22. CINTA ITU PEREKAT

30 6 2
                                    

"Sedang di fase bahwa cinta itu perekat. Dua manusia yang asing, dengan digubraknya rasa cinta keduanya akan merekat melalui satu persatu rute yang telah ada di depan mata. Poin minnya kalau salah rute, poin perihnya kalau belum bisa punya ikhlas yang sangat luas."

-Tika Sari-

Berbuat kesalahan? Aku masih terlalu shock, melihat gusku yang paling kalem ini bisa-bisanya aku cintai juga hanya karena ulah para Bestod. Entah, kalau katanya jika mencintai itu karena Allah, cinta itu tanpa tapi dan tanpa karena. Sejujurnya, aku masih belum paham tentang dedikasi cinta yang melekat dalam jiwa dan ragaku.

"Kesalahan kamu itu cuma satu," kata Gus Hannan.

"Ngapunten, kula salah napa nggih?" tanyaku terheran-heran.

"Terlalu dekat dengan laki-laki luar. Saya gak suka lihatnya, berubah sekarang atau saya nikahi kamu sekarang juga!

DEPP

"Mmm, iya berubah!" Aku langsung menyahut, entah masalahnya apa malah dikait-kaitkan dengan menikah!

"Bagus, selebihnya langsung temui Ummi, kamu mau dimintai tolong tadi." Gus Hannan melangkah pergi dari pintu masuk dapur.

Lagi dan lagi semakin membuatku bingung. Memangnya aku dekat apanya dan kapan? Ini siasat cemburu atau bagaimana? Soalnya, aku merasa tidak dekat dengan lelaki luar. Serumit ini kah yang namanya cinta? Mereka menganggap aku ini orang yang dewasa, dewasa apanya? Bahkan, aku sendiri seperti tak kenal apa yang termaksud dalam diri.

***

"PERHATIAN, KUMPUL DI AULA SEKARANG JUGA!"

"Eh, ugh Athifa ngapain menyeru untuk kumpul?" tanyaku.

"Paling tentang COVID Sar, tadi aku dengar percakapan di ndalem, COVID bangkit lagi, huaaaaa!" rengek Rini.

"Waw, biasa aja kali, Rin!" seruku nggak suka Rini terlalu lebai, gaya bicaranya itu loh.

Sebenarnya lucu dan cute kalau menurut yang lain. Akan tetapi,aku merasa Rini terlalu lebai. Rasa takut memang ada, lebih baik segera ke aula. Ni'ma dan yang lain juga sudah bergegas ke sana.

"Jutek aman kalimatnya! Nggak seru deh," kilah Rini.

"Ya makanya kalau ngomong gak usah dipenyok-penyokin! Dipeyot-peyotin!" sahutku.

"Aishhh! Alfi, berangkat yok! Gitu aja loh kok gitu nanggrpinnya Sar." Rini menggandeng tangan Alfi Zunaira dan mendahului langkahku.

Benar-benar bikin mood ambyar! Masih pagi ini, Astaghfirullah! Terserah saja, nanti juga balik lagi dengan canda tawa renyah. Kami juga bukan manusia sempurna, masih sering kami sesama teman dekat mengalami ketidakcocokan yang timbul karena kesalahan, tidak sengaja, salah paham, dan lain-lainnya.

"Aku pernah terjun dalam mimpi yang seperti ini," kata Athifa setelah bubar pemberitahuan pulang dipercepat sebelum waktu puasa.

"Hah? Maksudnya apa, Fa?' tanya Ni'ma.

"Kita pulang dipercepat karena COVID," jawabnya.

"Oh, terkadang mimpi juga bikin anu ya," imbuh Rini.

COVID 19 kambali menyerbu. Kita dipulangkan awal sebelum musabaqoh karena takut area yang Sumatra dan luar Jawa lainnya, pelabuhan maupun bandara ditutup. Sangat mirip dengan mimpi yang Athifa pernah rasakan.

"Rin, bajuku kemarin udah kamu cuci belum?" tanyaku dengan mata melirik, tapi hatinya tidak kesandung.

"Udah, itu ada di lemari!" jawabnya ikut sewot.

Sontak membuat para Bestod saling pandang. Bau-bau tidak beres terciduk oleh mereka. Kali ini aku sudah tidak marah, hanya ingin memamcing Rini saja.

"Ada apa ini? Ada masalah apa kalian?" tanya Alfi.

"Gak tahu tuh Sari! Dari tadi nyolot terus sama aku! Lagian kalau takut dan heboh dengan kabar COVID kan wajar!" Rini memonyongkan bibirnya.

"Hahaha, aku bercanda aja kok Rin, bukannya kamu suka bercanda?" ucapku malas melanjutkan pertengkaran.

