Part 03

12.1K 501 5
                                    


Leo terus menghitung pergantian waktu lewat arloji mahalnya. Tersisa kurang dari lima menit untuk kembali ke dalam kamar.

Kenanga memintanya menunggu selama satu jam di luar kamar, guna mengetes apakah sang istri akan berhenti mual saat ia menjauh.

Ada indikasi subjektif dari Kenanga jika yang menyebabkan pergolakan perut hebat istrinya itu adalah berdekatan dengan dirinya.

Rasanya tak masuk akal. Logikanya masih menolak untuk menerima asumsi Kenanga.

Harus ada pembuktian yang konkret.

"Sudah saatnya masuk." Leo bergumam saat batas waktu diberikan sang istri habis.

Segera pula beranjak bangun dari sofa.

Kaki-kakinya pun melangkah lebar menuju ke kamar tidur utama guna melihat Kenanga.

Sudah ditinggalkan wanita itu sendirian satu jam. Cukup cemas karena kondisi Kenanga yang tidak prima seperti biasanya.

Beberapa kali pula sudah muntah.

Tok!

Tok!

Tok!

Biasanya sang istri akan merespons, namun tak ada jawaban apa pun dari dalam.

Seketika timbul kekhawatiran. Ia harus lekas mengecek kondisi Kenanga sebenarnya.

Pintu dibuka lebar dengan pandangan yang langsung tertuju ke ranjang. Tempat dirasa paling memungkinkan sang istri berada.

Benar saja, instingnya.

Namun, Kenanga tidak tidur. Tapi, duduk di sofa dengan posisi bersila seperti beryoga.

Dihampiri segera istrinya.

Dan ketika baru saja ingin mencapai tepian ranjang, Kenanga menyadari kehadirannya.

"Saya kira kamu sudah tidur."

"Lagi meditasi, Honey."

"Gauri bilang meditasi bisa mengurangi mual." Kenanga memperjelas.

"Sampai jam berapa meditasi?"

"Lima belas menit lagi."

"Sudah hilang mualnya?"

"Lumayan berkurang." Kenanga menjawab dengan tatapan tertuju penuh ke wajah tampan suaminya yang maskulin.

Seketika perutnya dibuat bergejolak.

Rasanya akan diserang mual-mual hebat seperti tadi.

"Mas coba jangan di sini."

Dilihat mata sang suami bertanya-tanya akan apa diucapkannya.

"Pindah ke sofa."

"Jangan dekat-dekat dulu denganku." Kenanga memperjelas keinginan.

"Aku mual lagi karena Om Leo di sini."

"Bisa muntah juga, kalau tetap dekat-dekat."

"Oke, saya akan pindah."

Leo memilih jalan aman, dibandingkan mencari masalah baru.

Kenanga juga sudah lebih menjauh darinya, mendekat ke kepala tempat tidur.

Dituruti kemauan sang istri segera.

Bergerak ke sofa di seberang ruangan yang jaraknya cukup jauh dari ranjang.

Dipikir ia akan disambut dengan senyuman manis serta pelukan hangat seperti kerap dilakukan ketika malam hari, namun sang istri malah mengusirnya.

"Seperti ini? Saya perlu pindah lagi? Ke balkon?"

"Nggak usah ke balkon, Honey."

"Kalau Mas Leo diam di balkon, aku nggak bisa lihat."

"Katanya kamu ingin saya tidak dekat-dekat."

"Aku mual kayaknya nyium parfum, Mas Leo. Kelewatan wangi."

"Mulai besok, saya ganti parfum."

Ditengah perutnya yang terus diserang rasa mual, Kenanga tak bisa mengabaikan celotehan sang suami karena lucu. Terkhusus ekspresi bingung pria itu.

Tawanya pun keluar.

Namun hanya sebentar karena mual susulan menyerang hebat.

Sepertinya akan muntah juga.

Sebelum isi perut keluar di kasur, Kenanga turun cepat dari ranjang.

Setengah berlari ke arah kamar mandi.

Leo yang terus memerhatikan pergerakan sang istri, lekas menyusul untuk menemani.

Sayang, pintunya sudah ditutup dari dalam.

Untung tak dikunci, sehingga tetap bisa terobos masuk.

Baru saja hendak mendekat ke wastafel dimana sang istri berada, Kenanga sudah melarang lewat tangan yang dijulurkan kepadanya.

"Jangan dekat-dekat. Aku bisa muntah lagi."

"Mas, tidur di kamar sebelah malam ini."

Leo langsung kaget akan perkataan istrinya. "Kita pisah ranjang?"

"Kayaknya kalau kita tidur bareng, aku akan mual sepanjang malam."

"Siapa yang harus saya peluk saat saya tidur?"

Sang suami cenderung orang yang akan blak-blakan mengutarakan isi pikiran, termasuk pertanyaan baru saja diajukan.

Terdengar lucu karena apa adanya.

Andai saja, tidak mual jika berdekatan, pasti sudah dipeluk pria itu dan menggoda balik.

"Guling dulu, Mas Leo."

"Guling dipeluk dan bayangkan kalau guling itu adalah aku."

Mata sang suami kian membulat, jawabannya seperti begitu mengagetkan untuk dilakukan.

"Apa perlu print fotoku? Terus Mas tempel di guling biar semakin terasa memeluknya."

"Saya belum mau gila, Kenanga."

...............

Buat anak bareng, udah jadi malah pisah ranjang karena eneg. 🤣

SUAMI 42 TAHUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang