Waktu telah menunjukkan pukul satu dini hari.Sudah empat jam, Leo Wisesa menunggu sang istri yang tengah mengoperasi pasien.
Di dalam ruangan kerja Kenanga ada sofa yang dapat difungsikan sebagai tempat tidur.
Namun, rasa kantuk belum menyerang. Akan tetap terjaga untuk menanti Kenanga selesai.
Lalu, mereka akan pulang bersama-sama. Ia tak bisa meninggalkan sang istri, walaupun ada supir pribadi mertuanya selalu siaga.
Untung, besok pagi, dirinya tidak harus pergi ke kantor seperti jam biasa. Hanya perlu ke pengadilan mendampingi klien dalam sidang perceraian. Semua materi pun telah siap.
Prakara lumayan rumit, menyangkut masalah harta gono-gini, termasuk konflik internal yang membuat masalah perpisahan kliennya tidak mudah diselesaikan dengan kesepakatan.
Setelah sebulan membantu mencari solusi, akhirnya jalan tengah yang sama-sama tidak merugikan kedua belah pihak bermasalah.
Sebagai pengacara, keberhasilannya dalam menyelesaikan kasus ini, menambah daftar ratusan klien yang puas dengan pelayanan diberikan firma hukum miliknya.
Cklek.
Ketika mendengar pintu ruangan dibuka dari luar, Leo Wisesa langsung bangun. Duduk dengan tubuh tegap di atas sofa yang empuk.
Mulut sudah siap melontarkan nama sang istri namun bukan sosok ditunggu-tunggu muncul.
Melainkan, seorang perawat perempuan.
“Apa benar ini Bapak Leo Wisesa? Suami Dokter Kenanga Weltz?”
Tak hanya pertanyaan bernada kurang enak dari sang suster yang membangkitkan rasa tidak nyaman di hatinya, namun raut wajah tegang juga diperlihatkan oleh perawat.
“Saya suami Dokter Kenanga.” Dijawabnya cepat dengan perasaan mulai terganggu.
Firasat buruk muncul pula.
“Apa Bapak bisa ikut bersama saya?”
“Kenanga kenapa?” Leo Wisesa merasa harus menanyakan dulu kondisi istrinya.
“Dia pingsan atau bagaimana?” Diburu lagi dengan pertanyaan. Ingin segera mendapat kejelasan soal keadaan Kenanga.
Leo Wisesa juga sudah bangkit dari sofa, ia berjalan cepat bak berlari menuju pintu, dimana suster muda itu tak bergerak.
“Dokter Kenanga tidak pingsan, Pak.”
“Lalu?” Leo Wisesa belum paham.
“Dokter Kenanga dalam masalah, Pak.”
“Masalah apa?”
Ternyata tetap mengarah pada sesuatu yang kurang baik, dirinya mesti tetap waspada.
“Tolong beri tahu saya sambil antar saya ke tempat Dokter Kenanga sekarang berada.”
“Saya ingin melihat istri saya,” perjelas Leo Wisesa dalam menyampaikan tujuannya.
Sang perawat pun setuju, lewat anggukan yang ditunjukkan kepadanya.
Ditahan pertanyaan muncul di kepala. Bisa menyusul nanti untuk dikeluarkan.
Lalu, dengan langkah masih terburu-buru, lekas diikuti suster ketika mulai berjalan pergi dari ruangan kerja sang istri.
Pikiran Leo Wisesa terus digempur berbagai kemungkinan-kemungkinan buruk berkaitan dengan Kenanga yang bisa saja terjadi.
Leo kira dirinya akan diantar ke Unit Gawat Darurat rumah sakit atau ruangan perawatan lain, seperti yang sudah diduga, tapi sang perawat mengajaknya masuk ke dalam lift.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUAMI 42 TAHUN
General Fiction[Follow dulu untuk bisa membaca part yang lengkap] Ikatan pernikahan dibangun dengan perbedaan usia tiga belas tahun di antara keduanya, tentu tak mudah, tapi tidak menjadi penghalang juga mencintai satu sama lain. Hati dokter Kenanga Weltz (29th)...