Part 15

4.9K 276 14
                                    


“Jangan lihat ke sini!”

Walau sudah diperingatkan, Leo tak akan bisa begitu saja menuruti perintah dari Kenanga Weltz. Ia malahan berjalan mendekat.

Bagaimana bisa menjauh, disaat kian keras didengar isakan Kenanga. Dilihat pula dengan jelas wajah wanita itu basah oleh air mata.

Pemandangan yang tak ingin Leo saksikan di malam pengantin bersama Kenanga.

Sebenarnya, ia tak tahu penyebab wanita itu menangis karena sudah didapati berlinang air mata ketika masuk ke kamar hotel.

“Om Leo! Jangan ke sini!”

Masih dihiraukan larangan Kenanga, ia pun naik ke ranjang. Lalu, berbaring tepat di sebelah Kenanga yang memandangnya.

Tatapan wanita itu intens, walau dengan netra yang sembab karena menangis terus.

Tangan Leo bergerak ke pipi Kenanga.

“Saya lihat kamu tidak sedih, tapi kenapa air mata boros kamu keluarkan, hmm?”

“Aku emang lagi nggak sedih.”

“Terus kenapa kamu menangis?” Leo ingin menuntaskan rasa ingin tahu akan penyebab dibalik tangisan Kenanga. Bisa saja dirinya.

“Masih haru karena nikah dengan Om Leo.”

“Tiga belas tahun aku suka Om Leo, eh aku baru dinikahi sekarang. Untung aku belum diambil pria lain buat dijadikan istri.”

“Padahal, banyak yang melamar ke Papa.”

Leo bingung harus merespons. Namun, pada akhirnya ia tertawa kecil seperkian detik.

“Kamu senang nikah dengan saya?”

“Iya, aku senanglah. Masa nggak.”

Leo melihat nyata binaran bahagia pada dua netra Kenanga yang belum sedetik pun tak absen menatap padanya. Dan sudah tidak ada air mata pada manik cokelat wanita itu.

“Usia saya mau empat puluh dua, sedangkan kamu masih dua puluh sembilan tahun.”

“Kamu tidak malu punya suami tua?”

Kenanga terkekeh. Geli dan lucu akan jenis pertanyaan diajukan Leo Wisesa. Apalagi, gaya bicara berstatus resmi sudah sebagai suami resminya itu, terdengar serius.

“Usia enam puluh tahun baru tua.”

“Empat puluh dua itu masuk kategori pria yang sudah matang, bukan tua.”

Leo tertawa sudah akan jawaban Kenanga. Ia senang akan pujian dilontarkan wanita itu.

“Om Leo …,”

“Apa?”

“Aku boleh jadi istri yang manja?”

“Contohnya?” Leo belum memahami. Ia harus tahu dulu maksudnya sebelum mengiyakan permintaan diajukan oleh Kenanga.

“Minta disayang setiap hari.”

“Ada lagi yang lain. Dan aku belum tahu mau minta apa saja sama Om Leo.”

“Aku akan pikirkan lagi. Tapi, boleh minta apa saja sama Om Leo, ‘kan? Nggak dilarang?”

“Asal tidak yang aneh-aneh, saya bisa.”

“Salah satunya bayi peremuan?” Kenanga pun mulai melancarkan aksi pancingan.

Leo Wisesa yang amat dewasa, tentu paham ke mana arah pembicaraan mereka dan apa yang dirinya inginkan untuk lakukan.

“Itu sangat bisa.”

“Tapi, saya mau anak cowok.”

Kenanga suka akan kejujuran Leo. Pria itu pun memang suka bicara blak-blakan.

SUAMI 42 TAHUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang