17. Surat dari Langit

49 34 7
                                    

Selamat datang kembali di ceritanya Langit dan Luna semoga suka hehe.

LANGITNYA LUNA EPISODE 17

-Happy reading-

"Na tunggu!" Langit menyengkal pergelangan tangan gadis itu memaksanya untuk berhenti melangkah.

Luna menghembuskan nafasnya pelan lalu memejamkan sebentar matanya sebelum berkata, "Gue mau ada bimbel, tolong lepasin."

"Gue mau ngomong." Langit masih mencoba menahan, dengan sikap Luna beberapa hari terakhir ini membuat ia sangat frustasi.

"Sibuk." Gadis itu melepaskan tangan Langit,  lalu kembali berjalan menghindari.

"Tapi Na, hari ini nggk ada bimbel!" Luna menghentikan langkahnya lalu menoleh ke arah Langit sebentar. Cowok itu berjalan mendekati.

"Foto lo sama Farel." Langit menunjukkan sebuah foto yang ia temukan di mading tadi pagi. Luna tertawa hambar mengambil foto itu dari tangan cowok di hadapannya.

Kejadian kemarin entah siapa yang melakukan hal bodoh ini, Luna tidak terlalu ambil pusing. Nyatanya ia hanya ketakutan dengan suara petir dan Farel hanya ingin menenangkan dirinya.

"Lucu." Langit mengernyitkan alisnya tidak paham, sebenarnya melihat foto itu sangat membuat ia terluka. Meskipun dia tau Farel adalah temannya sendiri tidak akan mungkin tega merebut gadisnya begitu saja, namun akal dan hatinya tak sejalan apapun yang menyangkut cowok lain terhadap Luna membuat ia cemburu.

"Kenapa Na?"

"Setelah Aiden berganti Farel?" Lanjut cowok berseragam sekolah SMA Galaksi dengan jas Osis yang ia tenteng.

Seketika hati Luna seperti tercambik oleh belati tajam. Matanya memanas melihat mata Langit yang tersorot kekecewaan begitu jelas. Ia tidak mengira bahwa Langit akan berucap seperti itu, nyatanya tidak dipercayai oleh pasangan sendiri adalah sakit hati paling serius.

"Lo bicara apa Langit?!" Nafas luna memburu, namun tetap mencoba untuk tenang

"Gue bicara kenyataan Na!" Luna tersenyum hambar, mengusap air mata yang terjatuh dari pelupuk matanya. Mengapa hari hari yang ia lalui akhir akhir ini sangat membuatnya lelah, sakit dan terluka apa yang ingin Tuhan tunjukkan untuk semua ini.

"Kenyataan?" beonya menunduk lesu meremas kuat ujung roknya, menarik dalam nafasnya kemudian menghembuskannya perlahan.

Gadis itu mendongak menatap lentera hitam Langit yang juga tengah menatapnya.

"Lo ngerti apa Langit? tentang Aiden, tentang Farel?! lo ngerti apa?!" ucap Luna dengan nada yang sedikit ia naikkan 1 oktaf.

Langit terdiam di tempatnya, Luna sangat minim melakukan hal seperti ini bahkan tidak pernah.

"Gue capek, gue lelah gue cuma mau lo bahagia." Suara Luna terdengar melemah, kepalanya kembali menunduk dalam dengan air mata yang terus terjatuh membasahi pipinya.

"Na." Langit meraih pundak gadis di hadapannya, ia merasa bersalah telah bertindak seperti tadi tak seharusnya ia meragukan Luna. Namun lagi lagi hati dan pikirannya tidak sejalan, sebenarnya ia tidak mau memperpanjang masalahnya dengan gadisnya tetapi kenapa semuanya jadi seperti ini.

Cowok itu mengusap air mata yang jatuh membasahi pipi Luna, menyelinapkan anak rambut yang menutupi wajahnya.

"Maaf."

"Lo berhak bahagia Lang, jika lo lelah menunggu, gue rela pergi untuk Fasya." Setelah mengatakan itu Luna pergi dengan berlari meninggalkan Langit yang masih diam dengan berjuta pertanyaan dalam pikirannya.

LANGITNYA LUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang