Prolog

82 11 1
                                    

Gadis dengan gaun pengantin berwarna putih bersih yang terbalut di badannya itu menunduk dalam. Hari ini seharusnya hari yang bahagia untuk dirinya,acara yang dinantikan banyak wanita itu kini terjadi padanya. Keluarganya datang untuk menyambut kebahagiaannya.

Namun, ia merasa tak mendapatkan kebahagiaan apapun malam ini,semegah dan semewah apapun. Dia merasa kosong. Matanya menatap setiap tamu undangan yang datang dari balik jendela yang terpasang di ruangan tersebut. Ia bertanya,haruskah acara ini terus berlanjut?

Menggeleng lemah,gadis itu hanya menatap dirinya dengan pandangan kosong,tak ada harapan ataupun keinginan lebih untuk dirinya malam ini. Yang seharusnya setiap perempuan pasti berharap hari penting itu berjalan lancar tanpa kendala,ia justru ingin sesuatu terjadi dan menghentikan segalanya.

"Kasih." Suara lembut itu masuk ke indra pendengaran si gadis. Lelaki tersebut menyibak gorden lalu masuk perlahan.

Suara pantofel yang ia gunakan menjadi waktu yang tersisa untuknya melihat ratu malam ini.

Kasih Amora,gadis itu mendongak. Air mata meluncur begitu saja kala melihat pria dengan kemeja putih yang sekarang mendekat kearahnya. Rambutnya tertata dengan rapi seperti dirinya yang akan menikah malam ini. Harum aromanya menguar begitu ia mendekat,parfum favorit Kasih yang sengaja ia berikan kepada Andara.

Ia begitu merindukan lelaki itu. Merindukan suaranya yang beberapa hari ini tak pernah ia dengar,merindukan sosoknya yang seakan menghilang akhir-akhir ini.

"An...." Kasih bangkit,memeluk tubuh kekar Andara. Pelukan itu masih sama,seseorang yang begitu Kasih inginkan tetap sama. Hanya Andara. Helaan napas sesak ia keluarkan,bingung bagaimana Kasih harus menghadapi dunia setelah ini.

Andara mematung,dengan perasaan tak keruan. Akhirnya ia membalas pelukan setelah terdiam cukup lama. Dekapan yang mungkin setelah ini tak akan dapat ia rasakan lagi,Andara menutup matanya,merasakan setiap kehangatan yang menjalar ke tubuhnya. Apa Kasih tahu bagaimana segila Arbian saat ini?

"Aku nggak mau nikah,nggak mau!" Kasih mempererat pelukannya,dan itu mampu membuat seorang Andara ikut larut dalam suasana yang Kasih ciptakan. Tangan mungil itu mencengkram erat kemeja yang Andara kenakan.

Andara mengelus rambut hitam legam itu,mencium puncak kepala dengan aroma yang menenangkan,sesaat Andara lupa akan masalah yang sedang mereka hadapi,"jangan seperti ini Kasih,"lirih Andara,yang sebisa mungkin menahan tangisnya. Ia menatap sekitar,tak ada seorangpun yang masuk ke ruang rias ini. Ia tatap Kasih yang semakin cantik dengan make up.

Bagaimana mungkin dia bisa semudah itu memberikan kekasihnya kepada orang lain?

"Ayo kita pergi,bawa aku,kita mulai semuanya dari awal,"ucap Kasih bersungguh-sungguh. Ia mampu berlari walaupun gaun yang ia pakai sedikit berat. Kasih sanggup jika ia harus meninggalkan segalanya demi bersama Andara.

Andara menggeleng keras mendengar hal konyol yang terucap dari bibir gadisnya. Ia menangkup wajah Kasih dengan senyum yang mampu menenangkan. Mata yang selalu menatap Kasih dengan tatapan memuja,Andara mendekat,satu kecupan ia titipkan pada Kasih. Kecupan terakhir kali sebelum gadis itu menjadi milik orang lain.

"Sayang,ini semua takdir,"ucapnya dengan mata yang memerah. Menatap mata coklat yang kini menatap penuh harap kepadanya. Tatapannya kini kembali meredup,Kasih akhirnya hanya mampu mengangguk kecil,"Ya,ini semua takdir."

Andara mengelus pipi yang memerah itu dengan ibu jarinya,hal yang selalu lelaki itu lakukan jika Kasih sedang bersedih. Banyak sekali kenangan yang harus keduanya kubur mulai malam ini.

Bagaimana mungkin Andara bisa menyerahkan gadis itu untuk Pria lain?gadis sempurna yang ia temukan dengan radarnya harus menjadi milik orang lain?

Lelaki memang pandai menyembunyikan kesakitannya dibanding perempuan dan hal itu terjadi sekarang. Kasih yang telah terisak hebat sedangkan Andara yang menenangkan walaupun jauh dilubuk hatinya,ia tersiksa lebih dari gadis itu. Lebih dari apapun,Andara tidak pernah merasa se-kacau ini.

"Aku akan kembali nanti,kamu jangan takut." Andara menggenggam erat tangan yang sudah dibaluri oleh henna berwarna putih tersebut. Tangan cantik yang selalu ia genggam selama empat tahun lamanya. Tangan mungil yang selalu ia ajak dalam setiap proses di hidupnya. Tangan yang selalu menggapainya saat ia terjatuh,tangan yang selalu mengelusnya saat ia terluka. Bagaimana tangan itu akan digenggam oleh pria lain di atas altar nanti?

Kasih memperhatikan Andara yang terus menatap tangan mereka yang tertaut. Ada luka yang bisa Kasih rasakan,luka yang bahkan Kasih tidak tahu cara untuk menyembuhkannya.

"Aku minta maaf,"lirih Kasih. Nada yang terdengar begitu sumbang. Andara bersumpah baru kali ini ia tak ingin mendengar kata 'maaf' dari mulut gadis itu.

"Aku akan jadi milik orang lain setelah ini,maaf aku nggak bisa nepatin janji yang udah kita buat...untuk selalu bersama."

Jatuh.

Airmata Andara jatuh detik itu juga. Ia terkekeh pelan.

"Kamu pernah bilang pingin liat aku nangis 'kan?"tanya Andara yang kini telah kacau. Seharusnya ia tak datang hari ini. Seharusnya ia berada di club malam untuk merasakan kesakitannya. Kasih menggeleng,jika seperti ini keadaannya Kasih tidak pernah ingin melihat lelaki itu menangis.

"Dengan berat aku bilang ini sama kamu." Andara menarik napasnya,ia pandangi gadis yang beberapa jam lagi akan menjadi milik Pria lain.

"Kita selesai sampa disini,terimakasih sudah menjadi bagian terindah dari hidup aku,Kasih Amora." Dikecupnya punggung tangan Kasih dengan isakan pelan,sedangkan gadis itu hanya mampu menutup matanya.

"Mempelai wanita harap segera bersiap lima menit lagi,"seru seseorang yang tiba-tiba muncul dari balik pintu yang tertutup tirai putih.

Kasih dan Andara saling berpandangan,genggaman mereka pun terlepas, Kasih menggeleng begitu Andara melangkah keluar dari ruang rias. Sesaknya sudah tidak bisa lagi ia tampung,Andara harus segera pulang. Ia tak bisa melihat perempuan yang amat ia cintai dimiliki seutuhnya oleh Pria lain.

Kasih hanya berdiri mematung,mata sembabnya tak mampu membuat siapapun menghentikan acara ini,seorang perias yang merias wajahnya malam ini,kini tersenyum melihat wajahnya.

"Mbak Kasih cantik sekali,Mas Abiar beruntung punya istri seperti Mbak." Perias tersebut mulai menghapus sisa airmata Kasih yang tertinggal dengan tisu. Perias tersebut berpikir jika Kasih sedih karena harus meninggalkan keluarga,padahal bukan itu alasannya.

Abiar,calon suaminya.

Kasih hanya mengulas senyum,tak berniat membalas apapun sampai sang Ibu datang dan memeluknya.

"Kamu akan bahagia bersama pilihan Ayah,"bisik sang Ibu penuh keyakinan. Bahkan Ia tidak tahu apa akan kembali merasa bahagia setelah ini.

"Aku cinta Andara,Ibu." Kasih berkata dengan wajah sendu. Berharap kali ini,Ibu membantunya sekali saja.

"Aku nggak akan bahagia sama pilihan Ayah,nggak akan,"lanjut Kasih dengan tangan menggandeng lengan Ibunya. Sang Ibu melihat kepedihan di mata Kasih namun ia tak bisa melakukan apapun.

Semua mata tertuju kearah Kasih—ratu malam ini. Banyak mata menatap takjub dengan kecantikan Kasih. Sementara lelaki yang menunggunya di ujung hanya termenung,tatapnya penuh puja pada seseorang yang beberapa detik lagi akan menjadi istrinya.

Abiar menarik napasnya,sebentar lagi perempuan yang sedang patah hati itu akan menjadi bagian terpenting dari hidupnya.

Atau bagian paling menyakitkan dari hidupnya?

Bawah AtapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang