Delapan

4.5K 478 16
                                    

Kadang, tidak semua hujan yang dirindukan, banyak kenangan yang datang ketika rintik menyentuh kulit, basah kuyup, tubuhnya sepenuhnya berada di bawah hujan deras kota Jakarta.

Tangisnya disamarkan juga oleh air yang membasahi bumi, hanya isakan yang terdengar pilu, bagai rindu yang tidak tau cara untuk bertemu.

Ada sakit yang tidak ada obatnya, kehilangan, kehilangan yang tidak lagi bisa menatap satu sama lain, dunia yang berbeda, hingga dekap tidak mampu lagi Ia harap.

Tangannya menggenggam tanah kuburan itu dengan erat, suaranya parau, isak tangisnya kuat, dadanya sesak, nafasnya mendadak pendek.

Berulang kali kata Ibu keluar dari mulutnya, namun tidak lagi ada sautan untuknya

Masih sengar dalam ingatan bagaimana suara lembut itu menyapanya, menyuruhnya makan, menanyakan kabarnya, dan usapan demi usapan yang mampu membuatnya terbuai dalam rasa nyaman.

Namun sial, semua direnggut paksa, kepunyaannya, satu-satunya kembali kepangkuan sang Maha pencipta.

"Bu, pulang. "

Entah sudah berapa kali Becky mengucapkan itu, tapi kenyataannya, tak satupun harapannya terkabul, perpisahan akan selalu menjadi momok menyedihkan untuk siapapun, termasuk dirinya sendiri.

"Aku rindu. "

Hanya menangis, satu-satunya cara yang bisa meredam perasaan itu, karena sampai kapanpun, tidak lagi ada tubuh yang bisa Ia peluk sama seperti rasa nyaman yang Ibunya berikan selama ini.

"Ayah jahat, gak ada yang bisa ngerti Aku, Aku terluka, Aku lelah sendirian, Aku hancur. "

Semua tenggelam dalam tangis, rasa sakit itu Ia tumpahkan sampai puas, Becky tidak punya siapapun lagi, Ia hanya satu-satunya sandaran untuk ketiga adiknya.

Dipaksa kuat oleh keadaan, lalu bagaimana rasa lelahnya?, bagaimana hati yang hancur lebur ini bisa Ia sembuhkan?, Becky takut sendirian, tapi Ia tidak punya pilihan.

"Aku mau Ibu, pulang Bu, pulang. "

Batu nisan itu menjadi jawaban, namanya terpampang di sana, semua tau bahwa hidup seseorang akan menemui akhirnya, dan Ibunya mengambil semua jatah di dunianya lebih dulu.

"Aku mau Ibu, Aku mohon pulang. "

Hujan semakin deras, gelap menyapa lebih awal, sudah 3 jam Becky di sana, merenungi nasipnya, dan semua kesialan yang terjadi dalam hidupnya.

Di tempat lain, Freem sibuk menghubungi Becky, gadis itu tidak menepati janjinya hari ini, membuat wanita itu uring-uringan karena kepalanya dipenuhi tanda tanya tentang ini semua.

"Becky, Kamu di mana sih. "

Tidak satu pesan dan panggilan pun Becky balas, bahkan Mereka sudah berjanji bertemu kembali hari ini, Freen tidak suka jika seseorang mengingkari janjinya.

"Saya akan menunggu Kamu sampai jam 10 malam nanti, ingat Saya tidak suka orang yang mempermainkan waktu Saya Rebecca. " pesan terkirim.

Freen duduk di ruang tamu, hari ini Ia ingin memberikan kunci apartemen baru untuk Becky, karena apartemen ini miliknya dan Matt memiliki akses untuk masuk.

Pintu utama terbuka, ada dua kemungkinan, orang yang Ia tunggu atau orang yang tidak Ia inginkan.

Namun sial, hanya wajah sumringah Matt yang Ia jumpai, dengan dua tas belanja yang berisi banyak sekali makanan.

"Hay... Aku tau Kamu di sini, ini ada beberapa cemilan dan coklat. "

Wanita itu tidak peduli, kehadiran Matt bukan yang Ia inginkan, perhatiannya kembali kepada gawainya, tidak ada yang merubah apapun, Freen melempar benda itu asal, Ia benar-benar marah karena sikap seenaknya Becky saat ini.

"Mau Aku buatin kopi?"

"Hmm..

"Proyek dengan CL Kamu yang menangin?"

"Iya, Kamu tau dari siapa? Papa?"

"Iya, Papa seneng banget pas cerita, Kamu kenapa gak cerita ke Aku juga? dan Kamu kemana Freen? Seengaknya Kamu bisa pulang, rumah Kamu masih sama. "

Freen menfokuskan perhatiannya kepada lelaki yang sibuk membuat kopi itu, alasan satu-satunya hanyalah karena Matt, Ia tidak ingin bertemu dengan laki-laki yang tidak Ia cintai itu dalam waktu yang lama.

'"sibuk. "

"Ni, kopi susu kesukaan Kamu. "

"Thanks. "

Seutuhnya harapan itu masih miliknya, Matt begitu mencintai Freen, membiarkan gadis itu dengan semua keinginannya juga bentuk perasaan tulusnya, namun jujur, Ia tidak ingin seperti ini lebih lama, hubungan pernikahan Mereka juga sudah lama, bohong jika Matt tidak menginginkan hak di ranjangnya bersama Freen, namun sekali lagi Ia harus mengalah untuk apapun.

"Freen, Papa nanya kapan punya anak. "

"Matt, Aku gak ada waktu untuk bahas Kita. "

"Tapi Freen. "

"Aku udah bilang dari awal, kalau Kamu tetep kekeh sama Aku, Kamu harus siap dengan kenyataan Aku gak suka Kamu Matt, Aku suka cewe, ngerti?"

"Ini bukan alasan Kamu aja kan?"

"Aku bahkan gak punya waktu untuk bohong perihal ini. "

Gawainya berdering, ada nama Becky di sana, Ia menggunakan emosinya, namun setelah suara itu terdengar lirih, perasaan amarah itu berakhir menjadi panik.

"Freen, mau kemana? Freen?"

Semua isi kepalanya hanya berujung di satu nama, bagaimana suara nafas itu terdengar sesak, bagaimana tangis itu berteriak.

Freen memacu mobilnya, panggilan yang tidak pernah terputus dari awal, tempatnya cukup jauh, Freen berharap Becky baik-baik saja.

"Jangan tutup telponnya, Bec, Kamu neduh dulu, liat ada tempat yang bisa Kamu... Bec, hallo.. sial, low batt lagi. "

Sedikit lagi, Ia akan sampai di sana, berharap Becky menunggunya, dan baik-baik saja.

Sementara gadis malang itu meringkuk kedinginan, Ia tidak lagi punya tenaga, kakinya lemas seketika, badannya panas, terserang demam karena terlalu lama di bawah guyuran hujan.

Tubuhnya bergetar sepenuhnya, Ia benar-benar terluka. Menunggu begitu lama, sampai saat di mana cahaya yang mampu Ia lihat, suara yang sayup-sayup terdengar, membawanya dalam dekapan hangat.

"Bec, astaga, Becky. "

Freen memeluknya, tidak tau apa yang terjadi, luka lebam, panas tinggi yang terasa di kulitnya, nafas yang tidak lagi beraturan membuatnya panik.

"Becky, apa yang terjadi. "

"Makasih. "

"Bec, kenapa?"

"Dingin. "

"Iya, astaga, Kamu kenapa sih?"

"Dingin. "

 "

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
HEAL ME (Freenbecky)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang