Extra Chapter 15|Paksu Bucin

7.9K 649 3K
                                    

_______________

“Kalo emang kamu nggak mau nerima, ayo kita cerai.”
~Mollyara Lovara Pattinson~

“Bagaimana lebah ini hidup tanpa bunga mawarnya?”
~Ester R Pattinson~
_______________

[EC.15]

   “Yey!! Berkeliling di ruang baca opa bersama oma!” Girang Zetha.

   “Aku mau lihat foto opa!” Kata Alister antusias.

   “Jangan membuat oma kelelahan dengan kemauan kalian,” ucap Elister yang mana membuat keduanya cemberut.

   Molla menghusap puncak kepala Elister penuh kasih sayang, “oma tidak apa, toh oma sebelumnya sudah janji. Ayo kita melihat-lihat ruang baca opa.”

   “YEY!!! OMA YANG TERBAIK!!!”

   Dengan dituntun Naly, Molla pun mengajak cucu-cucunya ke ruang baca almarhum suaminya. Sementara Ester masih menunggu Molly ditemani Alzada dan Daisy di ruang keluarga. Yah, Molla tak ingin cucu-cucunya menyadari adanya kerenggangan antara ibu dan ayahnya.

   Sesampainya di depan ruang baca, Molla tampak memasukan kunci yang selalu ia simpan dengan baik itu dan pintu pun terbuka. Meskipun sudah puluhan tahun tak digunakan, namun Molla selalu merawatnya dengan sangat baik sehingga masih seperti sebelumnya. Tanpa ada kerusakkan sedikit pun. Zetha dan Alister langsung memasuki ruang baca itu dengan wajah sumringah. Sementara Elister langsung tertuju pada buku-buku yang tertata rapi di rak itu.

   “Oma! Mau lihat foto-foto itu dari dekat boleh?” tanya Zetha sambil menujuk kearah foto keluarga Bratadikara terdahulu.

   Molla menatap Naly, “ambilkan album foto dirak sana Naly.”

   “Tentu nyonya,” balasnya. Naly pun segera mengambil album tersebut kemudian memberikannya pada Molla.

   Molla mengajak kedua cucunya agar duduk bersamanya diatas karper bulu itu. Zetha dan Alister yang sangat penasaran pun duduk dengan anteng. Molla mulai membuka lembar pertama. Terdapat foto abu-abu putih seorang pria yang menggendong anak kecil dengan disebelahnya seorang wanita yang menggandeng anak laki-laki berusia 7 tahunan.

   “Mereka siapa oma?” tanya Zetha.

   “Mereka adalah Bratadikara dan istrinya Aliyana. Pendiri marga Bratadikara... Kalian lihat toko kecil dibelakangnya? Sebelumnya, keluarga Bratadikara hanya penjual barang bekas. Tidak seperti keluarga Azura yang memiliki darah bangsawan, dulunya keluarga Bratadikara hanya orang biasa.” Jelas Molla.

   “Begitu kah?? Oma ceritakan pada kami tentang keluarga opa itu,” pinta Alister yang diangguki setuju oleh Zetha.

   Molla tersenyum tipis. Tidak apa kan dia menceritakan hal ini? Toh bagaimana pun, darah Bratadikara masih mengalir pada mereka. Dan meskipun marga Bratadikara telah tiada, setidaknya mereka harus tau akan hal itu dan menceritakannya pada keturunannya kelak. Molla pun membuka beberapa lembar hingga dimana toko barang bekas itu berubah menjadi toko elektronik yang agak besar.

   “Beberapa puluh tahun mereka berjuang hingga di masa cicit Bratadikara, mereka berhasil mendirikan toko elektronik dan saat itu toko elektronik terbesar di kota Jakarta. Dan mulai di era inilah, mereka memutuskan untuk terus meneruskan marga Bratadikara pada keturunannya. Sekitar hampir 60 tahun lebih akhirnya mereka mendapatkan masa kejayaannya yakni ketika kakek buyut Opa terlahir. Dan dari saat itu, keluarga Bratadikara berhasil sukses hingga sekarang.” Molla menujuk salah satu orang di foto keluarga besar itu, “ini kakek buyut kalian Amar bersama nenek buyut kalian Aurora dan si kecil ini adalah opa.”

MOLLY[End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang