"Makasih banyak, Om Leo Sayang."
"Bulan depan ditambahkan lagi, ya? Sepuluh ribu dollar nggak apa-apa." Kenanga berusaha menawar.
"Itu gampang, Baby."
Kekehan Kenanga mengencang.
"Baik sekali, Om Leo Sayang."
Saat ingin menggoda lagi, ponselnya berbunyi, panggilan darurat dari rumah sakit.
"Kapan operasinya? Saya akan kembali sekarang, lima menit lagi sampai."
"Mau ke mana?"
"Balik ke rumah sakit. Operasi SC mendadak." Kenanga menjawab seraya beranjak dari kursi. Sang suami pun mengikuti.
"Tidak akan menemani saya makan?"
"Maaf, Om Leo. Aku harus ke rumah sakit."
"Oke, tidak apa."
Kenanga jelas tertawa melihat ekspresi kekecewaan suaminya, kontras dengan jawaban santai yang baru saja dilontarkan.
"Jam lima, aku akan ke kantor, Om Leo."
"Tahan dulu rindunya, ya." Kenanga memeluk singkat suami. Mengecup sekali lagi pipi pria itu.
"Sampai jumpa nanti, Om Leo Sayang."
"Habiskan makanan yang aku buat."
Hanya bisa diangguk-anggukan kepala sebagai respons. Mata tak henti memandang sang istri yang kian berjalan menjauh menuju pintu keluar kafe.
Tak sampai semenit, sudah menghilang dari pandangan.
Tadi sempat dikira akan makan siang ditemani Kenanga. Malah sudah dibayangkan wanita itu akan menyuapkan dirinya sambil mengobrol. Keinginan harus dikubur.
Waktu istirahat tersisa tidak lama lagi, ia harus segera makan.
Saat akan menyantap sepotong sushi ke mulutnya, tiba-tiba datang seorang nenek-nenek ke mejanya. Lalu, duduk tepat di kursi yang kosong.
Leo butuh beberapa detik untuk mengenali karena sosoknya tak asing.
"Oma Gigi?"
Nenek dari kliennya itu tak bereaksi, namun masih menatapnya aneh.
"Simpanan Pak Pengacara cantik juga."
"Simpanan?" Leo mulai kebingungan.
"Dokter muda cantik itu."
"Dokter?"
"Dokter yang menyebut Pak Pengacara 'Om Leo', pasti dia simpanan Pak Pengacara."
"Dia ada–"
"Untung saya belum berniat mengenalkan Pak Pengacara dengan cucu saya."
"Pak Pengacara sudah punya simpanan."
"Kenapa Pak Pengacara tidak menikah dan beristri saja?"
"Rasanya akan bagus daripada punya simpanan."
"Tapi, kebanyakan pengacara sukses seperti Pak Pengacara tidak bisa setia pada satu istri."
"Apa semua pengacara di firma hukum Pak Pengacara punya simpanan?"
"Maaf, tidak ada kaitan semua ini dengan firma hukum saya."
Setelah memilih bungkam mendengar sindiran-sindiran si nenek bermulut tajam, akhirnya Leo bersuara karena bisnisnya disinggung.
Masih ada kalimat lanjutan ingin dilontarkan untuk membela firma hukumnya, tapi lansia gaul itu sudah meninggalkan mejanya.
Baiklah, permasalahan ini tidak usah diperpanjang.
Namun, tetap tertinggal rasa malu, apalagi beberapa mengunjungi kafe melihatnya disindir habis-habisan.
Semoga, tidak ada satu pun mengenali dirinya..
Mendadak kepalanya berdenyut.
Logika pun menyuruhnya untuk segera saja meninggalkan kafe agar tak perlu berhadapan dengan situasi yang semakin rumit.
Semua barang-barangnya di atas meja pun dibereskan segera. Lebih cepat akan bagus.
Ada gunanya juga memiliki tangan-tangan yang cekatan bergerak disaat momen-momen tertentu, seperti misalkan sekarang.
Kurang dari semenit, meja telah bersih. Tetap dicek agar tak ada yang ketinggalan.
Pantat diangkat dari kursi lantas.
"Ini pengacara yang aku bilang."
Pandangan spontan terarah ke depan, ketika mengenali amat jelas suara dengan nada mencibir yang ditujukan kepadanya.
Mata membulat karena kaget menyaksikan tiga orang nenek-nenek gaul berada di dekatnya. Tampang semuanya galak.
"Pak Leo ini punya simpanan. Aku kira dia pria yang tidak suka macam-macam."
"Punya simpanan? Pengacara sukses selalu punya banyak simpanan."
"Aku tidak jadi menawarkan cucuku, dia pengacara tidak setia."
"Benar, batalkan saja rencanamu. Cari pria lain untuk cucumu."
"Sekali bermain api, akan terus mencari simpanan."
"Kaya dan tampan, tidak menjamin akhlaknya bagus."
"Aku tidak akan memakai jasa firma hukumnya lagi."
...........
Simpan dulu di library, ya. Soalnya agak update lama. Hehehe.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUAMI 42 TAHUN
General Fiction[Follow dulu untuk bisa membaca part yang lengkap] Ikatan pernikahan dibangun dengan perbedaan usia tiga belas tahun di antara keduanya, tentu tak mudah, tapi tidak menjadi penghalang juga mencintai satu sama lain. Hati dokter Kenanga Weltz (29th)...