11. Tidak akan takut terluka

13 4 3
                                    

"Abiar itu dulu paling susah kalo Bunda suruh belajar naik sepeda."

Kasih mendengarkan setiap cerita Bunda tentang Abiar. Sembari menunggu lelaki itu memasak,Bunda menceritakan semasa kecil Abiar. Wanita paruh baya itu berbicara dengan wajah bersinar.

"Dia bilang kalo naik sepeda itu resiko terlukanya besar,karena Abiar tidak pandai memainkannya,"lanjutnya. Kini Bunda mengelus tangan Kasih yang duduk disampingnya dengan kaki terangkat satu menyamping.

"Tapi Bunda selalu bilang kalau kita harus keluar dari rasa takut,mau terluka separah apapun setidaknya kita telah melawan rasa takut itu,dan Abiar menuruti perkataan Bunda walaupun setelahnya dia menangis karena lututnya terluka,"cerita Bunda sembari tertawa dengan ringannya. Kasih ikut menerbitkan senyum melihat Bunda.

"Dan kamu tahu?saat kalian dijodohkan dulu,Abiar pernah menyerah,"ucap Bunda menatap dalam obsidian Kasih. Kasih termenung mendengar penuturan Bunda.

"Abiar berkata bahwa kamu mencintai lelaki lain,"lirih Bunda kini menunduk mengingat wajah sedih Abiar saat itu.

"Wajah sedihnya saat itu melebihi raut ketakutannya pada sepeda,Bunda tahu... dia akan terluka karena pernikahan ini."

Kasih menahan napasnya,dadanya tiba-tiba terasa sakit begitu mendengar ucapan Bunda.

"Kamu juga pasti terluka 'kan?lebih dari luka Abiar karena tahu dia mencintai gadis yang hatinya sudah terisi penuh oleh Pria lain." Bunda menghela,kini tangannya memainkan ujung tas berwarna emas glamor miliknya. Wajahnya terlihat meredup merasakan sakit yang keduanya alami.

"Tapi Bunda tahu,kalian ditakdirkan untuk bersama. Menaungi rumah yang akan terisi banyaknya cinta kalian berdua,akan ada masanya kalian bersyukur atas apa yang kalian lakukan sebelumnya. Tidak mudah memang untuk membalas rasa cinta Abiar namun tidak ada yang tahu ke depannya akan seperti apa,satu yang Bunda pinta... jangan tinggalkan Abiar."

Kasih menelan salivanya,ia mengangguk dengan mata memerah.

"Kasih tidak akan membiarkan Abiar sendirian Bunda,"tutur Kasih menyetujui permintaan Bunda. Ia tak tahu apa ucapannya kali ini dari hati atau... hanya untuk membuat Bunda tenang?

Bunda tersenyum lembut,menyimpan tangannya diatas punggung tangan Kasih,"terimakasih." Lalu kembali mengelus punggung tangannya. Kasih merasa seperti kembali mempunyai Ibu selain Ibunya sendiri,sosok hangat Bunda mampu membuat Kasih merasa nyaman.

Kasih membalas senyuman Bunda,"terimakasih juga Bunda,telah melahirkan sosok Abiar untuk Kasih."

Lalu suara langkah kaki menjadi akhir pembicaraan keduanya karena Abiar sudah selesai memasak untuk mereka.

"Makanan sudah siap!ayo kita makan,"ajak Abiar berjalan ke belakang sofa dan mengulurkan kedua tangannya untuk ia rangkul kedua perempuan yang menjadi penerang kehidupannya.

Bunda dan Kasih mengangguk lalu beranjak dari sofa dengan Abiar yang masih merangkul keduanya.

"Abiar itu dulunya susah sekali disuruh bermain sepeda tapi dia akan dengan senang hati memasak walaupun tahu tangannya akan terluka saat itu."

Bunda mendekatkan mulutnya ke telinga Kasih,"kamu itu seperti halnya apa yang Abiar suka,dia tidak akan takut terluka karena dia melakukan semuanya dengan keinginan hatinya."

Kasih bersemu,dia semakin merapatkan tubuhnya ke arah Abiar.

"Iya,aku perempuan yang Mas Abiar suka,"jawab Kasih dengan jahil merangkul balik Abiar. Abiar menatap Kasih yang kini mengedipkan sebelah mata padanya. Detak jantungnya semakin tak keruan. Ada sesuatu yang menggelitik di perutnya karena perlakuan Kasih.

"Wahhh anak Bunda masak apa nih?"tanya Bunda begitu sampai didepan meja makan. Bunda memutari meja kemudian duduk. Abiar memalingkan wajahnya dari Kasih kemudian menatap Bunda. Mencoba menetralkan kembali hatinya yang berdegup saat ini.

