05 Sakit

68 52 6
                                    

Holaaa kawaandd👋👋
apa kabarr?
harus baik ya!
Semangatt dari Naiz

Semangat berjuang melawan rasa sakit, apapun sakit yang diderita entah badan maupun mental semoga lekas sembuh dan kembali baik-baik saja. Tunggu ya cahaya kebahagiaan akan menghampiri kalian sebentar lagi🤗🤗

Naiz bawa part selanjutnya nih semoga kalian suka yaa hehe.

-♥Happy Reading Riiz♥-

*...*

Kepala Luna terasa sangat sakit, bahkan untuk bangun saja tubuhnya tak mampu. Gadis itu memegang keningnya yang hangat, matanya mengerjap menyamarkan cahaya matahari yang memasuki lentera matanya.

"Argghh kenapa sakit itu nggk enak," gumam Luna menyenderkan tubuhnya di kepala ranjang.

"Eh anak mama sudah bangun." Rosa datang dengan senampan soup hangat dan juga susu, tak lupa beberapa tablet penurun panas dan vitamin ketahanan tubuh.

"Mamah, sekarang jam berapa?" tanya Luna mengusap hidungnya menggunakan jari telunjuknya.

"Jam 6 lebih, kenapa?"

"Luna sekolah ya, takut ketinggalan pelajaran nanti," pintanya membuat Rosa menggelengkan kepalanya dengan cepat.

"Mamah nggk izinin. Kamu itu lagi sakit Na, seperti papah kamu aja hobi banget belajar nggk mau kalau sampai ketinggalan satu pelajaran pun." Wanita paruh baya itu membuka satu persatu tablet obat lalu menaruhnya di atas nampan.

"Papah selalu ingin belajar, belajar dan belajar tak peduli usia sudah tua sekalipun, dia orang baik Na." Matanya menyorot luka yang terpendam, menerawang masa lalu yang telah hilang.

"Mah." Gadis itu menggenggam tangan yang hampir kusut milik mamahnya, mencoba menyalurkan energi kepada sang malaikatnya. Kini perasaan bersalah Luna muncul seharusnya ia tidak membahas mengenai pelajaran dan ketekunan.

"Papah mungkin udah nggak ada, tapi perjalanan hidupnya akan selalu ada meski hanya dalam benak kita Mah." Luna tersenyum lalu memeluk tubuh wanita terkasihnya. Rosa membalas pelukan itu kemudian menyudahinya dan segera meminta putrinya untuk menghabiskan makananya.

Meskipun sudah berumur 40 lebih Rosa masih terlihat muda, kakinya yang masih kuat berjalan menuju gorden menyibaknya agar sinar mentari memasuki ruangan bernuansa putih milik Luna.

Beberapa bingkai foto tersusun rapi di setiap dinding kamar Luna, keluarga mereka sangatlah bahagia ketika masih lengkap. Akibat kapal selam yang tenggelam tanpa kembali merenggut kebahagiaan dalam diri Luna tanpa bisa menyalahkan siapapun. Dunianya hancur berantakan seperti serpihan kaca yang terkena sapuan angin kencang meski tidak tahu arah, harus tetap menerima kemana takdir akan membawanya. Untung saja selalu ada mamah dan kakaknya yang mampu membuat ia bertahan dan memulai kembali kehidupannya tanpa ditemani oleh sang pahlawan, papahnya.

Bukankah menjadi anak seorang pengabdi negara harus siap menerima segala konsekuensi?.

Luna tersenyum lalu mulai melahap makananya, Tak banyak ia hanya memakan beberapa sendok lalu meneguk setengah susunya. Setelah itu menelan beberapa tablet yang di berikan oleh mamahnya.

"Luna sekolah ya mah?" pinta gadis itu sekali lagi.

"Istirahat!" Bukan Rosa melainkan Langit, cowok bertubuh tegap itu tengah berdiri di ambang pintu dengan seragam yang lengkap dan rapi tidak lupa wajah garangnya.

LANGITNYA LUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang