#29

77 1 0
                                    

YN POV

Waktu yang tiada hentinya melaju, membawaku ke ruang putih nan steril itu. Sejenak, aku mencoba mengenali situasi yang kini melingkupiku. Jarum infus menembus kulitku, menciptakan rasa tidak nyaman yang memaksa akal dan hasrat untuk melawannya. Namun, lebih kuat dari itu, rasa lemah, lesu, menguasai tubuh ini, memaksaku untuk menerima skenario tak diinginkan ini.

Bau obat pun menyeruak, mengisi setiap inci ruangan putih yang kuhuni. Di dinding-dindingnya terdapat bercak darah, bukti nyata dari pertarungan yang kupasrahkan demi melawan musuh yang tidak kelihatan. Itu bukan bercak darahku saja, melainkan bercak darah para pejuang lainnya yang bersama-sama menghadapi pertempuran dalam hidup ini.

Melintasi ruangan ini, terdapat cerita-cerita kesedihan yang disimpan rapi di dalam kotak airmata para pasien dan keluarga yang mencoba tegar menghadapi cobaan-cobaan yang putaran nasib berikan kepada mereka. Mereka tidak terlahir untuk menang atau kalah. Mereka hanya ingin menjalani hidup, merasakan kebebasan, sentuhan alam, warna-warni dunia, hingga langit biru dengan awan-awan yang tiada hentinya berarak.

Tiap detik yang berlalu, semakin dalam kalunganku terjalin dengan benang kehidupan ini, dan aku pun sadar: Waktuku di dunia ini terbatas. Aku punya begitu banyak mimpi yang ingin kugapai, tempat-tempat yang ingin kutuju. Keinginan ini tampak begitu besar di hadapan diriku yang kini terbaring lemah, terkekang oleh jarum infus tersebut.

Lantas, kuacungkan satu tangan, satu doa hanya untuk terlepas dari ikatan ruangan putih yang kini menyekapku. Biarkan aku melayang ke hamparan laut, memeluk ombak yang beriringan dengan sunyi, dan singgah di pulau nan hijau yang terhampar. Biarkan aku merasakan gemericik air yang membelai jemari, menyejukkan jiwa yang terbakar oleh kemarau hidup.

Namun, sekuat tenaga pun, harapan tiada dapat menggulingkan kenyataan pahit yang aku hadapi. Akhirnya, kuharapkan kelak semua ini terobati. Aku akan menemui para pejuang dalam bentuk lain, bebas dari jarum infus yang melilit. Tanpa lagi beban derita, kita akan merayakan kemenangan kehidupan ini dan bersaksi pada dunia bahwa berkalung rasa sakit bukanlah pilihan, melainkan sebuah medan perjuangan yang patut ditekuni.

Aku Tanya, Kapan Pulang?

Pertanyaan itu terus terngiang-ngiang di benakku, bagai dentuman gelombang ombak yang tak pernah padam. "Kapan aku bisa pulang?" keluh hati yang penuh duka melihat bagaimana waktu dan keadaan mengejek diriku yang kini terjebak dalam ruang putih yang tiada habisnya.

Dalam sanubari, kuingin sekali pulang. Kembali ke pangkuan keluarga, merasakan pelukan hangat yang dulu sering kunikmati. Kuingin menari bersama angin yang berhembus lembut, menghirup udara segar di taman yang diam-diam menjadi saksi perjalanan hidupku. Kuingin sekali lagi duduk bersama teman-teman lama, bercerita tentang pengalaman dan petualangan yang selama ini menjadi bagian penting dari diriku.

Namun, ruang putih ini telah menjadi kurungan tak kasat mata yang membelenggu langkahku. Setiap hari, aku menghitung waktu yang terus berjalan, berharap suatu saat kunci pintu ruang putih ini akan terbuka lebar dan membebaskanku. Aku tidak ingin menyerah, aku ingin terus berusaha dan berdoa agar suatu saat nanti, keajaiban datang menyelamatkan.

Aku mencoba menggali kekuatan yang tersisa, menahan derita dan kepahitan yang selama ini menjadi makananku. Kenangan-kenangan indah yang lama ditinggalkan menjadi pelepas duka yang bersarang di hati. Kubayangkan wajah-wajah tersayang yang jauh di sana, menanti kepulanganku. Harapan itu menjadi obat penghilang rasa sakit yang kian mendera.

Tiba-tiba, tertiup angin lembut bersama bisikan hati, "Yakinlah, dunia ini menguji, tapi tak selamanya menghukum. Tunjukkanlah keberanian dan ketabahanmu pada duka yang datang, dan percayalah datangnya saat kau bebas dari jeratan ruang putih ini." Aku tersenyum, menarik napas dalam-dalam, menjadikan bisikan itu sebagai api semangat yang membara.

Hari berganti hari, bahkan mungkin tahun berganti tahun, kuusahakan bersabar dan tetap optimis. Sampai tiba saat nanti, seruan kebahagiaan dan kelegaan bakal menyambutku. Dan, pada akhirnya, aku tahu, bahwa saat kubisa pulang ke rumah, ke dunia yang kubenci untuk meninggalkan, akan menjadi jawaban atas semua doa dan jeritan hati ini.

Dari Kehampaan Hati, Menjawab Kesepian.

Aku menghela nafas dalam-dalam, merenungi kata-kata yang kubisikkan pada angin. Apakah aku masih merasa kesepian di sini? Di ruang putih yang tak pernah aku dambakan, di antara suara-suara mesin yang berdengung tak kenal henti dan jarum infus yang seolah menjadi teman setia penjaga tubuhku.

Dalam kehampaan di ruang ini, kesepian menjadi pemandangan yang akrab. Jauh dari keluarga, teman, dan orang-orang yang dekat denganku, aku terkesima pada pikiran bahwa kesendirian adalah sesuatu yang bahkan diriku tak ingin tampak dalam hidupku. Namun, disinilah aku; terjebak dalam dunia yang tak pernah kukenali sebelumnya, merasa tiada tara dan kesepian.

Detik kami menjadi saksi bisu keadaanku. Mereka yang bersemayam di luarnya tak sadar akan harapan sunyi yang tersembunyi. Hanya kuutarakan dalam hati, menyimpannya rapat jauh dari tatapan dunia luar. Sesekali, aku menangis di sudut ruang, merutuki hari yang membuat kesendirian menjadi teman terbaikku.

Walau kesepian menyeruak, aku mencoba meraih harapan: menciptakan arti baru dalam kehidupan terbatasku. Aku mencurahkan perasaanku dalam tulisan-tulisan yang kupajang di dinding hati, menciptakan puisi dan pentas tari dalam imajinasiku, menjelma menjadi elaunan tangis yang merdu bagai alunan simfoni.

Di sela-sela kesepian itu, ada teman kecil yang mengintip. Hamparan kenangan lama, mengajakku bercerita tentang malam berbintang, tentang petualangan bersama teman, tentang canda tawa kami yang tak sempat dimuntahkan, lalu tersenyum bersama mereka, biarpun hanya dalam gambar indah kenangan.

Mungkin kesepian adalah teman yang aku temui di dalam ruang putih ini. Tapi, aku tak akan berdiam dan membiarkan ia mengepungku. Aku akan mengajari kesepian ini, mengerti betapa indahnya kehidupan di luar sana, dan memberinya corak yang tak pernah ia bayangkan. Mungkin suatu hari, kesepian ini akan menciptakan jembatan emas yang kususuri menuju kenangan indah dan harapan yang menjauh. Sampai saat itu, kesepian adalah kenalan yang harus kuberdamai.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 18, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

(失) 𝐆𝐈𝐑𝐋 𝐅𝐑𝐎𝐌 𝐓𝐎𝐊𝐘𝐎Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang