31. Kedatangan Andara

9 2 1
                                    

"Kopinya disimpen di mana?"tanya Kasih begitu masuk ke ruangan Abiar. Abiar tersenyum,kemudian memanggil Kasih mendekat.

"Sini,duduk." Abiar mengisyaratkan Kasih untuk duduk di pahanya,Kasih menurut. Tangannya ia kalungkan di leher Abiar,tersenyum.

"Tumben kamu mau ke kantin?kata Kak Tiara kamu suka makan di luar atau kalo nggak lagi meeting?"tanya Kasih. Abiar memeluk pinggangnya,ia mengecup pipi mulus istrinya,"kan ada kamu,"jawab Abiar kini tangannya kembali mengetik sesuatu di komputer. Ia terus bekerja sampai lupa waktu,Kasih ingin marah,tapi melihat bagaimana Abiar yang sukses membuat dirinya tak ingin membuat suaminya terluka.

Ia berjuang demi keluarganya nanti,demi masa depan anak yang berada di punggung Abiar.

Kasih membenarkan rambut suaminya,mengecup singkat kening Abiar.

"Makasih ya,udah nerima aku kerja di sini,"ucap Kasih dengan wajah ceria. Ia memeluk Abiar,"aku sayang kamu,"ucapnya lagi. Kasih melepas pelukan,ia hendak bangkit namun Abiar menahannya,"kalau kerja kamu bagus,aku akan mengangkat posisi kamu menjadi sekretaris pribadi aku—menggantikan Tari."

Kasih terkekeh,"nggak Mas,aku jadi karyawan biasa juga cukup,yang penting aku punya pengalaman,itu udah lebih dari cukup,karena nanti aku harus megang perusahaan Ayah,dan aku sudah belajar dari perusahaan kamu."

Abiar mengangguk saja,ia lupa jika Kasih ini juga akan memiliki perusahaan nanti,jika gadis itu menjadi sekretaris pribadinya,mungkin setelah Kasih memegang alih pekerjaan Ayahnya Abiar akan kalap karena tidak memiliki sekretaris nanti.

Abiar mengangguk,ia mencium aroma tubuh Kasih. Kemudian menghela,"hah,aku masih banyak kerjaan,nanti kita lanjut di rumah,"tutur Abiar kecewa. Kasih terkekeh,ia bangkit dan memilih untuk beranjak dari hadapan Abiar sebelum lelaki itu semakin menggila.

***

Kasih mengikat rambutnya asal,ia menyenderkan tubuhnya ke kursi kala semua pekerjaannya selesai. Ia mulai mengemasi setiap barang yang ia bawa,rasanya sangat lelah dan Kasih ingin segera merebahkan diri di kasur—bersama Abiar.

Tiara mengelus punggungnya,"aku pulang duluan yaa,udah dijemput pacar."

Kasih mengangguk,"hati-hati ya Kak Tiara."

Tiara mengacungkan jempol kemudian berlalu,kini menyisakan Kasih dan beberapa karyawan yang sedang bersiap.

"Maaf Tar,saya harus pulang sekarang,pekerjaannya kita bicarakan lagi esok hari,"ucap Abiar kepada Tari yang hendak mengajak Abiar bertemu dengan salah satu klien.

"Tapi Pak—"

"Saya bilang,besok." Abiar berkata penuh tekanan. Tari terdiam,kemudian mengangguk kecil.

"Baik Pak,hati-hati."

Abiar segera berlalu untuk menemui istrinya yang menyaksikan perdebatan dirinya dengan Tari. Ia melebarkan senyum begitu sampai di hadapan istrinya yang terlihat kelelahan.

"Mau aku gendong?"tanya Abiar. Kasih menggeleng lesu,"ayo pulang."

Kasih kemudian menggandeng tangan Abiar menuju lift. Banyak karyawan yang menyapa dirinya dan Abiar saat di dalam lift.

Setelah pintu terbuka,Abiar dan Kasih berjalan menuju mobil. Dan,lagi-lagi keduanya menjadi pusat perhatian. Abiar tersenyum melihatnya karena ia bangga memiliki istri seperti Kasih. Ia bangga mengenalkan Kasih sebagai istrinya.

Kasih selalu terlihat cantik di matanya,ia akan selalu merekah dalam pandangnya,perempuan itu akan selalu jadi alasan utamanya menjalani hidup lebih baik lagi.

Abiar membukakan pintu untuk Kasih,ia mengelus singkat puncak kepala istrinya,berterimakasih untuk hari ini.

Apapun yang Kasih lakukan,Abiar akan sebisa mungkin memberikan tanggapan baik,karena Abiar tahu istrinya butuh penyemangat.

Istrinya membutuhkan suport dirinya.

***

"Mas,bangun udah pagi!" Kasih mengguncang tubuh Abiar yang tertidur lelap. Setelah bertarung semalam,Abiar terlelap dan kini ia sangat malas untuk beranjak.

Abiar menggeliat,ia sedikit demi sedikit membuka mata,melihat Kasih yang sudah siap dengan baju formalnya.

Abiar bangkit,ia menatap Kasih.

"Udah pagi aja,emang semalem kita tidur jam berapa?"tanya Abiar sembari membenahi kasur. Ia tidak ingin membuat Teteh bertambah pekerjaannya karena kelakuannya dan Kasih.

"Jam 3 pagi,"ucap Kasih mengingatkan. Abiar terkejut,ia memiringkan kepalanya,"terus kamu bangun jam berapa?"tanya Abiar.

"Jam 4,"jawab Kasih membuat Abiar syok,istrinya tidur hanya satu jam lamanya.

"Kamu mau kerja?"tanya Abiar membuat Kasih mengernyit,"yaiyalah Mas,emang kenapa?"

"Kalo kamu ngantuk,tidur aja gapapa. Tetep aku gaji kok,"ucap Abiar khawatir. Ia melihat jam dinding yang menunjukkan pukul 08.00

Kasih menggeleng,"aku nggak ngantuk dan aku mau kerja,cepet siap-siap!"

Abiar segera bergerak menuju kamar mandi,sementara Kasih menyiapkan semua persiapan Abiar.

Kasih bergerak turun,ia sudah benar-benar siap. Ia tersenyum kepada Teteh yang sudah menyiapkan makanan.

"Pagi Teh,"sapa Kasih. Teteh ikut tersenyum. Tangannya menyimpan roti yang sudah dipanggang.

"Pagi juga Kasih,"sapa Teteh balik. Ia membuka selai coklat dan menyiapkan untuk keduanya. Kasih duduk dan membuka ponselnya,ia memejamkan mata begitu melihat tanggal,besok adalah hari pernikahan Natasha.

Dan... ia akan kehilangan sahabatnya.

Kasih menunduk,ia belum siap ditinggalkan Natasha. Bersahabat bertahun-tahun membuat Kasih takut ia tak bisa tanpa Natasha.

Kasih menatap Teteh,dia menahan tangan Teteh,"Teh,besok Natasha mau menikah."

Teteh terkejut,ia sebenarnya sudah diberitahu sebelumnya namun tidak tahu akan secepat ini.

"Besok Teteh dateng ya,Natasha yang minta." Teteh mengangguk,dia mengelus punggung Kasih.

"Masih ada Teteh,jangan ngerasa sendirian ya?"ucap Teteh lembut.

Kasih mendongak,ia melipat bibirnya kemudian tersenyum.

"Iya Teh,aku cuma takut... kehilangan Natasha,Teteh tahu 'kan aku cuma bisa curhat semua masalah aku ke Natasha,"keluh Kasih.

Teteh memperhatikan setiap ekspresi yang Kasih perlihatkan,ia tahu bahwa Kasih sebenarnya kesepian dan ia menginginkan seorang saudara untuknya.

Menjadi anak tunggal memang sedikit melelahkan menurut Kasih,ia tak bisa bercerita banyak kepada siapapun,tapi saat ada Natasha ia dapat merasakan itu semua.

Abiar turun dengan pakaian yang belum rapi sepenuhnya,kancing bajunya masih terbuka belum lagi dengan dasi yang bersarang di bahunya.

Kasih menghela,bagaimana jika karyawan Abiar tahu mengenai kelakuannya di rumah?

Kasih berjalan membenarkan kancing kemeja dan membantu menggunakan dasi suaminya,ia juga menyisir rambut Abiar dengan tangannya. Abiar tersenyum manis,"pagi cantik."

Teteh segera pergi dari hadapan keduanya,ia sudah biasa dengan kebucinan pasutri satu ini. Teteh lebih memilih untuk kembali ke dapur dan mengerjakan apa yang belum selesai.

"Ayo sarapan."

Abiar kini duduk bersama Kasih dan mulai memakan sarapannya. Kasih juga memakan kembali roti dengan selai tersebut,setelah itu keduanya hendak keluar rumah namun saat kaki mereka melangkah menuju teras seseorang berada di pagar pintu rumah itu. Dengan wajah yang tampak semakin kusut dan rasa putus asa yang menguar.

Kasih membeku begitu melihat siapa yang berada di sana. Napasnya tercekat dengan pandangan yang sedikit mengabur.

"Andara?"

Bawah AtapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang