Wajah dinginnya tidak berubah, saat tangan itu sibuk mengobati semua luka yang ada, namun tak sepatah katapun yang keluar dari mulutnya, tidak masalah, karena apa yang harus Ia harapkan dengan semua ini, Freen bukan orang yang ramah untuk siapapun, jadi Ia mulai terbiasa dengan semua sikap buruknya.
Sesekali Ia meringis, rasa sakitnya kadang tak mampu dirinya tolerir, namun untuk meringis saja rasanya Ia tidak mampu, terlalu takut.
"Sekali lagi Kau menghilang, Kau tau sendiri akibatnya. "
"Dia adikku, bukan orang lain. "
"Aku tidak peduli, Dia terlalu lancang Kau tau. "
"Maaf. "
"Aku tidak ingin mendengar omong kosong itu. "
"Kau mencemburuinya. "
"Tidak. "
"Lalu kenapa Kau marah?"
"Kenapa Kau banyak bertanya, obati sendiri lukamu. "
Berjalan menjauh, Freen memilih untuk duduk kembali di sofa kamarnya, menunggu dokter suruhannya datang untuk mengobati Becky, Ia khawatir, dan rasa itu membuatnya marah.
"Namanya Kaffa, Dia baik, Dia mungkin khawatir denganku. "
"Kau tau, kondisimu masih sangat buruk, Kau habis keguguran dan Kau pergi begitu saja tanpa persetujuan dokter, lihat betapa pucatnya Kau, sialan. "
Perlakuan Freen terlihat kasar untuk siapapun, tapi tidak dengannya, Becky menyukainya, walaupun Freen akan memakinya sekalipun, Ia tidak masalah.
"Kau tidak bekerja. "
"Kau bodoh atau bagaimana?, dengan kondisimu seperti ini bagaimana Aku bisa bekerja. "
"Kau mau memarahiku sampai kapan?"
"Sampai Kau sadar, entahlah, Aku bisa gila kalau Kau seperti ini. "
Tidak pernah merasa dirinya terancam, dengan apapun yang Freen lakukan, bahkan jika Freen membunuhnya saat ini juga, Ia akan dengan senang hati untuk mati.
"Apa Kau mau memakaiku hari ini Nona?"
"Kau bodoh atau apa? Bagaimana caranya Aku memakaimu, Kau katakan saja ingin berapa. "
"Bagaimana caranya Aku mendapatkan satu miliar?"
Freen melotot sempurna, uang sebegitu banyak buat apa?, memang Ia memilikinya, namun Ia tidak sebodoh itu untuk mengeluarkan uang sebanyak itu untuk hal yang bahkan tidak Ia ketahui alasannya untuk apa.
"Katamu hutangmu hanya 10 juta, "
"Lupakan saja Nona. "
Dalam senyum itu, Freen tidak terlalu mengerti apa maksudnya, sorot matanya sendu, namun topengnya begitu tebal terpasang, Becky tidak pernah menjelaskan apapun, membuatnya harus meraba setiap sisi kecil dalam hidup gadis malang itu.
"Bagaimana rasanya jadi dirimu Nona?"
"Maksudmu?"
"Apa Kau menyukai hidupmu?"
"Bec, Aku tidak mengerti ucapanmu. "
Ia ingin menceritakannya, membagi semuanya, namun Ia sadar siapa dirinya, dan siapa Freen untuknya, Becky merasa tidak pernah pantas untuk memasukkan Freen ke dalam hidupnya yang sudah terlanjur hancur.
"Bec, "
"Jangan jatuh cinta kepada orang yang tidak tau arah tentang hidupnya Nona. "
"Kau membahas dirimu lagi?, Aku sudah katakan, mau Kau atau tidak, Aku berhak mencintai siapapun. "
"Apa yang Kau harapkan dari anak yang keluarganya sudah hancur Nona?"
Hidup Mereka berbeda, Freen tumbuh dengan banyak kasih sayang di dalamnya, bagaimana bahagia itu dengan mudah mampu Ia dapatkan, perhatian, dan kemewahan tidak pernah kurang untuk hidupnya, namun untuk Becky, semuanya adalah perjuangan, Ia harus melakukan banyak hal untuk mendapatkan satu hal, namun itu sangat sulit untuknya.
"Setiap orang berhak dicintai, mau dari keluarga yang hancur, mau dari orang jahat sekalipun, cinta itu obat, Ia bisa menjadi penyembuh untuk semua rasa sakit, Kau...
"Justru cintalah yang menghancurkan semuanya. "
Freen mengangguk setuju, kadang cinta juga tidak selamanya sejalan dengan isi kepala setiap orang, namun Freen yakin, jika orang yang tepat, cinta akan menjadikan dirinya menjadi sebuah penyembuh.
"Aku mencintaimu. "
"Jangan bercanda Nona, berhenti selagi Kau punya alasan untuk itu. "
"Sayangnya Aku tidak mempunyai alasan. "
Memeluknya, Ia bingung dengan perasaannya sendiri, seharusnya memang tidak ada yang jatuh cinta, tujuan Mereka juga berbeda awalnya, dan memiliki perasaan bukan salah satu pilihannya.
"Katakan jika Aku punya kesempatan Bec. "
"Jangan, Aku mohon jangan libatkan dirimu, Aku sudah terlalu hancur Nona. "
"Sehancur apa dirimu hingga Aku tidak bisa menyatukan kembali serpihannya?"
Jika pertanyaannya itu, Becky tidak punya jawabannya, namun Ia terlalu hina untuk cinta yang tulus, hidupnya terlalu sengsara untuk seseorang yang datang yang menginginkan bahagia, Becky tidak ingin bertanggung jawab untuk perasaan seseorang.
"Aku hanya membutuhkan uangmu, dan Kau memakai jasaku, jadi impas Nona, tolong. "
Freen melepaskan pelukannya, Ia mundur selangkah, tatapannya masih sama, tidak percaya, namun untuk apa memaksa karena kenyataannya, Becky tidak ingin membuat kehancuran lain dalam dirinya.
"Hmm, Kau istirahat dulu, sebelum dokternya sampai. "
"Aku serius untuk itu Nona. "
Seketika hatinya yang terluka, Ia tau sedari awal niatnya juga untuk senang-senang, tapi juga bukan begini respon yang Freen inginkan setelah Ia mengorbankan banyak hal untuk Becky.
"Kau bisa atur tarifnya, Aku akan membayar mu sesuai dengan yang Kau inginkan setiap saat Kau bersamaku. "
Air matanya mengalir saat langkah kaki itu membawanya menjauh, kali pertama untuknya kembali menangis, terakhir kali Ia melakukannya hanya saat sang Ibu dan Ibu tirinya meninggal dunia.
"Kau bodoh, atas dasar apa Kau menangis Freenky, "
Ia memaki dirinya sendiri, kebingungan ini membuatnya tak terkendali, rasanya hampa, namun sialnya Becky menawarkan secuil rasa bahagia untuk mengisinya, walaupun kenyataannya itu hanya seperti sebuah omong kosong untuknya.
"Berhenti bersikap bodoh Freen, Dia hanya jalang mu, seperti yang dirinya inginkan. "