17 | Hal yang Tidak Boleh Diketahui

100 10 5
                                    

Alana menatap bosnya yang sedang memangku laptop, tangan besar bosnya itu terlihat bergerak-gerak pada touch screen laptopnya. Jika mengingat kejadian tadi rasanya Alana ingin bersembunyi saja. Bagaimana dengan tidak tahu malunya ia langsung memeluk bosnya. Tidak hanya itu, ia pun menangis dalam pelukan bosnya.

Tanpa Alana sadari ia menggelengkan kepalanya. Hal itu justru menarik atensi Yoongi. Pria itu menatap Alana lalu seraya berucap, "Kau kenapa?"

Alana tersentak sesaat sebelum menjawab, "Tidak." Seraya menggelengkan kepalanya. "Ngomong-ngomong Sajangnim," Lanjut Alana seraya membetulkan posisi duduknya.

"Kenapa kita tidak ke kantor saja?" Tanya Alana.

Yoongi mengalihkan pandangannya. "Kau tidak melihat jam? Bahkan jam makan siang sudah lewat, untuk apa ke kantor jika hanya setengah hari?"

Alana hanya termangut-mangut saja. Secara tiba-tiba Yoongi menyerahkan laptopnya kepada Alana lalu berucap, "Lanjutkanlah pekerjaanku. Aku akan keluar sebentar." Ucapnya seraya berdiri.

Gadis itu refleks meraih laptop bosnya. "Ba—bagaimana bisa aku melanjutkan pekerjaan Sajangnim?" Tanya Alana karena jujur saja ini bukan ranah dalam pekerjaannya. Apalagi ini milik bosnya, bisa saja apa yang sedang pria itu kerjakan sangat penting.

Yoongi meraih kunci mobilnya sebelum berbalik. "Kau tenang saja, kau hanya perlu mencocokannya dengan berkas sebelumnya."

Setelah mengatakan itu Yoongi langsung pergi begitu saja, meninggalkan Alana yang masih kebingungan.

Gadis itu menghela napas saat mendengar pintu apartemen ditutup. Ia menatap laptop yang ada di pangkuannya. Sekarang apa yang harus ia lakukan?

Alana meletakan laptop tersebut di atas meja. Bosnya tadi mengatakan berkas, tapi tidak mengatakan ada dimana berkasnya. Alana berdiri untuk mencari berkas tersebut. Mata Alana tiba-tiba tertuju pada piano yang ada di sudut ruangan.

Walaupun Alana sering keluar masuk ke rumah bosnya, tetapi ia baru menyadari ada piano di sini. Gadis itu menghampiri piano itu lalu duduk di bangku yang berada tepat di depan piano tersebut. Alana jadi teringat ibunya pernah mengatakan bahwa dulu ia bisa bermain piano, tetapi karena suatu kecelakaan ia jadi tidak bisa memainkan piano lagi.

"Apa Sajangnim bisa memainkan piano?" Gumam Alana seraya jemarinya menyentuh tuts piano. Alana menyeritkan keningnya saat permukaan tangannya terkena debu yang ada di atas tuts piano itu. Sepertinya piano ini jarang dimainkan, pikir Alana.

Alana berdiri kembali, ia baru ingat harusnya tadi ia mencari berkas yang bosnya maksud. Alana pun segera pergi, langkah kakinya membawanya menaiki tangga untuk sampai ke kamar Yoongi. Namun saat tangan Alana memegang knop pintu kamar Yoongi, gadis itu terdiam. "Apa tidak apa-apa aku mencari berkasnya ke sini?" Gumam Alana.

Walaupun salah satu tugasnya adalah membangunkan Yoongi, tetapi Alana tak berani masuk ke kamar Yoongi jikia pria itu tidak ada.

"Kenapa aku tidak mencarinya di ruanga kerjanya?" Ucap Alana seraya menjentikan tangannya yang merasa ada solusi.

Tetapi tak lama dari itu Alana kembali terdiam. Ruang kerja? Alana jadi teringat, sejak ia diajak berkeliling apartemen ini oleh Yoongi, bosnya itu tidak pernah menunjukan ruang kerjanya. Padahal jika dipikir-pikir justru ruangan itulah yang seharusnya diperlihatkan paling awal.

Mata Alana menelisik seisi lantai atas, hingga akhirnya matanya melihat ada dua pintu lagi yang tertutup selain kamar Yoongi. Alana mendekat dengan berpikir siapa tahu salah satu dari kedua pintu itu adalah ruang kerja bosnya.

Namun saat Alana hendak membuka pintu tersebut, ternyata pintu itu terkunci. Begitupun dengan pintu yang satu lagi. Keduanya sama-sama terkunci. Mau tak mau Alana kembali ke bawah untuk melihat apakah ada ruangan lain.

Find Me in Your MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang