Episode 4

1.7K 103 10
                                    

-GITA POV-

Katanya sebuah pertengkaran yang bisa diakhiri dengan baik biasanya bisa membawa hubungan menjadi versi yang lebih baik, ikatannya menjadi sangat kuat karena telah berbagi emosi bersama sampai bisa mereda bersama.

Tapi nyatanya, tidak seperti itu yang terjadi padaku, yang malam itu dengan sangat amat terpaksa mengeluarkan keluh kesah resah gelisah yang begitu berkecamuk dalam jiwa dan ragaku. Malu sebenernya tapi mau gimana lagi, diluar kesadaran.

Kalau saja Kak Shani Kak Shani itu membiarkan aku sendirian saat itu mungkin beberapa hari ini tak perlu aku lewati dengan begitu menguras banyak tenaga padahal tidak terlalu banyak gerak, banyak bicara, hanya diam. Hanya Kuliah-Pulang-Tugas, main kalo kalo Yessica ngajak. Tapi memang dasarnya Kakak pertamaku itu keras kepala sama kayak aku sih, udah aku minta baik-baik malah diam hingga akhirnya pecah tangisku dalam emosi dan sekarang kita.. tidak tidak aku maksudnya, sekarang aku diamkan Kak Shani.

Kok bisa jadi mendiamkan? Entahlah tanya saja hatiku. Emosiku memang bisa lepas kendali sampai ucapanku begitu tidak ramah tapi diamku menurut Kak Shani juga Azizi yang pernah merasakannya jauhh lebih menyeramkan. Bahkan Papa dan Mama memvalidasi itu, mereka lebih suka aku kalau marah itu yaa marah-marah saja sampai berkata kasarpun it's ok katanya daripada hanya diam.

Tapi mereka tidak tahu saja bagaimana mati-matiannya aku tetap kukuh dengan silent treatment ku namun tidak bisa jika tidak menghawatirkan mereka, secara aku diam bukan berarti tidak memperhatikan mereka hanya gengsi saja untuk berucap karena kan gak mungkin juga lagi marah tapi perhatian, gimana konsep marahnya kalau seperti itu.

"Kamu pikir aku akan menggghhhiiilang Giiita"

Tiba-tiba aku seperti mendengar suara lain dalam sumpelan earphone putihku, aku yang tengah berjalan diselasar kampus dengan topi putihku reflek mencari sumber suara.

'YA TUHAN...'

Cengirannya sungguh menggelikan, sejak kapan Cornellius ada di hadapanku? Seketika itu aku tajamkan tatapanku dengan decakan kesal keluar dari mulutku.

"Cantik banget sih Git!"

Sumpah. Bodo amat sama ni orang.

"Lihatkan, kamu berusaha menghindari aku tapi semesta malah selalu mempertemukan kita"

Bodoh.. bodoh. Apanya yang semesta mempertemukan? Gimana gak selalu ketemu orang kita satu kampus!

"Gits jangan diem aja dong, makan siang yuk?"

Ini si Yessica Tamara kemana lagi masih belum keliatan jambulnya.

"Makan sama pemilik kantin sanah!" Ucapku seraya berjalan kembali

Bukan tidak aku melihat beberapa pasang mata menatap kearah ku yang tengah dengan Cornellius, tapi hanya tidak kuhiraukan saja karena tidak penting juga.

"Tahu gak sih Git, sikap kamu yang kaya gini malah bikin aku gemas sama kamu"

Celotehnya mengimbangi gerak jalanku, bukan mengimbangi lebih tepatnya dia berjalan didepanku berhadapan denganku, melihat wajahku tanpa melihat kearah jalan alias balik badan jalan mundur.

"Bahkan tanpa pose kiyowo kamu memang sudah kiyowooo"

Bagaimana cara mengusir mahluk ini Tuhan? MahaLoki munculah sekarang, MahaGita mu perlu bantuan untuk menyingkirkan bala' ini

"Ehiya Git, aku beli tiket konser festival raya, kita kesana yah? Lusa.., oke lusa? Ajak Chika juga boleh"

Memarkan tiket konsernya Cornellius masih sok berjalan mundur hingga dia terjengkang kebelakang karena menabrak kakinya Yessica, yang sebelumnya sudah ku lihat Yessica dengan sengaja menyelonjorkan kakinya untuk membuat Cornellius terjungkal hingga menjadi bahan tertawa anak-anak lain yang ada di selasar saat ini.

Gita Dikara SejagatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang