Semua akan ada masanya, setiap rasa akan menemukan rumahnya, kali ini, mungkin semuanya tidak akan lagi sama, tapi setidaknya sebelum Ia menebus segala hal yang pernah dirinya lakukan, maaf sudah Ia sampaikan.
Jo duduk di kursi sebelah tempat tidur anak sulungnya, menggenggam tangan yang dingin terasa, tidak pernah seumur hidupnya Ia melakukan ini, rasanya haru, bahkan tidak pernah mampu Ia jelaskan bagaimana rasanya.
"Bec, setelah ini, Ayah akan menyerahkan diri ke polisi, tapi Ayah pengen minta maaf secara langsung sama Kamu. "
Genggaman tangan itu terasa kuat, seiring dengan kedua bola mata yang baru saja terbuka, mengerjap menyesuaikan dengan bias cahaya lampu yang terang.
Jo menangis, menciumi tangan anak sulungnya dengan banyaknya rasa bersalah di dalam kepala dan hatinya, ternyata sesakit ini rasanya, Ia benar-benar merasa bersalah untuk semua hal yang terjadi.
Saat mata itu mulai menemui tatapnya, tangis itu pecah pada keduanya, kali ini wajah sang Ayah sedekat itu dengan wajahnya, tanpa ada raut kebencian di sana.
"Maafin Ayah, maafin Ayah. "
Terdiam, menekan kuat rasa sesak di dadanya, puluhan tahun Ia merindukan ini terjadi, ingin didekap sang Ayah sekuat ini, ingin dicintai sebesar ini, ingin dianggap ada seperti ini.
Becky tidak memiliki dendam apapun, itu kenyataannya, membencinya pun Ia tidak pernah bisa, rasa sayang dan hormatnya terlalu besar untuk laki-laki yang bahkan tidak pernah pantas untuk dipanggil Ayah.
"Maaf untuk kehancuranmu, Nak. "
Suara itu bergetar terdengar, yang Becky tau, ini semua tidak pernah main-main, walaupun sangat lama Ia menunggu untuk sebuah kata maaf.
"Setelah ini, Ayah akan menyerahkan diri ke polisi, visum Kamu akan keluar tiga hari lagi, Kamu bisa menyertai bukti itu, Kamu bisa menambahkan laporan apapun yang Kamu inginkan biar hukuman Ayah jauh lebih berat Bec. "
"Yah. " Begitu lemah, hancur sudah perasaannya saat mendengar Kalimat itu keluar dari mulut sang Ayah, Ia bahkan tidak apa-apa jika harus seperti ini, Ia tidak menginginkan karma apapun terjadi pada Ayahnya
"Jangan, Aku gak apa-apa Yah. " Lanjutnya.
Jo tersenyum dalam air mata yang tak kunjung berhenti, Ia menggeleng, menciumi kembali tangan yang lebam itu, wajahnya yang bahkan sudah membiru, bibir yang pecah dan pelipis yang sudah dijahit, wajah itu bengkak sempurna.
"Bec, hukum Ayah seberat mungkin Nak, hanya dengan itu Ayah bisa tenang. "
"Ayah...
"Untuk penyakit Ayah, Kamu jangan lakuin apapun ya, biar Ayah mati dengan ini semua. "
Mata itu terpejam menahan rasa sakit dari sebuah perkataan, bukan lagi seputar cercaan atau makian, namun ucapan pasrah akan kematian, bagaimanapun, Becky menyayangi lelaki itu, walaupun tidak sekalipun Ia mendapatkan timbal balik yang adil, tapi Ayah tetaplah Ayah, bagaimanapun jahatnya, darah itu mengalir deras di tubuhnya, Ia akan selalu tumbuh bersamanya.
"Ikutin prosedur pemeriksaan kepolisian ya, beratkan Ayah. "
"Bolehkah Aku peluk Ayah? setidaknya untuk pertama dan terakhir kalinya?"
"Tentu. "
Jo melakukannya, kali ini tidak lagi rasa benci yang ada di isi kepalanya, mendadak perasaan sayang itu tumbuh dengan cepat, pertama kalinya Ia merasakan pelukan Tifanny kembali setelah kematian wanita itu, Tif benar, jika suatu saat Dia pergi Becky adalah obat, dan Dia menyia-nyiakannya.
"Terimakasih Yah. "
"Semoga, Ayah masih bisa memelukmu di sisa umur Ayah, Nak. "
Panggilan itu, panggilan yang Ia idam-idamkan puluhan tahun lamanya, hari ini, di penghujung usahanya, Becky menang, Ia mendapatkan semua mimpinya secara beruntun, Ia bersyukur, setidaknya sekali seumur hidup Mereka, hidup dalam rasa nyaman tanpa sebuah kebencian.
KAMU SEDANG MEMBACA
HEAL ME (Freenbecky)
Short Story(GXG⚠️) Sometimes peace comes with a lot of goodbye.