10|Sedikit Komunikasi

5.9K 507 260
                                    

_______________

“Pagi masih lama, Rose.”
~Ester R Pattinson~

“Aku akan melakukan apapun yang kamu minta dengan memanfaatkanku.”
~Mollyara Lovara Bratadikara~
_______________

|10|

   Molly tampak kebingungan. Ditambah lagi Ester menatapnya tenang seolah tidak peduli dengan posisi mereka saat ini. Molly berdehem kemudian memberanikan diri menatap sepasang netra biru itu.

   “Ak–aku... Aku ingin membuatmu berhutang budi padaku!” Kata Molly sedikit terbata-bata karena gugup.

   “Berhutang budi?” Tangan kiri Ester memainkan untaian tali dress tidur Molly.

   Mungkin jika Ester mau, tarikan lembut darinya bisa membuat ikatan itu terlepas dengan mudahnya. Molly mengangguk, Ester menatapnya intes. Tatapan sang suami seketika membuat Molly melupakan kekhawatirannya.

   “Aku menyelimutimu dari udara dingin, jadi kau berhutang padaku. Iya aku tau, aku adalah orang yang baik. Tidak sepertimu. Untuk membalas budiku kamu... Emm, nanti akan ku pikirkan apa yang perlu kamu lakukan untuk membalasnya.” Terang Molly.

   “Begitukah?”

   Molly mengangguk pelan, “iya begitu.”

   “Kenapa kau ingin aku berhutang budi padamu?” tanya Ester lagi.

   “Tidak ada alasan lain.”

   Ester hanya diam. Pria itu melonggarkan cengkramannya dan menjadi peluang untuk Molly kabur. Gadis itu menampar tangan kiri Ester agar melepaskan tali dress tidurnya. Molly berdiri kemudian menyelipkan poninya disela-sela telinga. Ester mengubah posisinya, dia duduk dengan selimut abu-abu menutupi bagian paha hingga kakinya. Pria itu mengambil undangan yang berada diatas meja itu. Membacanya sejenak membuat Molly penasaran.

   “Apa itu?” tanya Molly sambil duduk disebelah Ester. Agak berjauhan.

   “Undangan pesta pribadi.”

   Tumben nona kecil ini tidak waspada padaku, batin Ester.

   Molly mengerutkan keningnya, “pesta pribadi memang memerlukan undangan seperti ini? Aku baru tau.”

   “Hanya keluarga Azura.”

   Pantas saja, batin Molly.

   Dulu jika keluarganya akan menggelar acara pribadi, mereka hanya mengabarinya melalui chat saja. Tidak sampai membuat undangan seperti itu. Mengetahui Ester sudah membaca undangannya, Molly mengambilnya dan membacanya dengan seksama.

   “Pemberian nama cicit Kenzo Azura dirayakan secara pribadi? Kenapa?” tanya Molly menatap polos Ester. Berharap mendapatkan jawaban.

   Pria itu tengah menuangkan teh kedalam cangkirnya. Terlihat tenang dan elegant namun sebenarnya Ester sedang memikirkan sesuaru. Dia masih dibingungkan dengan sikap nona kecilnya itu. Dari Molly yang tiba-tiba ingin tau tentangnya, bersimpati menyelimutinya, dan memberikan tatapan tanpa kewaspadaan serta kebencian seperti biasanya.

   “Apa kakak-kakakmu tidak memberitaumu tentang hal ini, nona kecil?” Ester balik bertanya sambil menaruh perlahan teko tehnya.

   Molly menggeleng dan menjawabnya jujur, “tidak.”

~“Hati putri bungsuku itu seperti kapas.”

“Kapas?”

“Iya, sangat halus dan lembut. Dari kedelapan anakku, hanya dia yang tidak melihat sisi iblisku. Disaat kakak-kakaknya menganggapku iblis mengerikan, Molly... Dia menganggapku sebagai ayah yang sangat mencintai anak-anaknya. Karena itu aku tidak ingin memaksanya untuk hidup dengan aturan keluarga Bratadikara. Aku akan membiarkannya hidup sebagai Mollyara, gadis yang lugu dan manis seperti ibunya.”~

MOLLY[End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang