“Mas Leo harus jaga-jaga mata di kampus pas ngajar, jangan cuci-cuci mata terus.”“Lihat yang bening-bening dan muda, pasti segar matanya Mas Leo tiap hari.”
Semakin banyak kalimat candaan bernada sindiran dilontarkan sang istri, maka kian keras pula suara gelakan Leo Wisesa.
Merasa tergelitik tentunya.
“Mas Leo, aku lagi serius.”
“Iya, Sayang.” Diberikan reaksi cepat kali ini.
“Di kampus, harus saya akui, banyak murid saya yang secara fisik menarik.” Leo Wisesa mengemukakan pendapat secara jujur.
“Tapi, bagi saya, kamu yang paling cantik, Kenanga. Karena, kamu adalah istri saya.”
Bukan bermaksud merayu, bahkan tujuannya untuk meyakinkan wanita itu bahwa ia tidak menaruh perhatian khusus ke lawan jenis mana pun, termasuk para mahasiswinya.
“Saya sudah berkomitmen untuk setia hanya dengan kamu, Baby.” Leo mempertegas.
“Saya tidak akan menanggapi mereka.”
“Kamu percaya saya?”
Kenanga mengangguk-angguk mantap. Tak lupa merekahkan senyum terbaiknya, saat atensi sang suami tertuju penuh padanya.
Aliran darah Kenanga sudah berdesir sejak kata pertama terlontar dari mulut suaminya dengan nada yang begitu serius.
Jelas dianggap semua ucapan Leo Wisesa sungguh-sungguh. Tidak akan diragukan sedikit pun perasaan pria itu untuknya.
Namun tetap saja, sebagai istri yang punya suami dengan paras menawan dan karier bagus, ada kecemasan akan wanita lain di luar sana yang lebih menarik darinya.
Apalagi, ia tidak muda lagi.
“Mas Leo cinta dengan siapa?” Kenanga pun berupaya memancing lewat rayuan.
“Dengan kamu.”
“Setia dengan siapa, Mas?” Kenanga masih ingin menggoda suaminya. Menyenangkan.
“Dengan istri saya.”
“Kenanga Wisesa Weltz.”
Kekehan pun terlolos mendengar jawaban yang amat mantap sang suami.
Tangan kanannya dibawa ke wajah pria itu. Diusapkan lembut jemari-jemari di pipi Leo Wisesa. Suaminya kian berseri-seri.
Tangannya lantas diraih. Dicium pada bagian punggung tangan dengan cukup lama.
“Mau singgah makan?”
“Nggak, Mas. Udah kenyang.”
“Langsung pulang?” Leo mengonfirmasi.
Barang kali, sang istri ingin pergi ke tempat lain dulu sebelum mereka menuju rumah.
Kenanga pun mengangguk sambil menatap dirinya dengan sorot yang teduh.
Ingin lebih lama membalas, namun karena sedang fokus menyetir, tidak akan dapat lama-lama berkontak mata dengan sang istri.
Setiap kebersamaan di antaranya dan juga Kenanga, selalu terasa spesial. Walaupun hanya sekadar berada satu mobil dan akan pulang, seperti ini. Sederhana tapi bermakna.
Sejujurnya, kedatangan Kenanga ke kampus untuk ikut dalam kelas yang diajarnya, masih terasa konyol, walau dengan dalih mengidam.
Apalagi tadi, sang istri sempat menunjukkan sikap posesif pada mahasiswi-mahasiswinya.
Sangat wajar, ia pun senang dengan cara elegan Kenanga dalam memproklamirkan dirinya hanya milik wanita itu.
Kenanga kadang tak tertebak akan bertindak seperti apa, tapi menunjukkan status sebagai istrinya di depan para mahasiswinya yang kerap menggoda terang-terangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUAMI 42 TAHUN
General Fiction[Follow dulu untuk bisa membaca part yang lengkap] Ikatan pernikahan dibangun dengan perbedaan usia tiga belas tahun di antara keduanya, tentu tak mudah, tapi tidak menjadi penghalang juga mencintai satu sama lain. Hati dokter Kenanga Weltz (29th)...