa hmm?"

Haerin tampak berpikir, ia ingin adik perempuan supaya bisa ia ajak main, tapi ia juga ingin adik laki-laki supaya ayahnya tidak jadi laki-laki sendiri di rumah.

"Haerin maunya perempuan eomma"

"Kenapa?"

"Supaya bisa sekamar dengan Haerin, juga kita bisa main make up - make up an, Haerin juga akan membagikan boneka Haerin ke adik"

"Baik sekali sih, tapi kalau adik nya laki-laki bagaimana?" Tanya Karina seraya menatap wajah sang anak

"Ya tidak apa-apa sih, supaya Appa punya teman laki-laki di rumah"

Karina tergelak mendengar alasan Haerin, dengan susah payah Karina memiringkan posisinya agar bisa menghadap Haerin, pasalnya ia tengah bersantai di ruang tengah dengan Haerin, posisinya yang setengah duduk dengan perut buncit besar benar-benar membuat pergerakannya tidak leluasa.

"Haerin-ah" panggil Karina dengan nafas tersengal, kontraksi kembali menghantam tubuhnya, namun ia merasa kali ini bukan kontraksi palsu lagi.

"Kenapa Eomma?"

"Panggil Appa mu sekarang, katakan ambil perlengkapan adik bayi di kamar, kita ke rumah sakit. Sepertinya adikmu sudah mau keluar"

Haerin agak tersengang namun dengan ce0at berlari memanggil sang ayah, kepanikan terjadi karena Karina yang mulai kesakitan sementara Jeno yang bingung harus melakukan apa. Untungnya ada Haerin yang tetap tenang menuntun ibunya berjalan ke mobil sementara ayahnya menyiapkan banyak hal.

Sesampainya di rumah sakit, kontraksinya berhenti.

"Jeno, lain kali jangan panik iss, lihat kau hanya memakai kolor ke rumah sakit"

Haerin tertawa sementara sang ayah hanya bisa menggaruk kepalanya, ya siapa juga yang bisa tenang kalau melihat wajah kesakitan orang yang mau melahirkan. Untung saja Jeno masih ingat memakai bawahan.

"Sorry sayang, aku panik melihat wajahmu, untung Haerin tenang, anak Appa hebat"

Haerin tersenyum, "Jadi kapan adiknya mau lahir eomma?"

"Sebentar lagi sayang"

Tak lama Karina kembali merasakan kontraksi, dokter datang memeriksanya namun ia masih harus menunggu bukaannya lengkap alhasil ia harus menahan sakit beberapa saat. Selama menunggu, Karina terus berjalan didampingin sang suami, kadang ia akan berhenti saat merasa sangat kesakitan, beberapa kali harus memeluk Jeno untuk menenangkan diri karena sakit yang terus mendera tubuhnya.

Hingga beberapa jam terlewati, akhirnya bukaan lengkap, Karina dibawa ke ruang bersalin didampingi Jeno sementara Haerin menunggu dengan nenek dan kakeknya.

Tak lama suara bayi terdengar dari luar ruang bersalin. Haerin tersenyum senang, ia memeluk kakek dan neneknya senang, ia tidak sabar ingin bertemu dengan adik bayinya.

Pintu ruangan terbuka, Jeno keluar dengan senyum merekah membawa buah hatinya yang sudah selesai di mandikan, bersamaan dengan bed Karina yang di dorong untuk kembali ke ruang rawatnya.

Setelah sampai di ruang rawat, Haerin yang lebih dulu mendekati sang adik, dengan semangat ia menyapa sang adik yang masih berada di dekapan ayahnya

"Hai adik bayi, salam kenal ya, ini kakak Haerin"

Jeno tergelak, "Hai juga kakak Haerin" ujar Jeno mengikuti suara anak kecil

Karina yang masih agak lemas tersenyum, anak nya lucu sekali.

Tak lama Haerin beralih pada ibunya, "Eomma, terima kasih ya sudah membawa adik Haerin ke dunia, Eomma yang terbaik, Haerin sayang Eomma" ujar Haerin lalu memeluk sang ibu pelan tak mau menyakiti tubuh ibunya yang masih terlihat lemah.

Karina tersenyum lalu menitikkan airmata, ia terharu sekali mendengar kalimat yang keluar dari mulut Haerin, "Terima kasih juga karena sudah menjadi anak eomma sayang" ujar Karina mencium pipi sang anak.

"Jadi adik Haerin itu laki-laki atau perempuan eomma?"

Karina menatap Jeno, kedua sebenarnya bingung mau menjelaskan bagaimana karena Haerin ingin adik perempuan tapi yang lahir malah laki-laki.

"Adik Haerin laki-laki sayang"

Haerin menatap ayahnya, dengan wajah murung, "Yahhhh... Haerin mau adik perempuan"

"Eh, em adik laki-laki juga bisa loh diajak main sayang"

"Tapi dia tidak bisa diajak main boneka Appa, tidak bisa didandani juga"

Karina dan Jeno saling menatap, Haerin sepertinya benar-benar merajuk karena adiknya laki-laki.

"Ya mau bagaimana lagi nak, adik Haerin laki-laki"

Haerin menatap ibunya memelas, "Eomma, buatkan adik perempuan untuk Haerin lagi ya?"

Karina agak shock, sementara Jeno tergelak, "Eh, sayang, tidak boleh, satu saja ya"

"Haerin mau adik perempuan. Appa, ayo minta eomma buat adik perempuan" rengek Haerin menatap ayahnya, Jeno semakin tertawa, ia sudah meletakkan anak laki-lakinya di tempat khusus bayi, kini ia memeluk Haerin dari belakang karena anak itu sepertinya benar-benar ingin menangis.

"Nanti Appa yang buatkan" ujar Jeno dengan wajah lucu

"Jeno!!" Pekik Karina memberi peringatan agar laki-laki itu diam, jangan sampai ia mengotori pikiran anaknya.

"Memangnya bisa?" Tanya Haerin polos

"Loh, Haerin dan Adik bayi kan Appa yang buat, eomma yang melahirkan saja"

"Jeno ishh jangan bicara macam-macam" peringat Karina dengan wajah kesal

"Kalau begitu buat adik perempuan lagi Appa"

"Oke nanti ya, tunggu adik mu yang itu tumbuh besar sebesar Haerin. Kasihan eomma kalau harus melahirkan lagi, tadi Haerin lihat kan, eomma kesakitan nak"

Haerin menekuk wajahnya, "Lama"

"Sambil menunggu, bagaimana kalau kita berikan nama untuk adik Haerin yang ini dulu, Haerin jaga dulu adik Haerin dengan baik, ajak bermain dan jadi kakak yang baik, kalau Haerin jadi kakak yang baik, baru Appa berikan adik lagi yang baru"

Haerin tampak kesal, "Benar?"

"Iya sayangku"

"Tapi harus perempuan"

"Iya kakak Haerin"

Akhirnya dengan penjelasan Jeno, anak itu mau diam dan kembali bermain dengan adik bayi yang mereka beri nama Haejoon.

Akhirnya setelah berbagai rintangan yang menerpa kehidupan mereka, Karina dan Jeno bisa belajar banyak hal, memulai segalanya dari awal, merajut kembali benang kehidupan yang pernah kusut menjadi sebuah untaian kain indah yang disebut rumah.

Kehidupan mereka terus berlanjut, berbagai macam halang rintangan dan kebahagian akan mereka hadapi bersama.

Keluarga kecil mereka akan terus menjadi sebuah tempat untuk pulang, berlindung dan berbahagia.


- The End -


Private LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang