Rania sudah pulang dari rumah sakit, dan karena rumah sedang di renovasi akibat dari lemparan bom molotov serta untuk keamanan anggota keluarganya. Hanan membawa Istri juga ketiga anaknya ke rumahnya yang lain.
Beberapa hari ini Shani begitu nampak tidak menghiraukan Gita, ada rasa kesal dalam diamnya. Jadilah komunikasi seadanya, saling sapa sekenanya seperti orang asing. Bukan tanpa alasan dia seperti itu, ada rasa cemburu begitu besar ketika melihat Gita menangis dalam pelukan Gracia di tangga darurat rumah sakit.
Ya. Saat Gita keluar untuk mengontak Kathrina, ternyata Shani yang awalnya nampak tidak tertarik akan apa yang Adiknya lakukan menyusul keluar mencari keberadaan Gita.
Cukup kesulitan awalnya menemukan dimana Gita, tapi saat sudut matanya melihat kedatangan Gracia ia terpaku melihat kemana arah perginya dan terlihatlah menuju tangga darurat.
Shani bergegas menyusul dan yang ia dapati
Gita tengah menangis dalam pelukan Gracia. Seperti sedang dalam kemelut hebat ia menangis begitu terdengar sakit, sesakit perasaan dirinya karena merasa kalah tidak bisa ada pada posisi Gracia yang dicari Gita.
'Bukankah harusnya Kakak yang kamu cari saat sakitmu diluar kendali?'
'Kenapa harus jadi seperti ini Dek?'
'Apa sudah senyaman itu kamu dengan keluargamu dulu?'
'Apa tidak akan ada lagi Kak Shani dalam ingatanmu, Gita. Sampai sakitpun sekarang kamu bagi dengan Kakak mu yang lain.'
Shani akhirnya tidak menghampiri karena rasanya ia tak akan sanggup.
Gita keluar dari kamar Mama, sesaat setelah kembali dari rumah Gracia ia menemui Mama yang ternyata sedang bersama Azizi.
Dia melihat Shani sedang menonton televisi sendirian. Bukan tidak merasa kalau Kakaknya sedang memberikan jarak pandang, jarak bicara, jarak secara fisik agar tak bersentuhan, tapi lelahnya fisik juga psikis yang ia dapat dari merencanakan kehancuran Adrienne membuatnya malah mengikuti jarak itu dan membiarkannya berlarut tak berurut.
Namun nyatanya ia begitu rindu pada Kakaknya, sandiwara yang ia buat memaksanya tidak bisa terlalu manja pada Shani. Andai bisa dilihat akan nampak perasaan Gita saat ini sudah sangat lebam begitu membiru, menahan sakit yang menggebu akan rindu menjadi sosok Adiknya Shani seutuhnya.
Perhatian Shani tidak lagi ia terima beberapa lama ini, membuat asa dalam perasaannya berharap kalau jarak ini tidak akan terlalu jauh namun semakin dia biarkan malah semakin tidak terlihat Shani yang selalu menggebu dalam ceritanya untuk mengembalikan ingatan dirinya yang sebenarnya tidak kemana-mana.
Tanpa meminta ijin, tanpa memberi signal Gita mengambil posisi duduk disebelah Shani. Yang bahkan tanpa perlu menoleh pun Shani tahu siapa yang menghampiri dirinya.
"Apa aku ada salah sama Kakak?"
Tiada ragu Gita mempertanyakan, ia melihat wajah samping Shani.
"Kenapa ngehindar terus dari aku Kak? Apa yang ga Kakak suka dari kelakuanku beberapa hari ini? Emang boleh diemin aku berhari-hari gini?"
'Malah nanya-nanya, emang ga ngerasa salah apa?'
Shani belum menganggapi, tapi hatinya menjawab sendiri dengan perang dalam batinnya. Otaknya menyuruh untuk diam sementara hatinya menyuruh untuk bicara.
"Apa... ada hubungannya sama Kak Gre juga Macha?"
'Itu tahu.'
"Karena aku gabisa ikutin maunya Kakak untuk ga terlalu sering nginep dirumah mereka?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Gita Dikara Sejagat
FanfictionCerita tentang seorang anak perempuan yang mencari jati dirinya, mencari siapa keluarga dia sebenernya dan bagaimana kehidupan keluarganya.