Tak bisa dipungkiri,Abiar mencintai Kasih.

"Ayam tepung,cumi goreng,sama sop iga. Makanan kesukaan Bunda,"jawab Abiar.

"Lalu ada ayam saus tiram,sama sayur sop,kesukaan istri Abiar,"ucap Abiar merangkul Kasih kemudian mengecup keningnya singkat. Abiar menatap Bunda yang menatapnya teduh.

"Bunda benar,Abiar harus memperjuangkan apa yang Abiar bisa perjuangkan,dan Abiar akan memperjuangkan Kasih untuk... mencintai Abiar."

***

"Bunda tadi bilang apa aja?"tanya Abiar begitu suara mobil Bunda bergerak menjauh. Kasih dan Abiar yang berdiri di teras rumah pun kini beranja masuk.

"Dia nyeritain semua tentang kamu,"jawab Kasih meraih piring-piring kotor untuk dia cuci. Abiar mengikuti dari belakang.

"Apa?apa yang Bunda bilang tentang aku?"tanya Abiar penasaran.

"Kamu dulu suka banget pergi ke taman bermain,males sekolah karena banyak perempuan yang mengelilingi kamu,kamu juga suka banget waktu paman kamu ngasih hadiah ikan hias yang disimpen di kamar kamu,kamu juga sengaja beli satu set alat memasak waktu umur kamu delapan tahun,dan kamu paling males disuruh belajar sepeda."

Abiar mendengarkan dengan seksama;ia sedikit malu juga karena Bunda menceritakan dengan detail tentang dia.

"Sore ini kita main ke taman bermain mau?kita nostalgia masa kecil kamu,"ucap Kasih kini mulai menyalakan kran air. Mencuci semua piring yang sudah dipakaikan sabun.

"Boleh,mau sekalian ajak Candra dan Natasha?"tanya Abiar.

Kasih tampak berpikir namun kemudian ia menggeleng,"kita berdua aja,biar kaya pacaran."

Abiar memutar bola matanya,"bukan pacaran lagi,kita sudah suami istri."

Kasih terkekeh,"iya suami istri tapi biar kaya anak muda gitu keliatannya kaya lagi pacaran."

Abiar mengambil lap bersih lalu mulai mengelap semua piring yang sudah Kasih bilas.

"Oke,kita harus bertingkah kaya lagi pacaran,malu-malu tapi mau." Kasih terbahak mendengar ucapan Abiar barusan.

Ia mencipratkan air ke wajah Abiar yang disambung dengan omelan Abiar karenanya.

Kasih dan Abiar tertawa bersama,tak lama hanya terdengar suara kran yang menyala karena Abiar terlebih dahulu membungkam Kasih dengan mulutnya.

***

"Baju aku yang cream kemana ya?"tanya Abiar keluar dari dalam kamar menghampiri Kasih yang sedang berdandan di ruang tengah.

"Baru dicuci kalo nggak salah,kamu pake baju lain aja,"jawab Kasih yang kini memakai eyeliner. Abiar tak menjawab dan kembali masuk kedalam kamar.

Kasih kini sedang fokus dengan riasan di wajahnya. Memakai lipstik berwarna merah kecoklatan yang membuat wajahnya terlihat sempurna.

"Sudah siap!" Kasih bangun,ia celingukan.

"MAS!"panggil Kasih berjalan menaiki tangga.

"MAS AKU UDAH SIAP!" Kasih kini membuka pintu,terkejut melihat Abiar yang masih menggunakan handuk di pinggangnya. Ingin sekali ia memarahi Abiar namun harus ditahannya karena jika Kasih marah mungkin acara keluarnya tidak akan berjalan mulus karena suasananya akan berbeda.

"Mas?"panggil Kasih lagi. Ia heran dengan Abiar yang mematung seperti itu.

Abiar menoleh,"eh yang."

"Kamu ngapain?"tanya Kasih berjalan mendekat dengan dress berwarna putih dipadukan dengan blouse berwarna putih juga. Kasih sangat menyukai warna putih dan Abiar juga... menyukai Kasih.

"Aku mau pake kemeja putih tapi kok gaada ya yang?"heran Abiar yang kini terdiam didepan lemari baju. Kasih mendekat,"kemeja putih yang mana?"

"Itu yang pernah aku pake,yang di sakunya ada garis hitamnya,"jawab Abiar.

Kasih mulai membuka-buka lipatan baju,ia mencari baju yang dimaksud oleh Abiar.

Namun,dilipatan baju tengah Kasih melihat sebuah foto perempuan dengan wajah cantik. Napasnya tiba-tiba memburu,ia menatap kamar foto tersebut.

"Mas?siapa perempuan ini?"

Bawah AtapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang