"Aduh!"
Aksa mengaduh pelan ketika lemparan kertas mendarat tepat di belakang kepalanya. Tanpa menoleh pun Aksa sudah tahu siapa pelakunya.
Pelakunya pasti Martin dan gerombolan tidak jelasnya. Mereka selalu mengganggu Aksa karena merasa jika Aksa tidak pantas untuk bersekolah di SMA Harapan, sebuah sekolah elite yang dipenuhi oleh anak-anak dari keluarga berada ini. Sejak kepindahan Aksa satu bulan yang lalu, mereka tidak berhenti mencari masalah dengannya.
Aksana Mahendra adalah seorang siswa baru di sekolah ini. Pemuda berkacamata minus itu sebelumnya bersekolah di kota lain. Karena penampilannya yang menurut standar Martin dan gerombolannya itu cupu dan lemah, maka Aksa selalu jadi sasaran empuk kejahilan mereka.
Lemparan lain mendarat lagi di kepala Aksa, kali ini lebih keras. Aksa menoleh ke belakang dimana Martin dan gengnya itu tersenyum tanpa dosa.
"Apa lo liat-liat?" bentak Brian, salah satu teman Martin yang bertubuh paling tinggi.
Aksa terdiam dan kembali menoleh ke depan, dia menunduk. Seandainya saja dia bisa melawan mereka.
Teman-teman sekelasnya yang lain seolah bungkam melihat kejadian itu. Selain takut pada Martin dan gengnya yang pembuat onar, mereka juga tidak terlalu mempedulikan Aksa, si murid cupu yang tersisihkan dan terbuang. Tidak ada yang sekedar berniat untuk membelanya.
Untung saja bel masuk berbunyi. Aksa segera mengeluarkan bukunya dan memilih untuk fokus pada pelajaran, pemuda itu tidak mau memikirkan perlakuan teman sekelasnya yang sama sekali tidak baik padanya. Dia harus bisa bertahan di sekolah ini meskipun semua mulai terasa berat untuknya. Aksa punya tujuan dan dia tidak ingin mengacaukannya.
Waktu berputar dengan cepat. Ketika jam istirahat tiba, Aksa berjalan sendirian ke kantin. Suasana kantin sudah cukup ramai. Sambil menunduk, Aksa berjalan melewati meja-meja yang berjajar rapi untuk memesan makanan. Pemuda berusia tujuh belas tahun itu memesan semangkok bakso dan segelas es jeruk. Setelah memesan dan membayar, Aksa memilih untuk duduk di salah satu meja kosong yang ada di pojokan. Dia sudah terbiasa makan sendiri sejak hari pertamanya bersekolah di sini.
Beberapa saat kemudian, Martin dan dua temannya itu masuk ke kantin. Mereka berisik seperti biasanya, model-model siswa pembuat onar dan sok berkuasa. Setahu Aksa, mereka bertiga berasal dari keluarga kaya raya sehingga mereka bebas melakukan apapun yang mereka mau. Lingkungan sekolah ini memang sedikit aneh, menilai segalanya dari latar belakang siswanya. Semakin kaya maka akan semakin berkuasa. Itu seperti sebuah peraturan tidak tertulis yang berlaku di kalangan siswa.
"Si cupu makan sendirian lagi nih. Mau ditemenin nggak?"
Aksa hanya bisa menghela nafas ketika suara menyebalkan Brian terdengar. Sudah dia duga, Martin, Brian, dan Jordan berjalan ke mejanya. Mereka bertiga lalu tanpa diundang duduk di hadapan Aksa dengan senyuman yang super menyebalkan.
Jordan menaruh makanannya di atas meja dan tersenyum mengejek, "Heh cupu, makan baksonya kok nggak pake saos sama sambal sih?"
"Lhah mana enak kalau kayak gini? Rasanya bakal kurang nendang kalo cuma gitu." sahut Brian sambil tertawa.
Tanpa berkata apapun Martin mengambil kotak sambal dan menumpahkan semua isinya ke dalam mangkok Aksa. Aksa tertegun melihat bakso miliknya yang sudah penuh dengan sambal. Dia tidak bisa memakan ini, sejak kecil Aksa tidak bisa makan makanan yang pedas.
"Ayo dimakan," Martin tersenyum sok baik. "Gue jamin rasanya pasti bakal lebih enak dari rasa bakso lo yang hambar tadi."
Aksa menggeleng pelan.
"Ah elah, nggak usah banyak alasan deh lo! Tinggal makan juga." Brian mengetuk-ngetuk meja tidak sabar.
"Cupuuuu cepat dimakan, keburu bel masuk lho!!! Entar lo kelaparan lagi di kelas." sahut Jordan sambil tertawa keras.
KAMU SEDANG MEMBACA
STRANGE LIGHTS
FanfictionKepindahan Aksana Mahendra ke SMA Harapan membuatnya terlibat dengan geng Platinum. Hidup Aksa yang semula terasa kelabu sedikit demi sedikit mulai lebih berwarna lagi. Tetapi bagaimana jika sebenarnya Aksa mempunyai sebuah tujuan tersembunyi di bal...