POV NI'MA
"Cinta ialah dunia tipu-tipu yang seolah-olah membuatku berhenti, tapi nyatanya membuatku berlari.”
—Ni'matul Jannah—
"Nggak mau," jawabku.
"Kitabku masih di atas juga, siap dihukum?" tanya Athifa.
"Entar nyari alasan kan bisa, nggak lengkap kalau kita nggak barengan," sahut Rini.
"Huaaaaa! Jangan pakai teori sesat dong, guys! Setia bagus, tapi gak gini juga konsepnya!" omel Athifa.
"Athifa bener, gass berangkat! Nanti kita izinkan ke Gus Afif tentang Athifa, yang nyata-nyata aja, no filter! Salah siapa gak bangun-bangun!" celetuk Sari.
Sari memang tegas, tetapi aku yang tidak tega dengan Athifa jika itu terjadi. Athifa tidak komentar lagi, dia langsung mengambil handuk berlari ke kamar mandi, memandikan sebagian tubuhnya dengan cepat demi mengejar waktu. Ketiga Bestod akhirnya berangkat, sedangkan aku mengambilkan dulu kitab Athifa yang dipinjam adik kelas di lantai atas.
***
'Yaa, gini amat kalian menyakiti. Jadi gak betah di pesantren,' batin Ni'ma.
Kabar tentang COVID-19 sudah mereda dibanding sebelumnya. Hari ini aku habis pulang dari rumah. Sengaja lama, lebih dari hari yang sudah ditentukan karena pusing dengan kakak kelas yang ghibah diriku. Memang tubuhku bukan tempat semua kelebihan, tentu ada kekurangan yang hinggap.
"Ni'ma, kamu sehat?" tanya Gus Afif saat aku kembali keluar kamar.
'Masyaallah, tumben sekali Gus Afif secara tidak formal bertanya begitu,' batinku.
"Alhamdulillah, Gus," jawabku.
Pria dingin di depan ini tatapannya sangat tajam. Asal Gus tahu, aku mencintaimu sejak pandangan pertama. Meskipun begitu, dalam hatiku bilang, banyak kemungkinan bahwa dia bukan jodohku, tetapi nyatanya sampai saat ini aku benar-benar mencintainya.
'Cintaaaa!'
Hanya tiga kata saja yang disapakan, itu sudah lebih dari cukup bagiku. Sapaannya hanya sesaat, aroma khas parfumnya masih tinggal di pesantren putri, ia cuma lewat mengambil rebana. Hal inilah yang memberiku semangat untuk mempertahankan diri di pesantren, cintaku untuk Gus Afif.
'Astaghfirullah! Maafkan aku ya Allah, kalau terlalu mencintai Gus Afifuddin Rohman Syauqi, Gus killer dan dingin yang ditakuti Mbak-Mbak santri ini.'
Dengan sapaan Gus Afif tadi, mereka semakin menjadi. Aku orangnya pemberani, tidak peduli dengan siapa, dan tidak terlalu berpikir panjang untuk berbuat yang salah jika aku disakiti. Tahu ini belum baik, tetapi bagaimana lagi? Belum bisa terkontrol jika sudah disandingkan dengan sakit hati. Alasan selanjutnya pulang lama, ini karena aku sengaja mencari perkara supaya ada jalan untuk diboyongkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Basmalahnya Gus untuk Mbak Santri
Romance"Setiap jiwa punya cerita, setiap raga punya cita, setiap hati punya cinta." "Hancur, rapuh, sakit dalam cerita, cita, atau cinta bukan berarti hidupmu sirna. Hanya saja masih waktunya harus melawan lara. Sampai kapan? Sampai Tuhan menitik masa, d...