4. Untuk Kasih

16 5 0
                                    

"Ibu,Ayah."

Kasih dan Andara sudah membulatkan tekad mereka untuk menemui orang tua Kasih. Beruntung hari ini keduanya sedang berada di rumah dan Kasih bisa mempertemukan Andara dan Ayah.

Ibu tersenyum begitu melihat putrinya sementara Ayah menaikkan satu alisnya menatap Andara.

"Duduk,"titah Ayah dengan nada dingin yang kentara. Ayah ini memang sosok yang tegas tapi lembut kepada Kasih dan Ibu. Andara dan Kasih pun duduk dengan canggung. Ia memperhatikan Ayah yang saat ini terlihat tidak bisa diajak bicara,ia ingin memberikan kode kepada Andara untuk mengubah rencana keduanya namun Andara terlebih dahulu mengatakan semuanya.

"Saya akan melamar Kasih,"ucapnya dengan nada lantang. Suaranya bahkan tidak terdengar gentar. Kaki Kasih sudah gemetaran bahkan ketika Ayah hanya berdeham sebelum bicara membuatnya takut.

"Kamu terlambat,Kasih sudah dilamar orang lain,"jawab Ayah dengan pandangan lurus.

"Kasih sudah dilamar pria yang jauh lebih dewasa dari kamu,jadi Saya menolak lamaran kamu,Arbian,"tegas Ayah. Andara mengangguk dengan senyum.

"Apa Om sudah bertanya kepada Kasih?selaku orang yang akan menjalani kehidupan setelah menikah nanti?"tanya Andara. Kasih mengangguk setuju,"apa Ayah pernah nanya aku siap atau engga?"

Ayah menatap Kasih dan Arbian bergantian kemudian mengangguk pasti,"Ayah tahu yang terbaik."

Kasih menggeleng,"Ayah nggak pernah tahu apa-apa."

"Kasih,"tegur Ibu. Kasih menghela napas,"Kasih tahu apa yang Kasih inginkan dan apa yang membuat Kasih bahagia,"lanjutnya. Tangannya mengepal,mencengkeram rok yang ia gunakan hari ini.

"Ayah tahu,"elak Ayah. Kasih yang semula menunduk kini mendongak,"Apa?apa yang Ayah tahu tentang kebahagiaan Kasih?"tantang Kasih.

"Hidup bukan tentang bahagia saja Kasih,kamu harus punya tujuan,kamu harus punya seseorang yang bisa membimbing kamu dalam segi apapun,"ceramah Ayah. Suaranya masih tetap tenang,mencoba menjelaskan.

"Dan Ayah menemukan itu dari sosok Abiar,Ayah menemukan sebuah tujuan untuk kamu,"lanjut Ayah menatap dalam kedua kelopak mata Kasih yang kini mulai mengembun.

Kasih ingin sekali memutarkan bola matanya sekarang,namun ia masih memiliki sopan santun kepada sang Ayah.

"Tapi Kasih sudah punya tujuan Ayah,tujuan Kasih ada sama Andara,"tolak Kasih masih ingin mempertahankan hubungan keduanya. Ayah menggeleng lagi.

"Ayah tidak pernah meminta apa-apa dari kamu Kasih,jadi kali ini Ayah minta kamu untuk... menikah dengan Abiar."

***

Matahari yang mulai terik membuat kedua manusia yang berada di dalam mobil itu mulai tersadar dari renungan mereka. Orang yang pertama tersadar adalah Andara,ia menoleh dan mendapati Kasih tengah menatap kaca jendela. Terdengar isakan lirih dari mulut gadis itu. Andara bergerak memeluk tubuh Kasih,"kamu harus turuti apa yang Ayah minta."

Kasih menoleh,menatap mata yang semakin kelam,"An... aku gabisa."

Andara mengangguk,"aku ngerti,pasti berat buat kamu,tapi kamu bisa pegang ucapan aku,aku akan bawa kamu nanti,setelah semua keadaan aku membaik."

Kasih menghapus airmatanya,helaan napas terdengar di telinga Andara,akhirnya Andara bergerak mendekat,ciuman singkat terjadi.

"Aku akan rebut kamu,membawa kamu dari suami kamu nanti."

Setelah kejadian itu,kini Kasih berada di kamarnya,bersama Teteh yang sejak tadi terus mengelus punggungnya,mencoba memberi semangat.

"Teteh,aku nggak mau menikah,"lirih Kasih. Airmatanya kembali turun,hancur sudah hidupnya. Teteh mengangguk kini bergerak memeluk Kasih dari samping,membiarkan Kasih semakin larut dalam tangis,agar semuanya lebih melegakan,Teteh sudah menganggap Kasih sebagai adiknya sendiri.

"Aku cinta Andara,Teh,dia butuh aku,hidup dia hancur kalau tidak ada aku Teh,siapa yang akan menolong Andara,dia bukan orang yang akan meminta uluran tangan oranglain,Teh..."

Kasih sudah tidak bisa lagi mengatakan apapun,napasnya tercekat sakit. Ia menunduk dengan jari yang kini menggenggam bajunya erat.

"Kasih mau dengerin Teteh?"tanya Teteh lembut,ia kini membenarkan rambut Kasih yang berantakan. Kasih mengangguk sambil sesegukan.

"Memang jika menyangkut hati,Kasih tidak salah. Tapi,Kasih juga seorang anak,Ayah ingin yang terbaik untuk Kasih,jika memang tidak ada jalan keluar berarti Kasih harus menerimanya,mungkin Tuhan sudah punya jalan lain untuk Kasih dengan hidup bersama pria pilihan Ayah,bukan Andara."

Teteh mengusap airmatanya Kasih,wajah cantik Kasih kini sudah berantakan,Teteh tidak mau melihat Kasih seperti ini.

"Nanti Teteh bantu untuk selalu memantau Andara,Kasih bisa beritahu Teteh kalau ingin mendengar kabar Andara,agar Kasih bisa selalu membantu Andara walaupun sudah menjadi istri oranglain,ya?"

Kasih mengangguk kecil,"makasih Teh,aku sedikit tenang sekarang."

Teteh kembali mengangguk setelahnya ia mengundurkan diri untuk membersihkan dapur. Kasih masih termenung di atas kasur dengan mata yang menatap kosong. Berat sekali rasanya,apakah ia harus menikah sekarang?

***

Acara pertunangan dilaksanakan hari ini,Ibu membawa Kasih menuju ke hadapan Abiar dan juga keluarganya.

"Wah cantik sekali anak kamu,"ucap Handa dengan wajah kagum. Abiar yang sejak tadi sedang memakan kue kering tiba-tiba terdiam memandang Kasih.

Tukar cincin sudah dilakukan,kini Kasih sedang bersama Abiar di taman,memandang kolam yang berada di rumah Ayah.

"Puas kamu?"tanya Kasih. Suaranya bergetar,menahan sakit yang teramat. Abiar kini menatapnya.

"Aku melakukan ini untuk kamu,Kasih,"tutur Abiar membuat Kasih tidak paham,ia mendecih,"untuk aku?haha."

Kasih memainkan cincin di tangannya,kemudian balas menatap Abiar.

"Ini untuk bisnis 'kan?nggak ada sangkut pautnya dengan aku."

Kasih bangkit meninggalkan Abiar yang kini menatap punggungnya.

"Anak yang terlalu dimanja,"keluh Abiar dengan sikap Kasih. Jika saja gadis itu tahu penyebab dirinya rela menikahi Kasih,pasti dia tak akan se-keras ini menolak.

"Bagaimana aku hidup nanti jika memiliki istri manja seperti itu?"

Abiar mengusap wajahnya kesal,ia bangkit kemudian berjalan masuk mengikuti Kasih yang kini dihampiri Bunda,mereka tampak saling bicara dan Bunda sepertinya menyukai Kasih.

"Kasih cantik sekali,ternyata apa yang Abiar katakan itu benar,"puji Bunda dengan wajah tulus,tutur katanya yang halus membuat Kasih sedikit luruh.

"Makasih Bunda,"ucap Kasih.

"Abiar beruntung punya calon istri secantik dan sebaik kamu." Kasih tersenyum miris,beruntung katanya?

"Bunda harap,kalian berdua bahagia."

Dan,perkataan terakhir Bunda sebelum mereka pulang mampu membuat Kasih termenung. Apa yang membuat ia bahagia?bagaimana ia bisa meraih bahagia jika bukan Abiar tujuannya?

"Aku nggak bahagia Bunda..."lirih Kasih setelah kepergian mereka. Andai saja,ia mampu mengatakan semuanya tadi,harusnya ia dengan lantang bicara bahwa dirinya sudah memiliki tujuan sendiri,ia tak mau menjadi boneka Ayah untuk kemajuan bisnisnya.

Andai...

Bawah AtapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang