16. Pengusik

51 33 2
                                    

Selamat datang kembali di ceritanya Langit dan Luna semoga suka hehe.

LANGITNYA LUNA EPISODE 16

-Happy reading-


"Langit!" panggil Luna menaiki anak tangga lantai dua, menghentikan langkah cowok berpawakan tinggi yang tengah sibuk berbincang dengan Fasya.

"Sori Na gue buru buru." Belum sempat membuka mulut Langit sudah pergi menjauh bersama gadis itu. Sedangkan Fasya tersenyum tipis yang terlihat meremehkan dan berpura pura menyimak ucapan Langit.

Luna menghembuskan nafasnya pelan lalu segera pergi menuju lab komputer, Bu Dina mungkin sudah menunggunya untuk bimbingan.

"Mungkin bukan sekarang," gumamnya tersenyum pahit, berjalan menyusuri koridor yang sepi sendirian. Sebab bel pulang sekolah sudah berbunyi 30 menit lalu.

Gadis itu membelokkan tubuhnya melewati gedung bahasa, lab komputer masih harus naik lagi ini menjadi salah satu alasan mengapa dirinya malas untuk pergi bimbingan.

"Na." Seseorang menepuk bahunya membuat gadis itu terlonjak kaget.

"Cakra?" Luna memincingkan alisnya, cowok yang kemarin ia temui kini berada di hadapannya.

"Lo ngapain kesini?"

"Rapat, 56 hari lagi setelah hari puncak gue pengen ngadain sesuatu dan harus di rundingin sama Langit kenapa?." tanya Cakra tertawa setelah melihat perubahan ekspresi Luna.

"Li-lima enam hari lagi?" Gadis itu terbata bata, karna terhitung dari pesan peneror itu tepat 56 hari lagi.

"Lo mau bikin rusuh?" ucap Luna terlihat santai ia mencoba menetralkan denyut jantungnya yang berdetak lebih cepat.

"Pikiran lo terlalu negatif." Cakra menoyor kepala Luna, gemas dengan gadis di hadapannya ini memang dia pintar namun pikirannya terlalu negatif.

"Rencana gue pengen ngadain-" Gadis itu menyimak, menunggu kalimat selanjutnya yang ingin Cakra katakan.

"Rahasia! dan lo nggak perlu tau." Luna memukul keras bahu cowok itu, meluapkan kekesalannya yang lama terpendam sejak tadi.

"Terserah lo!" gadis itu berjalan menjauh membiarkan Cakra tertawa puas dengan kemarahannya, Luna rasa dia cowok bodoh yang pernah ia temui.

...

Suara hujan terdengar sangat keras petirpun menggelegar bersama angin yang berhembus begitu kuatnya membuat pohon pohon menari kesana kemari, ranting ranting berjatuhan membuat Luna semakin membekap telingannya sendiri.

Ia tengah berada di depan kelas X IPA bersama Farel yang jaraknya dekat dengan kantin, bimbingannya telah usai beberapa menit lalu hendak pulang namun terhenti akibat derasnya hujan.

"Farel gue takut," lirih Luna, cowok yang sedari tadi bersikap dingin padanya itu perlahan mendekat lalu merangkul tubuhnya dari samping.

"Nggk usah takut ada gue disini," balas Farel dingin mencoba menenangkan Luna. Gadis itu memejamkan matanya ketika mendengar suara petir yang menggelegar keras.

Mengangguk lalu menyembunyikan kepalanya di dada bidang Farel.

Dari kejahuan cowok datar itu menangkap sosok yang tak asing bagi dirinya, Langit dan Fasya?.

Farel mencoba tenang, ia tak ingin jika nanti Luna mengetahuinya pasti gadis itu akan terluka meskipun keinginannya untuk tidak pacaran dengan Langit telah ia ketahui. Namun dia tidak bodoh sorotan mata dari Luna ketika bersama Langit sudah jelas menunjukkan bahwa gadis itu mencintai Langit.

LANGITNYA LUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang