9. Tari

9 3 7
                                    

Kasih menggeliat,perlahan mulai membuka mata. Sedikit menyipit karena cahaya yang masuk dari jendela yang terbuka sempurna. Kasih celingukan melihat sudah tidak ada Abiar di sisinya. Kasih bangkit,meregangkan otot. Ia mengingat kegiatan apa yang harus ia kerjakan hari ini. Kasih menguap,rasanya malas sekali. Ia ingin kembali tidur namun badannya terasa lengket.

Kakinya mulai turun,menyentuh lantai. Matanya menatap bingkai foto pernikahan nya. Senyuman kecil terbit,walau tipis.

Tangannya meraih jam yang berada di nakas.

Jam 09.00

Pantas saja Abiar sudah tidak ada disampingnya,Kasih terlalu malas untuk bangun pagi. Menikah dengan Abiar membuat Kasih malas melakukan apapun.

Ia segera meraih ponsel,menelepon Abiar.

"Halo."

"Halo Mas,kamu udah sarapan?"tanya Kasih sembari membereskan kasur.

"Udah,aku masak tadi shubuh. Kamu makan ya masakan aku?" Kasih mengangguk walaupun ia tahu Abiar tidak akan melihatnya.

"Siap Mas,nanti aku makan sekarang aku lagi beresin kasur terus mandi,"jawab Kasih menjelaskan apa yang ia lakukan sekarang.

"Yahh,aku gabisa liat kamu mandi,"kesal Abiar dengan kekehan. Kasih membulatkan matanya. Menatap horor ponsel yang tergeletak di nakas,ia menggunakan speaker.

"MAS MESUM!"teriak Kasih.

Abiar tertawa terbahak,membuat wajah Kasih memerah seperti kepiting rebus. Jika diingat kembali harusnya Kasih tidak perlu merasa malu karena dirinya yang memulai semuanya.

Ia memberikan tubuhnya untuk Abiar. Memberikan seluruh sisa hidupnya untuk bersama Abiar—sampai Andara menjemputnya.

Yang Kasih tidak tahu sampai kapan,bagaimana kabar Andara sekarang?

"Mas kerja dulu ya sayang,love you."

Kasih termenung,tiba-tiba bibirnya kelu untuk membalas ucapan Abiar barusan. Kasih menunduk,"iya Mas... cepet pulang."

Terdengar helaan dari seberang sana,Kasih tahu Abiar merasa kecewa. Namun,Kasih tidak bisa membalas kata-kata itu sekarang karena hatinya belum sepenuhnya ia berikan kepada Abiar.

Suara panggilan terputus menjadi akhir dari percakapan keduanya. Kasih meraih ponselnya. Setelah melipat selimut Kasih memutuskan untuk bergerak mandi. Meraih handuk,Kasih berjalan lunglai memasuki kamar mandi.

Ia mengisi bathub dengan air hangat,membaringkan tubuhnya yang lelah walaupun tidak melakukan apapun,Kasih merasa badannya berat.

Nyaman rasanya,Kasih rasa ingin tertidur pulas. Ia memejamkan mata,namun malah bayangan tentang Andara yang menghantuinya.

"Jika tidak ditakdirkan untuk bersama,setidaknya jangan membuatku sulit seperti ini,"lirih Kasih.

Ia memainkan air,matanya memanas kembali. Bagaimanapun empat tahun lamanya bukan sebentar. Kasih rasanya... seperti ingin mengakhiri hidupnya kala mengingat Andara bukan miliknya lagi.

***

"Pak Abiar,setelah ini ada rapat di—"

"Saya tahu,sebaiknya kamu istirahat terlebih dahulu sebelum kembali menguras tenagamu,"potong Abiar pada Tari—asistennya. Abiar yang sedang berkutat dengan berkas-berkas di mejanya menoleh,"jam dua nanti temui saya kembali."

Tari tersenyum kemudian mengangguk lalu mengundurkan diri dari hadapan Abiar.

Abiar kini kembali berkutat dengan pekerjaannya,mencoba menghilangkan kegelisahannya pada Kasih. Ia mencoba untuk menghilangkan bayangan Kasih saat ia bekerja. Namun,tidak bisa. Abiar selalu berharap waktu berjalan cepat dan Ia segera pulang untuk menemui Kasih. Melihat gadis itu menggerutu karena hal kecil,melihat gadis itu terlelap dalam dekapannya.

Abiar mencintai Kasih.

Ia mencoba memperhatikan kembali kertas yang berada di hadapannya.

Dan berharap waktu akan bisa bersahabat dengannya untuk segera pulang.

Dan memeluk istrinya.

Disisi lain Tari berjalan menuju kubikelnya dengan senyuman yang terus terpatri di wajahnya. Membayangkan Abiar yang selalu memberinya perhatian,ditambah dengan wajah tampan Abiar yang mampu membuat Tari betah berada disampingnya.

Tari menyukai Abiar,sejak dulu. Dan semua orang di kantor tahu itu.

Semua karyawan Abiar tidak tahu bahwa lelaki itu sudah menikah karena pernikahan Abiar hanya diketahui oleh beberapa orang saja—termasuk rekan bisnis Handa.

Mereka tidak memperhatikan jari manis Abiar yang sudah diisi dengan cincin sehingga masih banyak gadis yang mengejar Abiar—sampai sekarang.

Termasuk Tari.

Ia memekik begitu duduk di mejanya. Mulai membuka makanan yang dibawa dari rumah. Abiar sungguh baik padanya,membuat Tari menjadi berharap lebih pada lelaki tersebut.

"Senyum-senyum terus perasaan,"ucap salah satu teman Tari. Membuat gadis itu menoleh kemudian tersenyum,"coba tebak kenapa aku senyum-senyum?"tantang Tari.

Erna—teman Tari mendengus,"udah ketebak,abis ketemu Pak Abiar 'kan?"

Tari memberikan jempolnya,"pintar!"pujinya.

Erna mencekik,"aku kalah kayanya sama kamu Tar,kamu bisa ketemu Pak Abiar setiap waktu."

Tari mengangkat alisnya dengan bangga,"aku 'kan sekretarisnya,wajar aku selalu ada di sekeliling Pak Abiar."

"Iya deh,tapi jangan terlalu berharap,bisa aja Pak Abiar udah punya pacar,"ucap Erna memberi peringatan. Tari terkekeh,"mau dia sudah menikah pun aku akan tetap kejar Pak Abiar,karena Pak Abiar akan selalu butuh aku."

Tari menoleh kearah Erna dengan senyuman miring,"ngerti?"

***

Kasih berteriak kencang begitu mendapati kecoa yang merayap di bathub. Ia segera bangkit kemudian berlari keluar kamar mandi.

"Kenapa bisa ada kecoa sih?!"bentak Kasih yang geli sendiri melihat makhluk menyebalkan tersebut. Ia segera meraih handuk dan menutupi seluruh badannya.

Kasih kembali masuk dengan tangan memegang sandal rumah miliknya. Niatnya ia akan memukul kecoa tersebut namun ternyata kecoa itu mengambang di air.

"Kenapa ngambang sih?!"teriak Kasih.

Kasih melempar sandal,ia segera membersihkan tubuhnya. Berlari keluar dari kamar setelah mengenakan baju seadanya.

Kasih segera menuju meja makan,ternyata Abiar memasak sup dan ayam goreng. Abiar sangat perhatian dan juga menjadi suami idaman bagi siapapun. Makan dengan tenang tanpa gangguan.

Setelah makan ia menidurkan diri di sofa,rebahan menjadi hal paling menyenangkan untuknya setelah menikah dengan Abiar.

Kasih melihat buku-buku yang berjajar di rak buku. Ternyata Abiar sangat gemar membaca berbeda dengan Kasih yang sangat malas ini.

Ia meraih satu buah buku yang ternyata adalah album foto, Abiar terlahir di keluarga harmonis seperti dirinya. Kasih tersenyum melihat foto kecil Abiar,Abiar sangat lucu saat bayi. Menggemaskan sekali.

"Ihhh lucunyaaa,"gemas Kasih ingin mencubit pipi gembul Abiar. Ia beralih dengan foto Abiar yang digendong oleh Bunda. Senyuman Kasih semakin melebar,"kayanya anak aku bakal selucu ini deh,"celetuknya tanpa sadar.

Ia kembali membuka halaman demi halaman,ternyata Abiar mempunyai banyak sekali foto sewaktu kecil. Kasih membawa ponselnya kemudian mempotret setiap foto Abiar.

"Anak aku harus selucu ini!"ucapnya sambil menunjuk Abiar dengan telunjuknya.

Kasih melamun setelahnya. Ia teringat hubungannya dengan Abiar setiap malam. Apa akan berbuah?

"Anak..." Ia menunduk,melihat perutnya. Mengelusnya,entah kenapa hatinya bergetar. Apa ia akan menjadi seorang Ibu setelah menikah dengan Abiar?

"Apa... aku bakal hamil?"

Bawah AtapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang