Puk!Puk!
Tepukan di pundak kirinya yang cukup keras, seketika berhasil mengalihkan atensi penuh Kenanga dari sang suami tengah mengajar.
Pandangannya lantas terpusat pada sosok mahasiswa muda berparas seperti blasteran yang duduk di sebelahnya.
Pemuda itu tersenyum lebar padanya.
“Iya?” Kenanga spontan bertanya. Pasti ada tujuan mengapa pundaknya ditepuk-tepuk.
“Boleh kenalan nggak?”
Dengan ekspresi kebingungan, Kenanga pun menerima uluran tangan dari si mahasiswa.
Mereka bersalaman cukup lama.
“Namaku Leonardo. Kamu siapa?”
“Panggil saja Kenanga.” Dijawab cepat dalam suara sesopan mungkin. Masih tersenyum menyamai apa diperlihatkan si mahasiswa.
“Kenanga? Nama bunga?”
“Benar sekali.” Tawa Kenanga keluar. Namun dengan cepat berusaha disudahi.
Bagaimana pun, ia sedang mengikuti kelas perkuliahan sang suami. Dan pria itu tengah mengajar begitu serius di depan sana.
Jadi, ia tak boleh menimbulkan kegaduhan yang membuat kelas terganggu. Terutama sang suami menyadari keberadaannya.
Ya, Kenanga menyamar sebagai salah satu mahasiswi. Ia mengenakan masker sejak tadi, sehingga Leo Wisesa tak akan tahu. Belum sekalipun dilepaskan dari wajahnya.
“Sudah punya pacar belum?”
“Eh? Bagaimana?” Kenanga kaget sendiri oleh ajudan pertanyaan dari si mahasiswa muda kepada dirinya.
“Iya, kamu udah punya pacar? Semoga belum, aku tertarik sama kamu, Kenanga.”
“Umur kamu berapa Leonardo?” Diajukannya balik pertanyaan agar tak perlu memberikan jawaban atas apa ditanya si mahasiswa.
“Umurku dua puluh satu. Kamu sendiri?”
“Dua puluh sembilan tahun.” Kenanga pun dengan mantap melontarkan balasan.
Dilihat perubahan cepat pada raut wajah si pemuda, tampak menegang. Kedua matanya membeliak, seolah-olah sangat kaget.
Kenanga ingin rasanya tertawa.
“Jadi, nggak minta no hp?” Coba digoda si mahasiswa muda untuk tahu reaksi lebih lanjut. Lumayan sekadar bercanda.
“Maaf, nggak jadi. Aku nggak doyan dengan perempuan yang lebih tua.”
Gelakan Kenanga lepas juga, walau hanya sesaat karena tidak mau menarik seluruh perhatian seluruh kelas yang tengah khusyuk.
Mahasiswa muda tadi pun mengabaikannya.
Baiklah, tak usah dimasukkan hati kelakuan yang diterima. Anggap saja sebagai hiburan.
“Sampai di sini materi saya sampaikan. Tugas tolong dikumpulkan paling lambat tiga hari lagi. Batas waktu, jam lima sore.”
Atensi Kenanga langsung fokus kembali ke sang suami yang berkata lantang nan tegas.
Puluhan mahasiswa dan mahasiswi pun riuh menjawab. Beberapa di antaranya bahkan bersorak karena kelas selesai lebih awal.
Mereka sepertinya sangat senang.
Sebagian besar pun tampak segera bergegas bangun dari bangku masing-masing. Mereka berhamburan keluar seolah-seolah mengejar sesuatu, sehingga ruangan cepat kosong.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUAMI 42 TAHUN
General Fiction[Follow dulu untuk bisa membaca part yang lengkap] Ikatan pernikahan dibangun dengan perbedaan usia tiga belas tahun di antara keduanya, tentu tak mudah, tapi tidak menjadi penghalang juga mencintai satu sama lain. Hati dokter Kenanga Weltz (29th)...