"Bercanda apaan kayak gitu!" sahutnya.

Ya, ternyata masih terbawa perasaan sampai segitunya. Percakapan kita kali ini belum sampai ujung sudah ada tugas dari ndalem untuk mengantarkan sarapan pada para tukang yang merenovasi pesantren putra.

"Yeyy ke pesantren putra," celetuk Ni'ma.

"Hmm, Kang Ahmad gak ada Ma. Dia tadi diutus ke sawah lihat padi hahha," ucapku dengan tertawa puas.

"Yaaah, kesayangan aku nggak ada," sesal Ni'ma.

Mereka ini yang kita tahu sudah tidak pacaran setelah disidang, tetapi kata Ni'ma kalau urusan cinta masih tetap membara. Ada Gus Hannan lagi. Aku jadi malu untuk melangkah terus sampai pesantren putra.

"Lah-lah, ada beliau. Aku gak jadi ke sana deh," kataku.

"Ayolah! Masa aku sendiri, mereka anatar yang di pesantren tahfidz para Bestod yang lain," ucap Ni'ma.

"Malu aku!"

"Wkwk, malah bonus dapat vitamin kok malas sih!" Ni'ma terkekeh mulai ke ruang semprulnya.

Tiba-tiba saja, Gus Hannan yang menghampiri kami. Pikiranku langsung dikuasai dengan sesuatu yang bermakna cinta. Cinta menjadi perekat, dengan kehadiran Gus Hannan yang singgah di hatiku, kini ia jadi sangat dekat dalam doaku. Apalagi setelah aku tahu tentang apa yang dibicarakan dengan Bapak pada waktu menjenguk di pesantren.

"Sini biar saya yang bawa ke sana," kata Gus Hannan.

"Kathah tapi Gus," kilah Ni'ma.

"Gak apa-apa, taruh kursi sini aja kalian ngusunge. Nanti saya unjali," jawabnya.

"Nggih," jawabku bersama Ni'ma.

Peka sekali Gus Hannan. Kalau aku bawa kopi dengan melihat beliau kan lebih miris jalan ke arah sananya. Lebih baik begini karena kemungkinan kita saling pandang lebih kecil karena aku dan Ni'ma bolak-balik ambil ke dapur. Terlihat wajah Ni'ma jadi tidak semangat semenjak Kang Ahmad ternyata tidak ada dan kita pun hanya mengantar sampai lorong.

"Kamu kenapa kayak bete parah begitu?" tanyaku.

"Gak ada Kang Ahmad, mana Gus Hannan juga menghampiri ke lorong segala! Kan enak suasana di pesantren putra yang baru dibangun itu!" Ni'ma berjalan lebih cepat untuk ke dapur.

"Hhh, suasana apa pengen ngintip kang santri hayoh?" ledekku.

"Xixixi, semuanya!" Ni'ma terkekeh di balik rasa kesal yang menyelimuti.

Bukan manusia baik, apalagi sempurna. Aku pun, sebenarnya juga terkadang melakukan hal yang sama, merasa sama seperti Ni'ma. Godaan bermaksiat berkeliaran di depan mata. Hanya saja untuk sekarang aku terletak di mode yang masih ingin menggali diri, pengen tahu apa iya benar aku mencintai Gus Hannan?

"Njajan ajalah habis ini, yok!" ajakku.

"Tumben ngejak njajan, biasane aku seng ngajak njajan. Mau beli apa?" tanya Ni'ma.

"Hhaha, luwe soale maeng awan maemku sedikit. Gedang goreng sek anget, langsung gas!" ucapku.

"Gus Fahri gak pernah gagal resepnya, selalu bikin kita nagih. Lama-lama buka restaurant tuh," kata Ni'ma.

Memang tidak diragukan. Gus Fahri punya kemampuan masak yang luar biasa. Meskipun kita juga kesal kalau masak dan hasilnya menurut beliau tidak pas, tetapi dengan adanya beliau itu kita juga bisa menikmati makanan yang super enak. Saat ini pisang goreng menjadi topik trending makanan terlezat.

"Hhaha, iya. Gak ada piscok to hari ini?" tanyaku.

"Nggak ada, udah ubah jadwal. Besok adanya," kata Ni'ma.

Kami punya makanan jajan trending di setiap periode yang berkala. Terkadang, jajannya berbungkus dari pabrik terkadang pula dari ndalem. Definisi empuk teksturnya, pas manisnya, dan baluran tepung yang tidak membosankan merupakan definisi pisang goreng yang dibuat oleh muridnya Gus Fahri.

"Sari, tunggu!" Gus Hannan tiba-tiba mencegah langkah kami.

 Basmalahnya Gus untuk Mbak Santri Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang